Enam

3.1K 225 4
                                    

Rio berjalan santai kearah parkiran seraya memutar kunci motornya , matanya tak lepas dari kelas IPA yang ada diujung sana namun belum ada tanda-tanda Via untuk muncul ke hadapannya. Rio memutar bola matanya karna kesal menunggu gadis itu kalau bukan karna Ify mana mau dia menunggu orang. Rio mengedarkan kembali pandangannya pada kelas IPA dan terlihat bahwa anak IPA sudah berhamburan keluar kelas kemudian Rio melirik jam tangan yang dipakainya , jam sudah menunjukan pukul 15.15 padahal jatah pulang untuk SMA ini adalah pukul 15.00 namun kelas IPA malah melebihkan jam pulang tersebut.
" untung aja gue bukan anak IPA yang harus nunggu beberapa menit untuk pulang." Gumamnya seraya menggelengkan kepalanya.
" sorry sorry nunggu lama abisnya tadi gitu deh lo tau sendiri kan kelas gue gimana." Ucap Via dengan terengah-engah karna berlari dari kelasnya sedangkan Rio hanya mengangguk lantas melangkahkan kakinya kearah parkiran.
" Gue bawa mobil , lo bawa motor?." Tanya Via dan Rio hanya mengangguk tanpa bersuara.
" Eng..lo ikutin gue aja deh." Putus Via
- - -
Pria paruh baya ini menatap lirih foto yang tertera di ruang kerja nya ini , rasa perih karna kehilangan kembali menggerogoti hatinya itu matanya kembali memanas. Kejadian itu sudah 18 tahun lamanya namun ia belum juga bisa melupakan kenangan terpahit nya itu. Rasa kehilangannya terlalu sakit dibandingkan apapun itu. Apakah salah jika ia membenci darah dagingnya sendiri? Apakah ia salah jika ia membenci buah cintanya itu?. Dirinya terlalu di butakan oleh rasa sakit yang tak berperi itu. Kembali teringat ketika mengatakan kata-kata yang seharusnya tak pantas untuk ia ucapkan dan itu sama saja ia menyakiti hati anak nya itu , namun entahlah wajah sang anak terlalu mirip dari wajah mendiang istrinya itu. Ia menarik napas panjang kemudian menghapus kasar air mata yang mulai keluar dari pelupuk matanya.
" Sudahlah jangan menangis untuk anak itu! Dia hanya anak pembawa masalah untuk hidupku. Dia yang membuat Sita meninggalkan ku untuk selamanya hanya demi anak itu." Ucapnya.

- - -
Sesampai dirumah sakit Via dan Rio berjalan menuju kamar VVIP nomor 9 tempat dimana Ify di rawat. Tidak ada yang tahu bahwa sedari tadi Rio khawatir dengan gadis itu namun sebisa mungkin ia tidak menunjukan itu semua dihadapan Via.
" Lo gak mau masuk?." Tanya Via menyadarkan lamunan Rio.
" Masuk lah gue , orang mau lihat Ify." Jawab Rio , Via mempersilahkan masuk Rio terlebih dahulu.
Bagaikan ada sebuah pisau yang menusuk hatinya itu , melihat Ify terbaring dengan mata yang tertutup rapat itu membuat Rio berdiri mematung di depan pintu. Entah yang pasti hatinya terasa sedikit sesak ketika melihat gadis yang perlahan menempatkan tahta tertinggi dihatinya itu harus terbaring seperti ini. Rio melirik Via yang terus saja menatap Ify disana dan kemudian berjalan menuju ranjang rumah sakit itu diikuti oleh Rio.
" Lo kenapa?." Tanya Via kemudian mengambil posisi duduk dekat Ify , Rio hanya menggeleng pelan namun matanya tak lepas dari wajah Ify yang damai seperti itu.
" Sejak kapan Ify kayak gini?." Rio mulai membuka suara
" Kemarin. Tapi kemarin Ify sempet telpon gue dan setelah gue sampe dirumahnya Ify udah gak sadarin diri." Jelas Via seadanya.
" Dia sakit apa?." Rio mulai penasaran akan perihal sepuar penyakit gadis ini.
" Lo bisa baca sendiri." Balas Via

Nama : Ify Permata
Umur : 17 tahun
'Kelainan jantung'

Lagi-lagi Rio merasa hatinya kembali tertohok ketika membaca itu , ia menarik napas panjangnya sekedar untuk menghilangkan rasa sesak yang melanda hatinya itu.
"Gue gak tahu kalau akhirnya kayak gini."

" Via." Panggil Rio
" Gue mau ke kanti dulu sebentar." Via hanya mengangguk saja kemudian ia menatap Ify yang masih saja tidur dengan damai. Rasa takut kembali berputar di hatinya , takut jikalau Ify tidak akan bangun dari tidurnya.

"Kapan lo bangun Fy." Lirih Via dan tanpa komando lagi air mata itu yang terdengar hanya alat pemantau detak jantung gadis ini yang membuatnya menangis pilu seperti ini
- - -
Rio memandang kosong kearah depannya sedangkan tangannya masih sibuk mengaduk-aduk makanannya saja. Selera makannya sudah hilang begitu ia tahu penyebab penyakit dari gadis mungil itu , gadis yang berhasil menempatkan tahta tertinggi dihatinya itu. Rio menghela napasnya kasar kemudian beranjak. Tak tahukah setiap langkah yang Rio ambil terasa berat dan menyakitkan ketika melihat orang yang disayanginya itu hanya bisa terbaring dengan menutup mata rapat-rapat seakan tidurnya tidak mau di ganggu oleh siapapun. Rio terdiam sejenak sebelum memasuki ruangan gadis itu.

Ceklek.

Rio berjalan kearah Via namun di relung hati yang paling dalam pria itu merasakan sakit yang tidak bisa dijabarkan lagi. Rio menghela napas kemudian mendekat kearah Via yang masih saja menggenggam jemari gadis mungil ini , dapat ia tafsirkan sendiri bahwa sedari tadi Via menangis.
" Lo pulang duluan aja io." Ucap Via memecah keheningan didalam ruangan ini lantas Rio menggeleng.
" Gue mau jagain dia. Lo aja sana yang pulang." Elak Rio
" Via , eng...orang tua nya Ify kemana?." Tanya Rio pelan , Via hanya diam tak tahu harus menjawab apa.
" Mamahnya udah gak ada. Papahnya? Mungkin lagi sibuk kerja." Jawab Via dan Rio hanya menggeleng.
- - -
Malam harinya. Kini Rio bersandar di gazebo belakang rumahnya dengan menikmati indahnya bintang yang bertaburan diatas , dan angin yang terus berhembus dingin. Rio kembali membayangkan wajah gadis mungil pujaan hatinya itu apakah ia sudah sadar dari tidurnya atau belum. Sebenarnya Rio ingin sekali menginap di rumah sakit hanya untuk menjaga gadis itu namun apa daya Via melarang keras untuk itu.

KRING.

Rio langsung mengambil ponsel yang tergeletak di meja kecilnya , dengan malas membaca sebuah pesan yang masuk.

From : 0877xxx
Rio ini gue Via. Ify sadar io

Melihat sebuah pesan yang masuk dan memberitahu akan gadis pujaan sudah sadar dengan gerak cepat Rio mengambil kunci mobil dan mengingat ini sudah malam Rio ingin memakai mobil saja. Dan memang sebelumnya Rio memberikan nomor ponselnya kepada Via untuk memberitahu jikalau Ify telah sadar. Dan kini Ify sadar bidadari hatinya sudah kembali. Rio tersenyum sendiri membayangkan wajah Ify dengan mata terbuka.
" Gue kangen lo Fy gue kangeen." Gumam Rio dengan wajah yang berseri-seri.
- - -
Ify melipat kedua tangannya di depan dada karna gerah mendengarkan ocehan Via yang memanaskan telinga nya itu. Memang tak bisa ia pungkiri bahwa Ify merasa amat senang masih bisa melihat Via dengan sejuta keceriaan yang dimiliki sahabatnya itu dan hal itu yang membuat Ify kembali tersenyum lagi.
" Bener Fy sumpah gue gak bohong deh. Rio tuh ya kayaknya khawatir banget sama lo." Ucap Via dengan menggebu.

" Lagian lo apaan deh. Gak usah berlebihan kali." Elak Ify

" Rio kayaknya suka deh sama lo." Dan hal itu membuat Ify menganga tak percaya atas ucapan Via barusan dan memang tak bisa di pungkiri bahwa Ify memang merasa nyaman jika berada di dekat Rio namun apakah itu bisa disebut yang namanya jatuh cinta? .
" Tuh kan lo diem berarti lo juga suka sama Rio! Iya kan?." Via semakin gencar menggoda Ify sampai bunyi pintu terbuka pun Via masih gencar menggoda Ify.

"Fy?." Suara itu membuat keduanya menoleh ke sumber suara dan dimana Rio sudah berdiri di hadapannya kini. Via tersenyum misterius.
"Eng..gue cari makanan dulu deh laper." Ucap Via dengan cengiran khasnya

"Lagian lo ketawa mulu sih jadinya laper." Ify malah cekikikan sendiri dan itu membuat Via memanyunkan bibirnya , sedangkan Rio hanya geleng-geleng kepala saja menyaksikan itu.

"Tapi Fy gue sekalian pulang yah. Udah malem , takut mamah papah gue khawatir. Lo ga apa kan gue tinggal pulang?." Ucap Via dengan semangat Ify mengangguk

"Yaudah lo hati-hati yah. Byee." Ucap Via kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan ini

"Jagain Ify ya Rio." Bisik Via usil dan berlari kecil untuk keluar.

Komentar dan vote nya yah. Thx u!

@WulandariDevi4

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang