Setelah sampai di ruang dosen, Ino bergeming dan menyisirkan pandangannya. Cukup sulit untuk menemukan keberadaan Pak Irvin karena ruang dosen sangat padat pagi ini.
Beruntung kemarin beliau mengenalkan diri ketika berpidato pada penutupan ospek. Sehingga Ino tidak perlu bertanya-tanya lagi yang mana Pak Irvin itu.
Manik matanya menangkap seorang pria tinggi, besar, berkacamata, dengan perut sedikit buncit. Sedetik kemudian ia mengayuhkan kakinya, mendekati meja pria itu.
"Permisi, pak. Bapak mencari saya?"
Pria yang tengah berdiri sambil sibuk membaca kertas-kertas di tangannya itu mengalihkan pandangannya pada Ino.
"Celline Nowelia Hermawan?" Tanya Pak Irvin setelah membenarkan letak kacamatanya.
"Iya, pak." Jawab Ino sembari mengangguk mengiyakan.
"Kenapa bapak memanggil saya?" Itu bukan suara Ino. Suara itu berasal dari sebelah kanannya.
"Ah, Leo! Tepat sekali kamu datang."
Ino menoleh ke arah Leo yang tengah menatapnya tajam. Lalu mengalihkan pandangannya tak peduli.
Pak Irvin berdeham dan duduk di kursinya. "Kalian sudah tahu, apa alasan saya memanggil kalian berdua?"
"Tidak, pak," jawab mereka serempak.
Pria yang beberapa helai rambutnya mulai memutih itu kembali sibuk dengan kertas-kertas yang digelutinya tadi dan meletakkan beberapa di atas mejanya.
"Ini essay kalian berdua. Dan inilah alasan saya memanggil kalian."
Ino menatap kertas-kertas yang disodorkan padanya. Matanya yang lebar semakin bertambah lebar ketika melihat kesamaan antara essay miliknya dengan milik Leo.
Ino menatap Leo yang melirik kertas itu sekilas. Sekarang ia tahu, kemana essay-essaynya itu menghilang.
"Ehem," Pak Irvin kembali berdeham, meminta perhatian kedua mahasiswa yang sedang berdiri di hadapannya. Beliau melemparkan tatapan tajam menyelidik kepada Ino dan Leo secara bergantian.
"Ketiga essay karangan bebas kalian mempunyai tema dan judul yang sama. Pun bahkan bentuk susunan serta isinya. Meskipun terdapat sedikit kalimat yang berbeda, namun maknanya tetap sama."
Terasa sangat tidak mungkin bukan jika ini hanya kebetulan. Kalian bisa menjelaskan kenapa hal ini bisa terjadi? Atau saya bisa menarik kesimpulan saya sendiri?"
Ino mendesah dalam hati. Oh ayolah, ini baru beberapa hari ia menjadi mahasiswi dan sudah ada saja masalah yang datang menyapanya.
"Saya mengerjakannya sendiri," jawab mereka bersamaan.
Kedua mahasiswa itu sedikit terkejut dengan jawaban mereka yang sama di waktu yang sama pula. Kemudian dengan cepat saling bertatapan. Satu dengan tatapan dingin dan datar, satu lagi dengan tatapan kesal dan geram.
"Yang jelas saya mengerjakannya sendiri, pak. Tanpa bantuan atau campur tangan orang lain. Murni dari pemikiran saya," jelas Ino.
"Cih!" Leo mendengus.
"Bapak tahu sendiri kan saya yang mengumpulkan essay-essay ini terlebih dahulu. Sangat tidak mungkin untuk saya berbuat kotor dengan mencopy-paste milik orang lain." Ucap Leo diakhiri dengan evil smrik-nya.
"Maaf, pak. Memang benar saya mengumpulkan essay-essay saya dua hari setelahnya, tapi saya dapat memastikan bahwa essay-essay itu murni pemikiran saya sendiri."
Pak Irvin mengangkat sebelah alisnya setelah mendengar pernyataan Ino barusan. "Kamu bisa memastikannya?"
"Ya," jawab Ino mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
I(no)Sense
RandomCelline Nowelia Hermawan. Seorang gadis yang ceria, hangat, dan pemberani. Namun itu dulu. Karena kesalahan pada masa lalunya, kini ia bertransformasi menjadi gadis yang pendiam, dingin, dan berwajah datar. Apakah hidupnya akan berjalan datar seter...