Setelah kejadian kemarin malam, Arga mengantarku kembali kerumah dengan keadaan selamat—ya, walaupun dalam keadaan basah kuyup. Tepat jam 10 malam, Papa dan Mama keluar dan tergopoh-gopoh membawakan payung—karna memang keadaan diluar masih hujan.
Saat berbasa-basi ria, Mama dengan santainya mengatakan, "Eh, Arga gak mau nginep sini aja?" yang langsung aku serobot kalau Arga masih punya urusan dengan temannya. Akhirnya Arga hanya tersenyum tipis dan menolak halus usulan Mama lalu berpamitan dan segera pergi dari rumahku. Enak aja main nginep, bukan muhrim tau, Ma.
Dan, disinilah aku sekarang. Demam duet maut bersama flu, alhasil izin tidak masuk kerja. Sukurin, biar tau rasa si Arga kerja gak ada sekretaris yang bantuin handle jadwal-jadwalnya.
Aku meregangkan otot-otot lenganku yang terasa remuk sambil melirik nakas, wow sudah jam 9, aku tertidur lama juga ternyata. Kalo jam segini, Mama pasti lagi nonton tv.
Dengan pelan aku duduk diatas ranjang dan pusing melanda dengan hebatnya. Ya ampun, coba aja flu Cuma ada air keluar dari hidung ga ada acara pusing-pusing kayak gini.
"Kin, udah bangun rupanya, baru aja Mama mau bangunin kamu," Mama tanpa mengetuk pintu langsung masuk ke kamarku dan membawa baskom serta lap bayi.
"Kebo banget sih Kin, perawan gak boleh bangun siang," omel Mama lagi sambil memeras lap dan menempelkannya di dahiku.
"Ih Mama, sekali-kali kan ini, gara-gara siapa coba Kintan kayak gini," kataku manja dan memeluk Mama. Kapan ya terakhir kali aku manja-manjaan sama Mama gini?
"Eh, si Arga udah kamu telfon belum?"
"Lah, ngapain Kintan nelfon si kunyuk itu?" tanyaku heran. Ngapain deh Mama nyuruh aku nelfon Arga.
"Hush, kamu itu ya, udah dibantuin malah dipanggil kunyuk!" semprot Mama sambil mencubit pelan perutku.
"Ih Mamaaa, gapake cubit-cubit," omelku sambil menahan tangan Mama.
"Ih mama ih mama, kamu tuh ya, ucap terimakasih kek ke Arga, tuh dia tadi pagi kesini bawain kamu bubur! Liat tuh!" aku menoleh kearah nakas yang ditunjuk Mama dan melihat satu kotak sterofoam khas bubur ayam depan komplek. Lah, kok aku tadi gak liat ya?
"Arga juga tadi wajahnya pucet pas kesini, terus kaget juga kamu udah tepar, ya mama minta izin ke dia supaya kamu gak masuk," lanjut Mama lagi. Ah, masa iya sih.. Arga kan jago banget kalo masalah carmuk-carmukan.. Cari muka maksudnya.
"Dia pucet gitu tetep kerja?"
"Ya menurut kamu aja, emang kalo udah direktur gitu bisa seenak jidat gak masuk?"
"Kemarin juga dia seenak jidat cuti terus ke Bandung nganggur, Ma,"
"Oooh, jadi kemarin ke Bandung toh sama dia,"
"Ih mamaaa,"
"Kin," kali ini nada serius Mama keluar.
"Hmmm," jawabku malas sambil mengambil sterofoam bubur di nakas. Buset, masih anget. Lumayan.
"Mama emang belum tau alasan kamu sama Arga putus dulu. Tapi Mama bisa liat kalo Arga bener-bener masih suka sama kamu. Tatapan—"
"Ma.. Bisa gak, jangan bahas itu lagi.." elakku sambil menyendok bubur.
"Mama cuma kasian sama dia, Kin.."
"Terus Mama gak kasian sama anaknya sendiri?" balasku sambil mengerucutkan bibir.
"Daritadi yang dibahas Arga mulu. Arga mulu. Sekalian aja ikut reality show 'Katakan Anak'. Kali aja si Arga anak Mama yang ilang," lanjutku lagi sambil mengaduk-aduk kasar bubur di pangkuanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Words
ChickLit"Menikah? Membuat anak? Lucu sekali. Dia pikir semudah mengatakannya? Bagaimana nantinya dan, bagaimana dengan aku yang menjalaninya?" Think twice before you speak, because this is More than Words...