CURSE. 02

1.7K 162 12
                                    

KARA's POV

Pagi ini adalah hari pertama aku masuk kesekolah baruku. Malas rasanya harus memahami lingkungan baru, harus bertemu guru baru yang bahkan aku tak mengerti bagaimana cara mereka mengajar, dan harus maju kedepan kelas untuk memperkenalkan diri dan juga harus menemukan teman baru. Oh teman? Bahkan setelah perceraian orang tuaku, aku tidak memiliki teman. Sahabat terakhirku bernama Emily dan ia juga meninggalkan ku karena tidak sanggup menerima hinaan dan ancaman dari seisi sekolah. Dan ya aku harus merelakannya pergi. Ini juga demi kebaikannya.

"Sudah siap berangkat?" Ibu keluar dari kamarnya dan segera menegak habis susu yang ada di meja. Ibu jarang sekali sarapan walaupun ia yang menyiapkan sarapan untukku dan nenek. Pun aku mengangguk. Ibu mengisyaratkan padaku dan nenek untuk menunggunya dimobil sedangkan dia mencari ponselnya yang entah terselip dimana. Dengan lemas aku berjalan beriringan dengan nenek ku ke mobil. Aku membukakan pintu untuknya dan menutupnya. Sedang aku memilih duduk di belakang, memasang earphone dan menikmati lagu-lagu jazz sambil menunggu ibu di mobil.

"Kara," Panggil nenek. Ya aku masih bisa mendengarnya karena volume dari ponselku tidak kubesarkan.

"Hmm?" Balasku acuh tak acuh.

"Bisakah minggu depan kau menemani nenek? Kurasa aku ingin mengunjungi bibi Sidney mu. Aku rasa aku mulai merindukan wanita itu."

"Ya kurasa bisa. Aku merindukannya juga."

Ibu datang setelah hampir lima belas menit kami menunggunya di mobil. "Huhh maaf kalian menunggu lama. Oke kita berangkat." Ucapnya ceria. Dia terlalu ceria. Bahkan dia bisa berlagak seperti wanita yang hidupnya bahagia dan jauh dari masalah. Sangat berbeda denganku. Aku mulai menjadi pendiam dan tertutup karena perceraian orang tua ku. Banyak yang berubah akibat dari perceraian itu. Bukan hanya aku yang berubah menjadi pemurung dan pendiam. Ibu pun juga sedikit berubah. Setiap malam kudengar ia menangis, terkadang ia juga terlalu bahagia pada hal kecil. Dia bukan ibu yang aku kenal. Dia benar-benar berubah.

Perjalanan kami bertiga sungguh membosankan. Belum lagi nenek dan ibu harus membicarakan orang-orang yang mengunjungi kedai kopi ibu yang bahkan aku tak tahu seperti apa wajah mereka. Ibu memarkirkan mobilnya di pinggir jalan agak jauh dari sekolah. "Kita sudah sampai." Ucapnya dengan ceria. Aku memutar bola mataku mendengar ucapannya dengan nada yang ia buat ceria seakan baru saja mendapat hadiah liburan ke Dubai.

"Uh syukurlah." Balasku asal seraya melepas earphone di telingaku. Kulihat nenek menoleh kearah ku setelah mendengar apa yang kukatakan. Aku hanya balas memperlihatkan deretan gigiku. "Oke aku akan pulang ke kedai ibu nantinya. Menjemput nenek lalu pulang. Diam dirumah, mengerjakan tugas rumah, lalu tidur dan besok paginya harus melakukan pekerjaan yang sama." Aku mengomel sedikit sebelum ibu yang menyuruhku melakukan rutinitas harianku. Nenek tertawa mendengarku. Ibu juga tertawa melihat nenek tertawa. Dan dengan ajaibnya aku tersenyum melihat mereka berdua.

"Sayang, kau bisa membantu ibu mu nanti. Atau kau mau mengunjungi toko kaset atau buku, silahkan. Aku akan pulang dengan Paul." Nenek membuatku berfikir sejenak. Kurasa ide bagus menghabiskan waktu diluar, atau sekedar membantu ibu mengantarkan pesanan.

"Baiklah aku terima tawaran itu." Ucapku dengan senyum lebar.

"Eits, itu akan terjadi jika hari pertama mu menyenangkan. Jika tidak, kau akan ku usir keluar dari kedaiku." Goda ibu dengan wajah yang ia paksa agar terlihat sejahat mungkin. Aku mengangguk senang mendengarnya. Pun aku mencium nenek dan ibu secara bergantian lalu segera turun dari mobil.

Aku berhenti sejenak sebelum masuk ke dalam gerbang sekolah. Menengok kebelakang, nenek melambaikan tangannya padaku. Pun aku tersenyum lalu masuk dengan biasa saja. Menengok ke kanan dan kiri, melihat beberapa murid yang sedang berkejar-kejaran, membaca buku, nongkrong bersama teman yang lain, ya semua terlihat biasa saja dan normal. Aku harus menunggu sampai hari itu datang. Hari dimana seseorang akan menindasku hingga aku memukul wajahnya dan aku dikeluarkan lagi. Ya mungkin hal itu akan terjadi lagi dalam hidupku. Mungkin akan selalu terjadi dalam hidupku.

CURSEWhere stories live. Discover now