BAB III

84 6 0
                                    


                "Aku punya strategi," celetuk Ino yang seketika membuat seluruh angoota timnya terdiam lalu memusatkan perhatian mereka kepadanya.

Sejenak mereka saling pandang satu sama lain dengan tatapan yang tak dapat Ino artikan. "Okay, spill it out," ucap Ed sembari melangkah menghampiri Ino.

Ino menatap Ed kemudian beralih pada teman-temannya yang masih belum beranjak secenti pun dari posisi wenak mereka. Mengerti akan keadaan sekitar, Ed pun berdeham keras. Kode bahwa ia meminta mereka—seluruh anggota timnya—untuk menghampiri Ino juga.

Sebelum Ed berdeham untuk yang kali kedua, mereka dengan malas dan ogah-ogahan berjalan ke arah Ino dan Ed. Mereka sedikit mencondongkan tubuh dan saling berpelukan melingkar. Kecuali Ino tentu saja. Mana mungkin ia mau melakukan sesuatu yang berbau keakraban seperti itu.

Ino menjelaskan strateginya dengan singkat, padat, dan jelas. Baginya basa-basi dan seordo-familynya itu sama sekali tak penting. Mereka yang tengah mendengarkan Ino dengan seksama, sesekali mengangguk paham dan menautkan kedua alis mereka terkadang. Strategi yang lumayan cerdik. Tapi, apakah bisa berhasil? Gumam Ed dalam hati.

"Baiklah kawan-kawan, mari kita gunakan strategi ini sebaik mungkin. Jika tenaga kalian tadi ada di angka 5, maka sekarang aku minta dua kali lipatnya. Semangat! Kita balas mereka dan balikkan keadaan!" Seru Ed membara.

Bagaikan virus, semangat yang dikobarkan Ed menular dan menyebar ke seluruh anggota timnya dengan pesat. Mereka berapi-api layaknya tengah melakukan suatu demonstrasi besar-besaran. Tak lama setelah itu, terdengarlah tiupan peluit wasit yang secara otomatis mengirimkan perintah pada setiap otak pemain untuk segera berkumpul di lapangan dan memulai kembali pertandingan.

Setiap tim berada di posisinya masing-masing. Saling memberi tatapan tajam yang untungnya tidak mematikan. Suara peluit yang panjang menandakan pertandingan telah dimulai kembali. Sama seperti babak pertama tadi, untuk kali pertama bola Quaffle putih berhasil diambil oleh Chaser tim Ino. Namun bedanya bola Quaffle itu tidak berpindah tangan ke tim lawan, tim Ino masih bisa mempertahankannya. Selain itu, Ino dan salah satu Chaser timnya selalu menempel pada Leo dan menghadang Leo ketika ia ingin merebut bola Quaffle dari tim Ino.

Meskipun ketiga Chaser tim Ino berbadan kurus, namun mereka sangatlah cepat dalam berlari. Sedetik kemudian, tim Ino mendapat skor pertama mereka. Terdengar geraman yang keluar dari mulut Leo saat melihat Ed tersenyum miring mengejeknya.

Bola kembali ke tangan Chaser tim Ino, namun karena salah satu Chaser tim Leo menjegalnya hingga tersungkur, bola Quaffle beralih ke tangan Leo. Dengan menyikut Chaser tim Ino yang menghadangnya, Leo berhasil berlari ke arah Ed untuk menembakkan bola. Ketika tangan Leo sudah siap dalam posisi melempar, Ino melontarkan bola Bludger ke arah Leo dan kali ini berhasil mengenai bola Quaffle yang digenggam Leo. 

Si cewek berkuncir kuda, Beater tim Leo, tidak bisa lagi mencegahnya karena Laura sedari tadi mempersempit bahkan mengunci gerakannya. Secara otomatis bola itu jatuh dan dengan gerakan cepat Ed memungut bola Quaffle putih itu lalu mengopernya ke salah satu Chaser timnya. Tak butuh waktu lama, skor di papan nilai menunjukkan angka 02:02. Mereka seri.

Sorakan yang dikumandangkan oleh pendukung tim Ed semakin menyulut emosi Leo. Rahangnya yang tegas mengatup kuat dan giginya bergemelutuk geram. Dengan cekatan, Leo meraih bola Quaffle itu. Dia mulai berlari kencang dan dengan mudahmelewati para Chaser tim Ino. Laura merebut bola Bludger dari Beater berkuncir kuda dan memberikan bola itu kepada Ino. Ino yang tengah membawa Bludger dengan segera mengejar Leo dan melemparkan bola merah itu ke Leo. Dan Gotcha! Bola Bludger itu sukses mendarat di kepala tampan Leo, menyebabkannya kehilangan keseimbangan dan terhuyung ke belakang.

Leo menatap Ino tajam, penuh kemurkaan. Lalu ia beralih ke bola Quaffle yang terjatuh tak jauh dari dirinya. Saat akan bangkit dan mengambil bola itu, Leo terlonjak karena tubuhnya terdorong ke bawah dan dengan keras menghantam tanah. Pun pekikan penonton yang melihat seorang Seeker tim Ino yang menginjak punggung Leo terdengar serentak dan begitu jelas. 

Ya, Seeker itu memanfaatkan tubuh Leo yang berjongkok sebagai tumpuan kakinya supaya dapat melompat lebih tinggi dan mengambil bola Golden Snitch yang diterbangkan menggunakan pesawat kontrol. Kemujuran menaungi Seeker itu. Dia berhasil menangkap bola Golden Snitch. Dengan demikian, berakhirlah pertandingan ini dengan tim Ino yang menjadi pemenangnya.

Seluruh anggota tim Ino berjingkrak, saling berpelukan, dan bersorak sorai gembira. Berbanding terbalik dengan tim Leo yang terlihat sangat jengkel, kecewa, dan memandang penuh keirian pada tim Ino.

Dengan berlari kecil Ed menghampiri Ino. "Selamat strategimu berhasil," ucapnya seraya mengulurkan sebelah tangannya. Ino hanya mengangguk menatap tangan Ed tanpa ada niatan untuk membalasnya. Ed menghela nafas panjang dan segaris senyum menghiasi wajahnya. Ia meraih tangan kanan Ino dan menjabatnya erat. "Terimakasih," ujar Ed dengan senyumnya yang semakin lebar. Ino kembali mengangguk dan melepaskan jabat tangannya. Setelah itu, Ino langsung berlalu pergi tanpa memperdulikan Ed yang masih menatapnya aneh.

Ino melangkahkan kakinya ke tempat terakhir yang ia tinggalkan bersama Laura. Kemudian meraih tas selempangan, beberapa buku dan kertas essaynya. Gadis bersurai hitam arang itu sedikit terkejut merasakan tepukan ringan pada bahu kirinya. Ia memalingkan wajah dan menemukan sosok Kak Sandra yang kini tengah tersenyum lebar.

"Ayo cepat pulang," ucap Kak Sandra seraya menarik tangan Ino.

"Katanya ada meeting lagi kak hari ini?" tanya Ino. Ia sedikit terseok karena berusaha menyamai langkah kaki kakaknya yang berjalan dengan cepat.

"Memang ada, tapi diundur satu jam. Jadi kakak sempetin jemput kamu dulu. Udah makan siang?" tanya Kak Sandra yang dibalas gelengan oleh Ino.

"Yasudah, kita drive thru saja ya."

Ino memperhatikan kakaknya sejenak. Kakaknya ini sedikit bertingkah aneh sekarang. Sesekali Kak Sandra melirik ke arah taman yang terdapat barisan tempat duduk santai untuk para mahasiswa disini.

"Ayo Ino, kamu nggak nungguin kakak buka pintu mobil buat kamu, kan?" tanya Kak Sandra yang heran melihat Ino hanya berdiri memperhatikannya.

Dengan segera Ino membuka pintu mobil SUV silver itu dan mendaratkan bokongnya dengan perlahan. Sekali lagi Ino menangkap basah Kak Sandra yang memandang taman itu melalui spion sampingnya. Kak Sandra menghembuskan nafasnya pelan dan menggelengkan kepala. Kemudian melajukan mobil kesayangannya itu dengan kecepatan normal.

***

Lelaki yang sedari tadi tidak memutuskan tatapannya pada Ino, melangkah santai ke arah kertas-kertas yang tidak sengaja Ino jatuhkan. Ya, karena Kak Sandra menarik tangannya dan berjalan terlalu cepat, Ino tanpa sadar menjatuhkan essay-essaynya. Sebersit rencana licik tersirat di otaknya dengan seketika. "Lihatlah sebentar lagi, apa yang akan terjadi pada orang yang telah membuatku kesal," kata lelaki itu sembari menunjukkan evil smirk nya yang memuakkan.

Setelah drive thru dan menghabiskan 25 menit perjalanan, Ino sampai ke apartemen kakaknya. Pun kakaknya itu langsung menancap gas untuk kembali ke kantor tempatnya bekerja.

Selalu seperti ini, apartemen yang selalu hening. Namun sungguh, ia menyukainya. Keheningan ini sama sekali tidak menggannggunya, melainkan dapat membuatnya tenang dan nyaman. Entahlah, mungkin karena dirinya sudah terbiasa dengan keadaan hening seperti ini. Setidaknya, hening yang dimaksud Ino benar-benar hening dalam arti keheningan. Bukan kesepian maupun kesunyian.

Ino mengayuhkan kaki jenjangnya ke arah kamar. Lalu menyempatkan diri untuk mandi sekedar menyegarkan badan. Seusai membersihkan tubuhnya, Ino ingin menyalin essay-essaynya yang masih dalam bentuk coretan. Diambilnya kertas-kertas yang bertumpuk dengan buku di meja belajarnya itu. Namun tak satu pun dari kertas itu adalah essaynya. Ia yakin tadi sudah membereskan buku dan essay-essaynya itu sebelum Kak Sandra menemuinya. Tapi dia tetap tidak bisa menemukan essaynya.

Ino menghela nafas sangat sangat panjang, dia akan membuatnya lagi. Lagipula dia masih benar-benar ingat setiap kata yang ada si essaynya itu. Dan setidaknya dia masih mempunyai waktu tiga hari lagi untuk mengumpulkannya.


--0--

Ini bener-bener dikit. So sorry:"

Vote+Comment, please?

Surabaya, 27/01/2016.

I(no)SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang