Menyusun Rencana

23 0 0
                                    

Aku menyiapkan segala yang mungkin aku butuhkan nantinya di atas selembar kertas yang sudah hampir terisi penuh coretan di hadapanku.

Ideku telah habis aku kuras hingga kepalaku mau pecah. Aku butuh istirahat. Lalu aku menghabiskan sisa kopi yang sudah dingin di cangkirku. Aku memijit kepalaku yang menegang setelah menyiapkan susunan rencana dan kemungkinan terbasar kegagalannya. Jadi belum ada rencana yang benar-benar sempurna untuk aku jalani.

Peringatan yang terdengar dari petugas kereta bahwa kereta akan segera berangkat, membuat aku beranjak dari tempat yang terkenal dengan kenikmatan kopinya. Karena itu kereta berhenti di tempat ini pagi ini. Aku pun kembali ke ke kereta. Menghayalkan tempat tidur dan selimut hangatku yang akan menyingkirkan penatku di pagi yang beku.

Aku tak pernah melihatnya lagi setelah kejadian itu. Aku tak ingin membebani pikiranku yang sudah penuh dengan rencana yang harus aku buat dengan kembali mengingatnya.

Aku masuk ke kamarku dengan harapan akan segera menemui alam mimpiku yang akan membantuku melepas beban di tubuhku. Tapi betapa terkejutnya aku setibanya di kamar...

"Sanjana? Apa yang kamu lakukan di kamarku?" Dia melirik setangkai mawar yang tergeletak di atas meja tak jauh dari tempat dia duduk. Dia diduk dengan anggun bak seorang permaisuri di salah satu sofa yang sengaja di letakkan di setiap kamar VIP.

"Apa maksudnya ini?" Tanyanya.

'Tidakkah dia mengerti arti dari setangkai mawar berwarna merah? Hah, seharusnya tadi aku beri yang berwarna putih saja. Toh tidak ada bedanyakan?' batinku kesal. Aku mencari tempat nyaman untuk mengistrahatkan tubuhku yang lemas.

Dia berdiri di hadapanku dengan ekspresi yang sulit aku tebak. "Itu artinya, kamu menyukaiku..." Dia mengatakan itu sambil tersenyum lalu pergi. Pergi meninggalkan kamarku dan juga aku yang sibuk menenangkan debar jantungku yang melonjak dengan keras. Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur yang akan segera menerbangkan aku ke alam mimpi. Aku tak ingin memikirkannya untuk saat ini, setidaknya.

Sore ini lagi-lagi aku hanya seorang diri di restorasi kereta. Aku memesan secangkir kopi panas untuk menghangatkan tubuhku yang diselimuti hawa sejuk sore ini.

Aku kembali dengan rencana yang belum menemukan jalan terbaiknya. Akupun membuka peta yang diberikan bos padaku saat pertama bertemu di bandara. Aku berusaha mencari daerah mana yang terdekat dengan INTERNASIONAL GARMENT. ltd, agar aku mudah mencari tempat untuk tinggal.

Tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku.
"Boleh aku duduk?"

'Sanjana' Pekikku dalam hati. Hanya gerakan tanganku yang mengisyaratkan padanya untuk duduk setelah aku terpaku beberapa saat.

"Apa yang sedang kamu lakukan dengan peta ini?" Dengan raut penasaran yang membuat ia semakin menghemaskan.

"Aku bisa mengantar kemanapun tempat yang ingin kamu tuju." Aku hembuskan nafas pendek menghadapi irama jantungku yang mendadak tak menentu ini.

Dengan susah payah akhirnya otakku bekerja. Dengan sedikit tergagap aku bertanya, "Aapakah kamu tau di mana letak INTERNASIONAL GARMENT?" Dia tertawa.

"Besok setelah perjalanan wisata ini berakhir. Aku akan mengantarkanmu setibanya kereta ini di kotaku." Dia melempar senyum yang mengetarkan hatiku setiap kali melihatnya.

Kaki jenjangnya yang putih mulus melangkah pergi namun dia berhenti sejenak dan berpaling menatapku. Sepertinya dia ingin aku mengikutinya.

Aku menghabiskan sisa kopiku, melipat peta dan kertas yang sudah penuh dengan coretan lalu memasukannya ke dalam saku celana jeansku. Lalu aku mengikuti dibelakangnya sedangkan dia terus berlari melewati tempat dimana pertama kali aku melihatnya. Melewati pintu yang aku gunakan untuk menabrak kedua bodyguardnya. Ternyata tempat itu adalah ruang terbuka di gerbong terakhir kereta ini. Menakjubkan.

Dia berdiri di besi penyangga yang memagari area ini. Rambutnya yang panjang tertiup angin. Aku menata debar di dadaku, setelah itu aku melangkah ke sisinya ikut menikmati angin yang berpacu dengan kecepatan laju kereta.

Dia berpaling dan menatapku. "Apakah kamu sungguh-sungguh mencintaiku?" Tanyanya setelah tak ada kata diantara kami beberapa saat.

"Apa yang kamu lakukan di gurun? Apa kamu sengaja mengikuti aku?" Dia berpaling dan menatapku. "Dan mengapa kamu menamparku? Apa salahku?" Matanya yang indah mengejap, membuat dia terlihat semakin menggemaskan.

"Aku... hem, waktu itu aku... Awalnya aku ingin balas dendam setelah kamu menolak tawaranku. Tapi ternyata malah aku di kejar bandit gurun. Dan... waktu itu aku takut sekali. Bukan karena aku akan terluka, tapi... karena mereka akan memperkosaku.," wajah cantiknya terlihat masih menyiratkan ketakutan yang tersisa dari kejadian malam itu.
"Hal yang paling menakutkan dari semuanya adalah ketika melihatmu terkapar tak berdaya dengan darah mengalir dari tubuhmu. Memikirkan bahwa kamu akan mati... membuat sekujur tubuhku bergetar. Itu yang membuat aku tak bisa menahan diri dan menamparmu." Wajahnya tertunduk penuh kesedihan dan juga sisa kengerian saat itu.

"Hem, begitu yah. Lalu, Mengapa kamu menghindari aku?" Wajahnya kembali terangkat dan menataku.

"Aku takut kalau aku akan mencelakaimu lagi. Dan kamu... Mengapa kamu memberikan padaku mawar itu." Tanyanya tiba-tiba.

Aku sendiri tak tahu mengapa aku memberikan bunga itu padanya.

"Sungguhkah kamu mencintaiku?" Kalimatnya membuat kerongkonganku kering. Matanya menatapku seakan meminta jawaban.

DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang