Penyusupan Sempurna

12 0 0
                                    

Kereta memasuki kota pada siang hari. Dia mengajakku ikut dalam mobilnya dan dia berjanji akan mengantar aku berkeliling setelah bertemu ayahnya dirumahnya. Dia adalah anak tunggal. Ibunya meninggal ketika dia baru berumur dua tahun. Sedangkan ayahnya tak ingin menikah lagi. Dia membuat perjalan menjadi tak terasa dengan menceritakan kisah hidupnya. Hingga akhirnya mobil berhenti di dalam sebuah halaman yang luas dan indah.

Dia mengajakku masuk ke dalam rumahnya yang mewah. Setibanya di dalam, dia berteriak memanggil ayahnya yang ternyata tak ada di rumah. Dia meraih telphone dan menekan beberapa nomor pada tombolnya. "Pa, aku pulang tapi papa tidak ada dirumah. Jangan katakan papa lupa! Aku akan..." Sepertinya ucapan panjang tanpa jeda itu di potong suara di sebrang. "Baiklah aku akan menunggu papa. Tapi... Tidak terlalu lama."

Setelah mematikan telphonenya, diapun melemparnya begitu saja di sofa. Lalu menarikku ke bar mini yang letaknya tak jauh dari ruang utama."Aku akan membuatkanmu juice sambil menunggu papa datang." Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.

Aku biasa menghadapi manusia macam apapun tanpa gentar. Aku sudah berpengalaman di bidang kriminal. Tapi... mengapa mendengar kata papa aku merasa gelisah. Untung Sanjana tidak memperhatikan kegugupanku. Dia sepertinya sedang asik menyiapkan juice. Setelah selesai diletakkannya segelas orange juice di hadapanku Sedangkan dia mengambil tempat tepat dihadapanku.

Selagiku sesap juice dingin yang nikmat sekali rasanya dan ini orange juice ternikmat yang pernah kurasakan, mungkin karena ini dari jeruk asli yang di buat Sanjana dengan penuh rasa cinta. Tiba-tiba sebuah suara memanggil dan Sanjana pun berlalu dari hadapanku setelah dia pamit. Rasa gugupku kembali menghatui. Suara mereka serasa semakin mendekat.

Dan..."Papa, kenalkan ini kawan ku yang telah menyelamatkan nyawaku ketika aku tersesat di gurun. "Aku berpaling dan menatap sosok ayah yang memiliki anak secantik Sanjana. Dia sangat berwibawa dan tatapannya cukup bersahabat. Aku ulurkan tanganku. "Viky." Sedikit gugup, Tapi aku sudah dapat mengatasi rasa itu setelah melihatnya tersenyum.

"Terima kasih karena telah menyelamatkan Sanjuku." Dia menyambut uluran tanganku. "Sepertinya kamu bukan warga sini. Kalau boleh tau kamu berasal dari mana?" Dia duduk di tempat yang tadi Sanjana duduki. Tepat di hadapan ku

"Saya datang dari Indonesia." Jawab ku singkat demi menekan rasa gugupku.

"Oh iya pa, Viky mau main ke kantor papa. Boleh?" Sanajana mengatakan langsung ke pokok masalahku. "Boleh saja. Apa pekerjaanmu sekarang?" Apa yang harus aku katakan padanya? Haruskah aku berkata jujur? Atau aku harus menghiba demi sebuah pekerjaan di prusahaannya?

"Apa ada lowongan di kantor papa untuk Viky?" Sukurlah sekali lagi Sanjana menyelamatkanku. "Apa kamu menguasai IT? Kami sedang membutuhkannya saat ini." Aku bersukur karena Jendral membekaliku dengan beragam keterampilan terutama IT yang memang sangat aku gemari.
"Anda bisa mencobanya pak." Jawabku tegas. "Saya berharap tidak mengecewakan anda." Lajutku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku mampu.

&&&

Tidak terasa satu bulan sudah aku bekerja sebagai ahli komputer di International Garment. Papa Sanjana begitu baik memperlakukan aku. Dia juga mepercyakan data perusahaan kepada ku.

Dia memberiku kendaraan dan rumah dinas sejak minggu pertama aku bekerja. Hingga aku tak perlu berlama-lama tinggal dirumahnya demi menuruti permintaan kekasihku yang cantik. Tapi dia tidak tahu mengenai hubunganku dengan putrinya. Meski begitu, dia memberi izin anak semata wayangnya untuk pergi menghabiskan hari liburnya denganku tiap minggunya.

Aku putus asa. Karena sampai saat ini aku masih belum bisa mendapat informasi yang berguna untuk tugas penyelidikan. Dan akupun mancari jalan lain. Aku mendekati Tina, sekertaris pribadi papa Sanjana. Berharap bisa mandapat informasi berguna darinya. Sudah beberapa hari ini aku jalan dengannya dan untuk sementara waktu, Sanjana terabaikan.

Dan hari ini, Aku harus memilih... Antara tugas dan kekasih. Dengan sangat terpaksa aku harus memilih tugas. Aku terima ajakan Tina menghadiri pesta ulang tahun putri pak direktur. Dengan bangga Tina menggandeng aku di depan semua tamu yang hadir. Sedikitpun aku tak menggubris tatapan iri yang memandang kami. Tapi sedikitpun tak bisa aku abaikan mata sedih Sanjana. Terlebih butir-butir syair yang tersusun indah menjadi kalimat yang meluncur pedih menghujat ketidak setiaanku.

DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang