L.I.F.E (3)

28.4K 2K 78
                                    

Sudah satu bulan Ali dan Prilly tidak dipertemukan dalam satu penerbangan. Namun, dalam waktu itu bayangan dan angan tentang keduanya tidak pernah lepas dari pikiran masing-masing. Hingga di hari ini tiba, mereka akan dipertemukan lagi dalam satu penerbangan yang lebih lama, yaitu ke tempat tujuan bandara internasional Schipol Amsterdam, Belanda. Penerbangan GA88 rute Jakarta-Amsterdam pesawat Boeing 777-300ER milik perusahaan tempat Ali dan Prilly bekerja. Mereka akan menghabiskan waktu di atas angkasa kurang lebih empat belas jam nonstop.

Pagi buta Prilly harus sudah bangun, dia selalu bangun empat jam sebelum mobil khusus untuk menjemput para kru sampai di depan apartemennya. Biasanya mobil akan menjemput para flight attendant atau pelayan penerbangan yang hadir dalam penerbangan tiga jam sebelum estimaed time departure atau jam take off. Mobil jemputan itu kini sudah berkeliling dari satu tempat hingga ke tempat lainnya.

Kini mobil jemputan itu sudah menunggu di depan lobi apartemen Skylounge Tamansari, tempat tinggal sebagian kru pesawat. Itu artinya Prilly terakhir yang dijemput karena apartemen itu paling dekat dengan bandara. Prilly keluar dari apartemen terlihat cantik dengan seragam biru. Sopir penjemput membantu Prilly memasukan koper ke bagasi. Prilly masuk mobil langsung disambut teman-temannya yang bertugas hari ini.

"Selamat pagi, Purser?" sapa mereka bersama.

"Selamat pagi juga," jawab Prilly dengan senyum ramah lalu duduk di belakang jok samping kemudi.

Jantungnya berdebar cepat saat melihat punggung seseorang yang tidak ia sadari telah dirindukannya.

"Kak Prilly sudah sarapan?" tanya Icha, salah satu juniornya.

"Belum sempat, Cha," jawab Prilly mengalihkan pandangannya kepada Icha.

"Nanti kita makan di kafe bandara, ya, Kak, sebelum check in di crewlink?" ajak Dinda yang duduk di jok belakang Prilly.

"Oke, Din," jawab Prilly ramah mengacungkan jempol ke belakang.

Ali yang duduk di depan Prilly melihat kecantikan gadis itu dari kaca yang tergantung di depan sopir. Ali tersenyum tipis, Prilly sudah membuat harinya terasa lama saat mereka tidak bertemu.

Flight domestik biasanya terdiri dari dua sampai tiga pilot dan empat sampai enam pramugari atau pramugara, tergantung tipe pesawatnya. Penerbangan kali ini terdiri dari tiga pilot, empat pramugari dan dua pramugara termasuk Ali dan Prilly di dalamnya.

Sesampainya di bandara mereka turun dan biasanya melakukan persiapan masing-masing sebelum diadakan meeting untuk flight karena sejam sebelum estimaed time departure mereka sudah harus di pesawat dan mempersiapkan pesawat tersebut agar penumpang yang akan naik merasa nyaman. Prilly dan pramugari yang lainnya akan pergi untuk sarapan dulu di kafe dalam bandara.

"Kaptain Ali mau ikut dengan kami sarapan?" tanya Icha sebelum mereka masuk ke gedung bandara.

"Tidak, terima kasih," jawab Ali melihat Prilly sekilas lalu memasang wajah datar lagi.

"Ya sudah kalau begitu, kami duluan, ya, Kap?" sahut Dinda lalu menyeret kopernya berjalan masuk ke bandara.

Ali memerhatikan punggung Prilly yang semakin menjauhinya.

Gue hitung sampai tiga, kalau dia menoleh, berarti perasaan gue terbalas, batin Ali, mata tak lepas dari punggung Prilly. "Satu, dua, ti---"

Prilly masih tetap berjalan dan tidak menoleh ke belakang. Saat Ali ingin melanjutkan ucapannya, tanpa Ali sangka Prilly menoleh bersamaan Ali melepas kata, "---ga!"

Walau tanpa senyuman, tetapi sekilas dia menatap Ali yang masih berdiri dengan setelan seragam pilot putih, kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya, tangan kiri masuk ke saku celana, dan tangan kanan bersiap menyeret koper. Ali tersenyum puas, dalam hatinya sudah bersorak ria.

L.I.F.E (LIFE IN FLIGHT ENTERNAL) KOMPLITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang