BAB II

101 9 4
                                    

Sudut pandang Penulis

Setelah meninggalkan tribun timur lapangan sepak bola, Ino menghampiri senior cewek yang menjadi salah satu pembimbing kelompok monyet. "Permisi kak, saya sudah selesai mengikuti tes kepribadian monyet dan lulus. Jadi, boleh saya minta gelang kacang dan kalung pisangnya?"

Senior cewek tadi melirik angka lima belas yang telah terpasang di pinggul Ino lalu memegangnya. "Secepat itukah dia meluluskanmu?" tanya senior cewek bernama Shinta itu.

Ia menatap Ino lalu mencengkram dagu Ino. "Jauhi Aaron. Jangan karena wajahmu cantik dan jadi buah bibir teman seangkatanku, kau bisa seenaknya sendiri dan bersikap kecentilan. Ingat, Aaron milikku. Kau dengar itu? Milikku! Jika aku masih melihat kau dekat-dekat dengannya, awas saja kau!" ancam Shinta lalu melepaskan dagu Ino dengan kasar.

Ino menatap mata Shinta yang tengah menatapnya nyalang dan penuh kebencian. Ino tidak habis pikir. Dia tidak bersikap seenaknya saja. Ia juga tidak pernah kecentilan dengan siapapun.

Aaron. Jadi nama Si Raja Monyet itu Aaron. Ucap Ino dalam hati.

Sepertinya ia pernah mendengar nama itu dari seseorang. Tapi entahlah, Ino tidak terlalu tertarik untuk mengingat-ingatnya kembali.

"Shinta!" teriak suara dari kejauhan. Itu dia Aaron, Si Raja Monyet. Ia berjalan dari bawah pohon beringin—tempat dimana para panitia dan pembimbing Ospek berkumpul—menuju ke arah Ino dan Shinta sambil menenteng gelang kacang dan kalung pisang.

"Kenapa kau tidak segera memberikan ini padanya?" tanya Aaron pada Shinta dengan sedikit meninggikan suara.

Aaron menatap Ino lalu menyodorkan apa yang dibawanya tadi. "Cepat pakai dan masuklah ke barisan!" perintah Aaron yang segera dilaksanakan oleh Ino.

"Babe, kenapa kamu cepat sekali meluluskannya? Padahal dengan yang lain, kamu mempersulit mereka untuk lulus. Apa kamu mengistimewakannya?" tanya Shinta seraya menautkan kedua tangannya pada lengan Aaron. Ia juga mengerucutkan bibirnya, pertanda bahwa dia sedang merajuk.

Aaron yang risih akan perlakuan Shinta, melepas kasar kedua tangan Shinta yang bergelayut manja di lengannya. "Dia cepat lulus karena dia memang bisa melakukannya dengan baik. Aku tidak membeda-bedakan calon 'monyet' yang aku tes. Dan satu lagi, I am not your babe. Aku bahkan tidak pernah sekalipun memiliki perasaan terhadapmu. " Aku Aaron dan langsung beranjak pergi dari hadapan Shinta.

Shinta menatap punggung Aaron dengan perasaan jengkel dan kesal. Aaron selalu saja memberi penolakan kepadanya. Tapi dia tidak akan menyerah. Dia akan membuat Aaron bertekuk lutut di bawah kakinya. Memakai cara apa saja asal Aaron bisa berbalik melihatnya, bersamanya. Bahkan dengan cara paling kotor dan licik sekalipun akan dilakukannya dengan senang hati.

***

Ini adalah hari keempat Ospek dilaksanakan. Dan seperti biasa, para peserta Ospek selalu dikumpulkan terlebih dahulu untuk menerima pengumuman ataupun pengarahan dari panitia Ospek. Kemarin mereka telah diberitahu untuk membawa pakaian ganti karena hari ini akan ada kegiatan outbound yang berisi berbagai macam games. Dan yap, setiap game akan dilombakan. Tim yang menang akan mendapat keringanan dalam pengerjaan essay. Mereka akan mendapat perpanjangan waktu dua hari dari batas waktu maksimal pengumpulan.

Semua bersorak semangat mendengar hadiah yang akan diberikan. Tentu saja, jika mereka mendapat perpanjangan waktu setidaknya mereka dapat sedikit bersantai dan tidak perlu begadang bahkan tidak tidur karena mengejar deadline.

Outbound akan dilakukan di beberapa tempat. Setiap ketua tim diharapkan untuk mengatur dan membagi siapa saja anggotanya yang akan mengikuti game tertentu. Ino yang telah mengetahui bahwa games dalam outbound kali ini tidak ada wall climbing, memilih untuk pergi meninggalkan timnya dan bersembunyi di belakang tribun lapangan sepak bola. Ia mengeluarkan beberapa buku dan lembaran kertas. Time is money, right? Jadi dari pada dia membuang tenaga dan waktunya untuk kegiatan yang sama sekali tidak dia minati, lebih baik dia merampungkan tugas essaynya yang harus dikumpulkan besok. Beruntung dulu sewaktu SMA Ino selalu rajin membuat essay—meskipun tuntutan tugas—dan sering menjuarai perlombaan menulis essay. Sehingga tidak terlalu sulit baginya untuk membuat banyak essay dalam kurun waktu yang relatif singkat.

I(no)SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang