L.I.F.E (9)

29.6K 1.7K 116
                                    

Bayangin dulu awan cumulonimbus, musuh para penerbang. Awan yang paling ngeri itu. Aku buka lagi pelajaran geologi yang sudah lama tak aku jamah. Demi berbagi ilmu sama kalian aku rela menjamahnya lagi.

#############

Cahaya matahari menyelusup dari celah jendela hotel. Tubuh ramping Prilly terasa hangat dalam pelukan lelaki bertubuh kekar dan tegap. Tangan kekar yang sejak semalam tidak pernah lepas dari pinggang Prilly semakin erat memeluknya saat dirasa tubuhnya kedinginan karena suhu AC di kamar tersebut. Ali menarik bed cover untuk menutupi tubuhnya dan Prilly yang masih mengantuk. Deringan dari ponsel mereka selalu berbunyi, tetapi tak dihiraukan.

Ali semakin mengeratkan pelukannya pada Prilly, hingga bel kamar hotel bunyi. Ali tetap tak menghiraukan. Namun bel tersebut tetap saja bunyi. Dengan sangat malas Ali membuka mata dan menyibak bed cover lalu membukakan pintu. Meski kesadarannya belum penuh, Ali membuka pintu. Ternyata pegawai hotel mengantar sarapan. Ali mempersilakan pegawai hotel masuk untuk meletakkan sarapan itu ke kamar. Mata pegawai lelaki itu tertuju pada paha mulus dan putih milik Prilly yang tidak tertutup bed cover. Ali yang mengikuti arah pandang pegawai itu berdecak lalu menutup tubuh Prilly dengan bed cover sampai sebatas leher.

"Letakkan sarapan itu di meja dan Anda bisa segera keluar dari kamar ini. Terima kasih," ucap Ali tak acuh lalu dijawab pegawai hotel itu dengan anggukan.

Setelah meletakkan sarapan di meja, petugas hotel itu keluar dan menutup pintu. Pintu hotel terkunci otomatis. Ali masih merasakan matanya berat dan kantuk karena dia dan Prilly baru bisa tidur subuh tadi. Ali kembali memeluk Prilly dan menutup matanya. Belum juga Ali terlelap, dia merasakan tubuh Prilly menggeliat, Ali tetap menutup mata.

Perlahan Prilly membuka mata, merasakan punggungnya yang hangat karena pelukan Ali dari belakang. Dia memutar tubuhnya, melihat Ali yang masih terpejam. Prilly tersenyum tipis, telinganya mendengar ponselnya selalu berdering. Saat dia ingin mengambil ponselnya yang berada di nakas belakang Ali, tidak sengaja dadanya tepat berada di depan wajah Ali.

"Prilly, jangan menggoda imanku," ujar Ali yang mengagetkan Prilly lalu dia mengurungkan niatnya dan mundur.

Ali tetap menutup mata, dia semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Prilly.

"Ali, kamu sudah bangun?" tanya Prilly memerhatikan wajah Ali, tetapi matanya masih terpejam.

"Sudah sejak tadi," jawab Ali membuka mata dan tersenyum sangat manis.

"Kenapa tidak membangunkanku?"

"Karena aku masih ingin kamu menemaniku."

"Aku harus kembali ke kamarku, Kapten Ali."

"Tunggulah sebentar lagi."

"Aku sudah menemanimu semalaman. Apa masih kurang?"

"Jika hanya menemani tidur tanpa melakukan apa pun rasanya masih kurang klop," sahut Ali dengan kerlingan jahil.

"Apa maksud kamu? Jangan macam-macam," ancam Prilly yang takut dengan kerlingan Ali.

Ali menggulingkan tubuh Prilly hingga dia terkunci oleh tubuh kekar itu.

"Aku mencintaimu, Prilly. Kenapa kamu tidak pernah memberiku jawaban pasti atas perasaan yang aku miliki ini?" tanya Ali sambil mengusap lembut pipi Prilly.

"Ka-karena ... a-a.-aku ...," jawab Prilly gelagapan.

Dia ingin sekali jujur kepada Ali tentang statusnya yang sebentar lagi menjadi tunangan seorang pilot dari perusahaan kepala singa itu. Namun, entah mengapa bibirnya sangat kelu dan tidak dapat berbicara seperti dorongan hatinya.

L.I.F.E (LIFE IN FLIGHT ENTERNAL) KOMPLITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang