Chapter: 7

207 25 0
                                    

Hanna sudah berada di taman bunga sejak jam 10 kurang. Biasanya ia adalah tipe orang yang suka telat. Tapi, ia juga tidak sabar menantikan kencan dengan Jeonghan. Ia tidak bisa memungkiri, bahwa walaupun ia telah menyingkirkan semua barang kenangan bersama Jeonghan, ruang untuk Jeonghan dihatinya masih terbuka lebar.

Jam sudah menunjukkan jam 12 lewat, tapi Jeonghan belum juga muncul. Hanna mencoba berkali-kali menelpon dan mengirimi Jeonghan pesan, tapi tak ada balasannya. Saat Hanna hendak menyerah, ponselnya berbunyi. Telpon dari Jeonghan, Hanna pun langsung mengangkatnya.

"Kau dimana?"

"Maaf Hanna, aku tidak bisa datang. Tiba-tiba keluargaku merencanakan kunjungan ke tempat nenek dan kakekku, aku tidak bisa menolaknya. Minggu depan kita kencan lagi ya. Kau sudah disana ya Hanna?"

Hanna tak merespon, ia langsung mematikan teleponnya. Hanna marah, kecewa, sedih, semua perasaan nya bercampur aduk.
Ia kecewa pada Jeonghan yang telah membatalkan janjinya untuk kesekian kalinya. Dulu juga waktu masih pacaran, Jeonghan sering mengecewakannya seperti ini. Tapi, rawa kecewa kepada dirinya sendiri lebih besar karena sudah membohongi Jisoo.

Langit mulai gelap, bukan karena malam menjelang , tapi karena mendung. Tetes-tetes air telah turun dari langit, sedikit demi sedikit, lama-lama bergerombolan.

Hanna memandangi padang bunga mawar merah dihadapannya. Masih teringat jelas kenangannya bersama Jisoo saat terakhir ia ke sini.
Hanna mulai menangis lagi memikirkan betapa kejam perlakuannya terhadap Jisoo. Air mata Hanna menyatu dengan tetesan hujan yang menyapu wajahnya.

Kepalanya pusing, karena saking buru-burunya ia tidak makan sedari pagi. Sebab ia pikir ia akan makan siang bersama Jeonghan nantinya.
Matanya mulai berkunang-kunang, hingga akhirnya ia tak bisa mengendalikan badannya dan sempoyongan. Ia hampir saja terjatuh saat dirasakannya dekapan hangat seorang memeluknya. Ia memandangi wajah orang yang memeluknya, tapi pandangannya kabur dan Hanna ta sadarkan diri.

Hanna membuka matanya. Dilihatnya langit-langit yang dihiasi lampu kristal berkelap-kelip. Ia bangun dari tidurnya dan terkejut mendapati pakaiannya telah berubah.

"Kau sudah bangun?" Hanna lebih terkejut lagi karena melihat Jisoo yang sedang membawa makanan di nampan.

"Apa yang terjadi?"

"Kau pingsan saat hujan-hujanan di taman bunga tadi. Lalu, aku membawamu ke rumahku. Sudah lama sekali aku tidak kesini. Berkat kau, aku menginjakkan kakiku lagi di sini. Ah iya, bajumu itu bibi penjaga rumah ini yang menggantinya. Tenang saja, aku tidak akan mengambil kesempatan dari wanita yang tak sadarkan diri."

Jisoo meletakkan nampan di meja. Lalu ia duduk di pinggiran kasur. Ia meletakkan tangannya di kening Hanna hendak mengecek suhunya. Namun, Hanna menepiskan tangan Jisoo. Hanna menunduk mulai menangis lagi, Jisoo bingung dengan tingkah Hanna.

"Ada apa Hanna?"

"Jangan dekati aku lagi Jisoo ya. Carilah wanita lain yang lebih baik untukmu. Aku.." Hanna mulai terisak.
"... aku tidak pantas untukmu."

"Kenapa kau bicara seperti itu Hanna? Menurutku, kau adalah yang terbaik." Jisoo hendak mengelus kepala Hanna, tapi lagi-lagi ia menepiskannya.

"Aku berbohong. Aku tidak pergi ke rumah nenekku hari ini. Aku... aku pergi kencan dengan Jeonghan. Tapi, ia tidak datang." Hanna masih dalam posisinya, ia tidak berani melihat Jisoo.

Jisoo pun terkejut mendengar pengakuan Hanna. Hatinya seperti tersayat mendengar pengakuan Hanna. Namun, bukan karena Hanna pergi dengan Jeonghan, tetapi lebih karena Hanna tidak jujur dengannya.

"Seharusnya kau bilang saja kalau kau memang ingin pergi dengan Jeonghan. Kau tidak perlu berbohong padaku Hanna. Pantas saja sedari pagi hatiku tidak tenang. Entah kenapa aku terfikir ingin pergi ke taman bunga itu lagi."

DATING A STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang