[ lima ]

9.6K 1.1K 85
                                    

"(Namakamu), ayo, ikut Bunda ke super market."

Suara itu terdengar seperti hal yang tidak boleh dibantah di telinga (Namakamu).

"Um ..., kayaknya aku gak bisa, deh, Bun." jawabnya tanpa berani melihat wajah Bunda-nya.

"Bunda gak mau tau." ucap Lina sambil memakai sandalnya.

"A-aku mau ikut Abi!" ucap (Namakamu) sambil duduk di sebelah Abi-nya. "Boleh, 'kan, Bi?"

"Abi mau makan malem sama temen Abi, sayang." ucap Dean dengan lembut.

"Bi, aku gak mau ikut Bunda ke super market..." bisik (Namakamu) manja.

"Kamu mau, di rumah sendirian? Abi keluar, Bunda keluar, kamu sendirian," ucap Lina, "berani?"

Gadis itu menghela napasnya. "Oke."

"Oke apa?" tanya Lina.

"Ish, aku ikut Bunda."

**

"Kita berpencar, kamu cari kebutuhan mandi, Bunda cari kebutuhan dapur. Okay?"

"Hm." jawab (Namakamu) dengan wajah tertekuk.

"Nanti kita mampir ke Gramedia." bujuk Lina agar wajah gadisnya tidak ditekuk.

Seketika, matanya berbinar. "Serius?!"

"Serius," jawab Lina. "Kalau udah selesai, ketemunya di sini, ya."

(Namakamu) mengacungkan jempolnya sambil mendorong trolinya ke salah satu lorong super market itu.

"Tadi, lo bilang, Twister yang warna apa, yang enak?"

(Namakamu) menoleh ke arah laki-laki yang sedang berjongkok dengan ponsel di telinga kanannya.

Gue kayak pernah liat..., batin gadis itu sambil terus mendorong trolinya.

(Namakamu) segera memalingkan wajahnya ketika laki-laki itu meliriknya. Anjas, anjas, anjas!

"Eh!"

Mampus.

[-]

"Aku gak ikut Ayah makan malem, 'kan?" tanya Iqbaal ketika Ia dan Ayahnya keluar dari mobil.

"Terserah kamu, lah." jawab Herry.

"Um," Iqbaal melihat sekelilingnya dan matanya tertuju pada super market besar yang berada tepat di depan restoran dinner Ayahnya. "Aku ke sana aja. Nanti, kalo Ayah udah selesai, Whatsapp aku."

"Sip," ujar Herry sambil memasuki restoran tersebut. "Kamu hati-hati."

"Siap, Bos!"

Dengan sweater berwarna hijau tua dan kacamata hitam, Iqbaal memasuki super market itu.

Iqbaal berdecak sebal ketika ponselnya bergetar dengan heboh di kantungnya.

"Halo?"

"Lo lagi di Bandung? Ngapain? Malem mingguan di Bandung? Sama siapa? Kok lo gak ngabarin gue? Gue baru aja mau--"

"Sumpah, gue sumpel pake kaus kaki ya ntar mulut lo?"

"Yaelah, lo beneran di Bandung?" tanya Aldi.

"Hm-m."

"Ngapain sih? Baru gue pengen ngajak lo nongki-nongki ganteng."

Mendengar itu, Iqbaal memutar matanya sambil berjongkok untuk melihat salah satu makanan ringan.

"Tadi lo bilang, Twister yang warna apa, yang enak?"

"YANG UNGU! Lo lagi di super market? Beli yang banyak, plis. Bawain buat besok latihan. Plis, plis."

"Iya, bawel lo." ujar Iqbaal sambil melirik seseorang yang sedang memperhatikannya.

Iqbaal mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia yakin, matanya tidak salah lihat! Itu ...,

"Eh!" ujar Iqbaal reflek.

Gadis itu berjalan cepat sambil mendorong trolinya, Iqbaal segera mematikan sambungan teleponnya dengan Aldi, lalu mengejar gadis itu.

Ketika gadis itu berbelok, Iqbaal menahan bahunya. "AAA!" pekik gadis itu tertahan.

"Sumpah, gue ngeliatin lo karena gue merasa gue pernah liat lo. Plis, jangan hipnotis gue, plis. Gue masih kelas dua SMA, plis."

Iqbaal memegang troli bagian depan gadis yang sedang memejamkan matanya itu. "Gue gak bakal hipnotis lo."

Perlahan, gadis itu membuka matanya, lalu menyatukan alisnya ketika melihat Iqbaal--masih dengan kacamata hitamnya. "Lo siapa?"

"Katanya lo pernah liat gue?" saut Iqbaal balik.

"I-i-iya ..., lo mirip seseorang yang sangat-sangat gak mungkin gue sebut." ujar gadis itu dengan pelan.

Iqbaal membuka kacamata hitamnya, kemudian memiringkan kepalanya ke kanan. "Hm?"

Gadis itu terlihat terkejut, kemudian wajahnya kembali datar. "Ini Lucid Dream."

Wajah Iqbaal menjadi datar. "Lo pernah nyoba Lucid Dream?"

Gadis itu mengangguk. "Dan, baru kali ini berhasil."

Kenapa masa depan gue begini banget...., batin Iqbaal tertawa geli.

"Gue bilangin, lo sekarang gak mimpi, dan gue bener-bener orang yang gak mungkin lo sebut itu." ujar Iqbaal dengan santai. Padahal di dalam hatinya sudah seperti bom atom yang akan meletus.

"Ini mimpi. Gak mungkin banget gue ketemu seorang Iqbaal Dhiafakhri di super market. Mana dia yang ngejar gue, pula. Halah." ujar gadis itu kekeuh.

Iqbaal mengeluarkan ponselnya kemudian memoto gadis itu. "Lo boleh liat Instagram gue satu jam ke depan. Ini bukan mimpi. Dan, siapa nama lo?"

"Iyain aja, dah. Mimpi ini," ujar gadis itu. "Gue (Namakamu)."

"Nama lo bagus." ujar Iqbaal. "Karena orang-orang udah pada ngenalin gue, boleh gue tau, ID LINE lo apa?"

"Aduh, ini mimpi, kenapa sih, lo nanya-nanya ID LINE segala? Gak bakal kenyataan juga." ujar (Namakamu) kesal. "Trus, ini kan mimpi, kenapa lo khawatir banget kalo orang-orang ngenalin lo?"

"Terakhir, ini bukan mimpi. ID LINE lo apa?" ujar Iqbaal dengan sebal.

"(Namakamu).sayang.Iqbaal." jawab gadis itu.

Iqbaal menyatukan alisnya sambil tertawa. "Seriously?"

"Ck, ini mimpi." ucap (Namakamu) bete.

"Oke, karena lo sangat keras kepala, sampe ketemu di mimpi, selanjutnya." Iqbaal tersenyum manis kemudian mengacak rambut gadis itu.

(Namakamu) melihat punggung Iqbaal menjauh. "Ini mimpi, tapi kenapa rasanya kayak beneran?"

[-]

AN: HOLAAAAA! Seminggu gak apdet, apa yang dirasa sih yaaaaank? HAHAHA gak ada yang nungguin juga kan ya... HIKS.

Oke, semoga gak terlalu buru-buru ya, gue nemuin Iqbaal-NK di sini. Sip.

Besok senen. Sip.

DHAAAA!

sweet superstar. [idr]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang