CURSE. 05

896 96 9
                                    

"Rachel, aku ingin berteman dengannya. Aku ingin berteman dengan Harry." Ucap ku, begitu bersungguh-sungguh.

"Aku juga!" Rachel langsung berteriak semangat dan tersenyum lebar padaku. Kurasa ia merasakan rasa penasaran yang sama dengan ku.

Sekarang hanya satu yang perlu ku pikirkan. Aku harus memikirkan cara untuk mendekati pria misterius itu. Ya tentunya dengan cara yang wajar dan bisa ia terima dengan baik pula.

Baiklah aku siap untuk hal ini!

HARRY's POV

"Kau sedang apa disini?" Finn melemparkan pertanyaan konyol itu lagi padaku. Finn adalah sahabatku sejak beberapa tahun yang lalu. Ia satu-satunya sahabat yang aku punya saat ini. Jangan tanya dia manusia atau bukan, sudah pasti jawabannya adalah bukan.

Aku bertemu Finn ketika terakhir kali aku pergi ke Indiana menemui ayahku. Saat itu aku sedang pergi ke kuburan di dekat gereja. Aku melihat Finn begitu pucat menatap kearah nisan bertuliskan nama seseorang, FINNEGAN OLIVER. Ya itu namanya sendiri, dia sedang menatap makamnya sendiri.

Selama kurang lebih lima belas menit aku mengamatinya. Lalu entahlah dia tiba-tiba sudah berada disebelah ku, tersenyum.

Aku bisa melihatnya karena ia belum menemukan cahayanya. Banyak yang seperti dia, bahkan ada yang memang tidak ingin menemukan cahayanya. Aku tau semua tentang Finn, hampir semuanya. Hanya satu yang tidak aku ketahui, kenapa dia bisa kehilangan nyawanya.

"Aku bosan harus mengikuti pelajaran, mengikuti aturan yang ada." Jelas ku padanya kemudian.

"Aku paham itu. Aku juga seperti mu ketika aku masih hidup. Aku menjadi bersemangat ketika menemukan satu wanita yang membuat jantung ku berdetak lebih cepat dari biasanya." Jelasnya. Kini ia berdiri membelakangi ku namun aku masih bisa mendengarnya.

"Kau akan merasakan hal yang sama ketika kau jatuh cinta. Dan kurasa kau sedang merasakannya." Ucapnya sekali lagi. Sontak hal itu membuatku terkejut. Aku semakin fokus melihatnya.

"Nak, kau kira hanya kau saja yang angin percayai? Angin juga membisikkan sesuatu padaku. Ia bercerita bahwa kau merasakan sesuatu yang aneh dalam diri mu. Perasaan jatuh cinta. Benarkah?" Jelasnya yang kini di akhiri dengan sebuah pertanyaan.

"Dan angin pun tidak sepenuhnya tahu tentang perasaan itu." Balasku dengan yakin.

Finn berbalik menghadap ku. Ia tersenyum penuh misteri yang membuat ku susah mengartikan senyumannya.

"Aku cukup yakin kau mencintainya. Siapa gadis itu?"

"Oh jadi angin tidak menceritakannya pada mu? Kurasa angin tak sepenuhnya mempercayai mu."

"Angin hanya menyampaikan yang ingin ia sampaikan. Selebihnya kau harus mencari tahu sendiri. Jika ia menceritakan semuanya, maka untuk apa hidup mu?"

"Baiklah aku menyerah."

"Dan kurasa aku tau siapa gadis itu." Finn tersenyum padaku, sedetik kemudian ia menatap kearah lain dan masih tetap tersenyum. Sontak aku mengikuti kemana arah pandangannya. Aku sedikit membulatkan mata karena terkejut melihatnya. Tanpa di duga, ia pun sama terkejutnya denganku.

Ia berdiri mematung tak jauh dari tempatku sekarang. Apa mungkin ia mendengar ku? Mungkinkah ia mendengar dan mengetahui isi percakapan ku dengan Finn? Pertanyaan terakhir tentu saja memiliki jawaban pasti, tidak mungkin. Ia tidak aneh seperti diriku.

"Berhenti menyebut diri mu aneh, nak." Suara Finn kembali terdengar. Ugh persetan dengan mahluk itu. Aku hanya ingin menatapnya yang kini juga menatapku.

Dia tak sendiri. Gadis itu bersama temannya. Oh aku ingat gadis yang bersamanya itu. Gadis yang tak punya teman satupun di sekolah ini, hampir sama seperti ku.

Aku melihat dua gadis itu pergi selagi aku menatap mereka. Wajar jika mereka pergi dengan terburu-buru seperti itu. Mereka pasti takut jika aku melontarkan peringatan yang menurut mereka adalah sebuah kutukan. Padahal aku hanya mengatakan apa yang aku tau dan aku dapatkan. Aku hanya seperti merpati pembawa pesan, tapi menurut mereka aku seperti malaikat pembawa petaka.

"Kejar mereka." Finn kembali bersuara membuatku membalikan badan mencari dimana suaranya berasal. Aku tak dapat melihat wujudnya kali ini, dia tak ingin menampakannya.

"Untuk apa? Dia pasti sama seperti yang lain. Menganggapku aneh." Ucapku berusaha tak terdengar begitu tersakiti saat mengatakan kalimat terakhir. Ya memang menyakitkan jika kau mendengar orang menyebut mu aneh dan menjauh darimu karena hal itu.

"Kau yakin? Tapi kurasa dia baik. Sudahlah." Sedetik kemudian angin berhembus seakan menampar wajah ku. Aku tau itu pertanda Finn pergi dari sini dan entah kemana ia pergi.

Aku memutuskan untuk tetap berada di bawah pohon. Yang terlintas di benakku hanyalah gadis tinggi berparas cantik itu. Aku tau namanya. Bahkan jika aku ingin tau dimana ia tinggal, aku bisa. Tapi bukan begitu cara mendekati wanita. Tunggu, apa aku memikirkan cara untuk mendekatinya? Kuharap tidak. Karena itu tidak boleh terjadi.

Angin berhembus lembut disekitar ku. Ada aroma yang ia bawa bersamanya, aroma vanilla kurasa. Aku memejamkan mata mencoba merasakan angin yang berhembus menabrak kulitku. Aroma vanilla itu semakin kuat pada indra penciuman ku. Vanilla, aroma favorit gadis itu.

Kubuka mata ku perlahan. Aku mulai mengutuk diriku sendiri karena menjadi pengecut. Aku sadar tidak seharusnya aku mencoba mengetahui hal-hal tentangnya. Ini hanya awal yang sangat sederhana dengan mengetahui apa aroma kesukaannya. Harusnya aku mengetahui hal-hal tersebut dengan cara yang normal. Maksudku normal seperti berada di sebelahnya sehingga dapat mencium aroma yang melekat pada tubuhnya.

"Beranilah Harry! Patahkan peringatan itu." Ucapku menyemangati diriku sendiri.

______________

xx key

CURSEWhere stories live. Discover now