Prolog

1.2K 47 0
                                    

.

Kalau ini bukan cinta,

Lalu apa arti jantungku yang berdentum tak menentu ini tiap kita bertemu?

Kalau ini bukan cinta,

Lalu apa arti semua debaran aneh ini tiap kau menatapku?

Jantung ini bertalu – talu karenamu,

Debaran – debaran kencang ini untukmu

Tapi—

.

Aku sangat suka berlari. Merasakan hembusan angin menerpa wajah dan menerbangkan rambutku. Kaki – kaki yang berderap seakan tak sabar menyongsong apa yang ada ujung jalan. Hanya melihat orang yang sedang berlari bisa membuatku tersenyum senang. Senang sekaligus iri. Aku iri kepada mereka yang dapat dengan mudah berlari. Sungguh aku iri. Tapi aku tetap bersikeras melihat para pelari itu. Menonton lomba lari adalah hobiku. Aku adalah penonton barisan terdepan tiap lomba lari diadakan di Festival Olahraga Sekolah.

Ah, dan ternyata memang berlari itu sangat menyenangkan! Mengagumkan! Rasanya tepat seperti selama 18 tahun ini aku bayangkan.

"Hinata-nee! Apa yang kau lakukan?! Mengapa kau berlari sepeti itu?!"

Aku menghentikan lariku untuk menengok ke arah suara yang meneriakiku. Aku menyengir lebar mendapati raut khawatirnya yang berlebihan.

"Tenang saja ... hah... Hanabi! Aku ... hah... baik – baik saja," jawabku sedikit terengah – engah, mencoba menenangkannya. Namun sepertinya tidak berhasil.

Mendengar nafasku yang putus – putus, Hanabi segera berlari ke arahku dengan raut khawatir.

Tanpa berpikir panjang aku segera ambil langkah seribu menjauhinya.

"Sudah ku bilang aku akan baik – baik saja, Hanabi! Lihat? Sekarang aku bahkan bisa berlari! Haha..."

Aku semakin terkekeh geli mendengar samar gerutuan kesal dari Hanabi. entang aku yang keras kepala dan susah di atur. Tentang aku yang kurang waras karena berlari tanpa alas kaki di padang rumput penuh kerikil ini. Hahaha... Aku tahu kau mengkhawatirkanku Hanabi. Namun sekali ini ku mohon. Biarkan aku merasakan mimpiku jadi kenyataan. Berlari merasakan semilir angin. Merasakan rerumputan yang sedikit basah di telapak kakiku.

Ah, andai saja aku punya stamina tanpa batas! Tak pernah melakukan latihan fisik membuatku hanya bisa berlari sebentar. Lagi – lagi aku harus berhenti. Sedikit membungkuk dan bertopang pada lututku aku mengatur nafasku yang terengah – engah.

"To-topiku!" pekikku. Tiba – tiba ada angin kencang yang berhembus dan menerbangkan topiku. Aku segera berlari mengejarnya.

Huwaaa topi kesanyanganku! Itu hadiah dari Neji-niisan! Jangan sampai aku kehilangannya! Semoga terbangnya tidak jauh. Staminaku belum pulih untuk bisa mengejarnya.

Untungnya doaku terkabul. Angin nakal itu mereda dan topiku pun mendarat di dekat seorang pemuda yang sedang berdiri membelakangiku.

Deg Deg Deg Deg....

Staminaku habis. Aku berhenti beberapa meter darinya. Menghirup nafas banyak – banyak dan mencoba menenangkan jantungku yang entah kenapa berdetak cepat tak beraturan. A-apakah aku kambuh lagi? Oh, harusnya aku mendengarkan nasihat Hanabi tadi untuk berhenti!

Tidak. Itu tidak akan terjadi. Tenang Hinata. Tenang. Kau sudah menjalani operasi dan sembuh. Ini hanya efek dari berlari.

Aku menghirup nafas dalam – dalam. Nafasku sudah mulai teratur meski jantungku masih berdentum menggila.

Heartbeat (Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang