Kindly play the playlist, Better by Rhodes. :)
Janji itu—5 tahun yang lalu, kembali terulang di benak Kintan.
5 tahun yang lalu, Kintan dan Arga adalah sepasang kekasih. Kintan di umurnya yang ke-20 tahun tengah berusaha menyelesaikan skripsinya, dan akan lulus mendahului teman-teman seangkatannya karena otaknya yang luar biasa dan mengikuti kelas akselerasi semenjak duduk di Sekolah Dasar. Dan Arga, adalah kakak tingkatnya, yang akan wisuda.
Hari wisuda Arga tiba, dan Kintan dengan setia menemaninya. Arga yang sudah ia pacari selama 2 tahun itupun, menjadi prioritasnya setelah Papa dan Mamanya.
"Selamaat sayaaang, aku bangga banget deh sama kamu," ucap Kintan sambil memeluk Arga erat dengan kedua tangannya. Respon yang Arga berikan sungguh membuat Kintan heran. "Kok gak dibales sih pelukan aku?" rengek Kintan manja.
"Lepas, Kin..." lirih Arga pelan dan membuat Kintan semakin heran dibuatnya.
"Kamu kenapa?"
"Ayo putus." Sesingkat itu Arga mengatakannya, dan sesingkat itu pula sengatan listrik menghantam ulu hatinya.
"Maksud kamu apa sih, Ga?"
"Katanya kamu mau siding skripsi bentar lagi? Kamu pinter kan? Kita. Putus." Dan dengan kalimat terakhir itu, Arga melangkahkan kakinya kedepan untuk menemui teman-temannya.
Kintan hanya diam terpaku sambil memegang erat buket bunga—yang tadinya untuk Arga. Entah mengapa, bunga yang tadinya harum dan rapih berubah seperti racun untuknya.
'Apa maksud Arga?' batinnya kesal hingga air mata merembes membasahi pipinya.
Ketika ia berbalik, ia melihat Arga bersama teman-temannya sedang tertawa bersama dan berfoto ria. Saat pandangan mata mereka bertemu, Arga hanya menghujamkan tatapan sinis padanya. Dan yang dilakukan Arga selanjutnya merangkul pinggang Amelia, mantan pacar Arga sebelum ia berpacaran dengan Kintan.
'Kamu laki-laki bejat, Ga' batin Kintan sekali lagi dan berlari menuju pintu keluar.
Putusnya Kintan dan Arga membuat heboh 1 fakultas karena memang, pasangan itu seringkali merebut perhatian khalayak umum karena menurut mereka, Kintan dan Arga adalah pasangan serasi. Sama sama tumbuh sebagai keluarga yang berkecukupan dan memiliki paras yang membuat siapa saja menoleh 2 kali untuk mengamati wajah cantik dan tampan mereka. Dan siapa sangka, kini Arga—yang notabenenya hampir menjadi alumnus, masih bisa membuat fakultas heboh karena kepergok berciuman di toilet wanita dengan Amelia.
Kintan yang jengah karna mendapatkan pertanyaan disana sini, memutuskan untuk mempercepat sidang skripsinya dan mencari beasiswa ke London.
Beberapa bulan pasca putusnya Kintan dan Arga, ia sudah berada di London untuk memulai bangku perkuliahannya lagi, meskipun pembelajaran baru akan dimulai 3 bulan lagi. Hari harinya ia habiskan dengan membaca buku dan meminum kopi di café—atau apapun itu, untuk mengenyahkan pikiran tentang Arga. Dan karena kebiasaanya itulah yang membuatnya bertemu dengan William—yang ternyata satu kampus dengannya. Hanya saja, William lebih tua darinya.
Jauh di Asia, Arga sedang meminum minuman keras di bar bersama teman-temannya. Merutuki perbuatannya dulu, yang menyebabkan Kintan berada di London. Harusnya, ia berbicara baik baik dengan Kintan bahwa ia akan meneruskan perkuliahannya di Australia, dan tidak perlu memutuskan gadis itu bila ia tau bahwa gadisnya akan ke London. Sungguh, ini adalah penyesalan terbesar bagi Arga.
***
"Aku janji buat kamu cinta lagi sama aku, Kintan. Aku janji." bisiknya ditelingaku.
"Janji? Terakhir kamu janji, kamu ninggalin aku buat cewek lain, Ga, aku gak mau..." lirihku dan akhirnya aku berhasil menangis keras dipelukannya. Sama seperti 5 tahun yang lalu, sebelum aku pergi ke London.
"Aku udah dewasa Kintan, dan aku bisa pegang janji aku," jawabnya sambil mengeratkan pelukan. "Karna aku gak mau lagi kehilangan gadis yang aku cintai, seperti 5 tahun yang lalu." lanjutnya dan sukses membuatku menangis lagi.
Aku menangis hebat dipelukan Arga yang sudah basah terkena air hujan. Ia memelukku erat, sama seperti 5 tahun yang lalu, sebelum insiden putusnya kami saat wisuda. Hingga suara klakson mobil membuatku melepaskan pelukan Arga dengan kasar.
"Permisi, benar dengan Pak Arga? Saya dari service langganan bapak," seorang pemuda datang dengan menggunaan jas hujan.
"Ya benar, bensinnya sepertinya habis, jadi tinggal diisi saja," balas Arga sedikit berteriak karna suara hujan mendominasi.
Kondisi yang canggung membuatku memeluk diriku sendiri karna dingin—tentu saja, karna Arga yang basah kuyup habis memelukku—yang setengah basah. Jadilah atasanku ikut basah.
"Tuhkan, apa aku bilang, masuk angin nanti kamu," omel Arga memecah keheningan.
"Gak kok, di London malah ada salju gue biasa aja," sahutku ketus—sambil tetap memeluk diriku sendiri.
"Heh, aku-kamu, Kin, jangan lo gue,"
"Serah gue dong,"
Tanpa aba-aba, Arga langsung memelukku erat dari belakang. "Aku serius sama ucapanku yang tadi. Aku akan buat kamu jatuh cinta lagi sama aku. Langkah awal, ayo kita menikah." Bisiknya ditelingaku.
"Lepasin dulu hih, badan kamu basah," omelku sambil berusaha mendorong badan Arga menjauh. "Malu, Ga, ada tukang servis."
"Nah, ngomong aku kamu kan lebih romantis. Pokoknya nikah sama aku ya, sekretarisku." Ucap Arga sambil melepaskan pelukannya—yang aku rindukan. Eh enggak.
"Ogah!"
"Yaudah, siap nahan malu kalo udah sebar undangan tapi mempelai wanitanya ga ada,"
"Argansyah Putra Widjaya yang nahan malu bukan Kintan Ramadhina,"
"Kayaknya lebih bagus Kintan Widjaya deh daripada Ramadhina,"
"Apaan sih—"
"Maaf, Pak, Bu, mobilnya sudah selesai diisi bensin, jadi udah bisa nyala," suara tukang servis menginterupsi perdebatanku dengan Arga dan aku berterimakasih padanya karna dengan ini, aku bisa segera pulang dan mengganti pakaian.
"Oh, oke, terimakasih, biaya nanti saya transfer ya," balas Arga dan melihatku yang kembali memeluk diriku sendiri.
"Enakan juga dipeluk aku daripada meluk diri sendiri," desis Arga pelan yang masih bisa aku dengar. "Yuk, tinggal gerimis doang, bisa kan lari ke mobil? Apa harus aku gendong?"
"Gak. Bisa sendiri." Balasku yang hanya dibalas kekehan Arga.
Well, Jakarta, I miss you so baddd!
***
To be continued...

KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Words
Chick-Lit"Menikah? Membuat anak? Lucu sekali. Dia pikir semudah mengatakannya? Bagaimana nantinya dan, bagaimana dengan aku yang menjalaninya?" Think twice before you speak, because this is More than Words...