Pembalasan Dendam

71 0 0
                                    

Aku mengerahkan samua daya dan upaya agar aku terbebas dari belenggu ini. Aku melemparkan kursi yang digunakan untuk mengikatku. Setelah aku terlepas dari jerat yang membuatku duduk manis menyaksikan kehancuran orang-orng yang aku sayangi di bawah sana. Dan dalam sekejap ruangan yang hingar bingar itu berubah senyap. Semua mata tertuju kepadaku termasuk lampu sorot yang menyakiti mataku.

Tak membuang waktu lagi, akupun melompat dari tempat yang tak terlalu tinggi dan langsung berlari menuju manusia biadab yang tak punya hati yang selama ini menjadi incaran ku. Tapi sayang, anak buahnya cukup banyak dan aku harus membabat habis pion-pion yang bertebaran di area ini sebelum aku bisa menyentuh bos mereka yang berhati busuk dan kotor.

Aku yang dibuat sibuk tapi pandanganku tak lepas dari buronan yang kini telah menyandra Rani. Dan dia berhasil kabur dengan menyeret Munaku yang terus memohon dan berteriak kesakitan. Tanpa perasaan dia menarik rambut Rani kecilku yang malang. Sementara itu Sanjuku di tawan oleh rekan King Kobra yang telah ikut menghianati Burhan.

Di satu sisi aku harus melindungi wanita yang aku cintai dan di sisi lain aku harus menyelamatkan adikku yang baru saja aku temui. Dan yang terpenting dari segalanya adalah aku harus menangkap bajingan bernama King Kobra sebagai tugas paling berat yang aku emban sekarang.
Detik terakhir keputusan mana yang harus aku ambil, tiba-tiba sepasukan polisi Dubai menggerebek tempat ini. Di antara mereka aku melihat sosok yang tak asing bagiku. "Jendral Darma??" Kebahagiaan yang tak terkira saat melihatnya. Aku meminta Sanjana pergi menemuinya dan aku akan mengejar bajingan licik yang sekali lagi membawa lari adikku di depan mataku setelah para polisi itu berhasil meringkus anak buah serta rekan-rekan King Kobra.

"Viki, aku mohon bawa kembali kekasihku dan juga adik iparku. Aku begitu merindukannya." Apa ini artinya dia mau menerimaku sebagai kekasihnya lagi setalah aku menyakiti hatinya begitu dalam?

"Aku akan membawanya untukmu. Aku akan segera kembali. Percayalah." Airmatanya menggenang dan itu membuat aku merasa semakin berdosa. Dia melangkah mundur dan kemudian berlari ke arah jendral. Beliau melihatku dan aku memberi hormat. Setelah itu aku menyusul pengecut yang berlindung di belakang gadis kecil yang lemah.

Bajingan itu menggunakan mobil dan aku mengejarnya dengan motor. Pengecut itu nyaris lolos tapi aku beruntung karena mecet memberi waktu yang cukup untuk aku menyusulnya. Namun sayang lagi-lagi dia berhasil lolos. Tuhan berkehendak lain, mobil yang dilarikan dengan kecepatan penuh itu berbelok dan menabrak sebuah gerobak yang terparkir di tempat itu.
Mobil akhirnya terbalik dengan sangat keras.

Aku menghawatirkan keadaan adikku. Raniku yang malang, dia tak bisa keluar dari mobil naas itu karena kakinya terjepit. Aku berusaha mengeluarkannya segera. Tapi penjahat kelas kakap itu behasil melarikan diri. Aku langsung mengejarnya dengan membonceng Rani yang sudah berhasil aku selamatkan.

Penjahat itu tampak seperi tikus yang sedang ketakutan. Sambil terus meminta pertolongan dengan warga sekitar yang jelas takut berurusan dengan seseorang yang sedang terluka di beberapa anggota tubuh serta wajahnya. Sampai dia terlihat begitu letih dan terjatuh di sebuah lapangan kosong.

Aku mendekatinya perlahan setelah aku menstandartkan motor yang aku gunakan dan meminta Rani untuk menungguku. Serentetan kalimat permintaan maaf juga ampunan meluncur deras dari mulutnya. Aku harus menyerahkanya kepada pihak berwenang baik hidup ataupun mati. Tapi aku ingin melampiaskan dendam yang selama ini memenuhi dadaku. Jika dia bisa berbuat kejam kepada orang lain, apakah salah jika aku juga ingin melakukan hal yang sama terhadapnya?

"Ini untuk ayahku yang telah kau bunuh!" Aku menembak lututnya dan dia mengerang kesakitan. Aku puas. "Ini untuk adik kecilku yang telah kau culik." Aku menyarangkan sebuah peluru di kaki yang satunya. Erangannya memacu hasratku untuk terus menyiksanya. "Ini untuk anak sahabatmu sekaligus wanita yang aku cintai yang telah kau sakiti dengan tangan ini!!" Kali ini peluru aku lepas di lengannya. Erangannya kembali merobek dendam yang menghimpit dadaku. Semakin aku merasakan kepuasan."Dan ini untuk ibuku yang kau buat menjadi janda dan selama ini harus mendekam di rumah sakit jiwa karena kau telah membawa pergi putrinya dan akan kau jual kehormatannya." Aku melepas tiga peluru sekaligus di tempat yang nyaris sama."Apakah ibu dan saudara perempuanmu telah kau jual juga? Dasar bajingan kau King Cobra!!!" peluruku telah habis tapi tinjuku masih lagi aku sarangkan ke wajahnya.

Sepertinya aku telah mematahkan hidungnya. Polisi tiba di saat yang tepat. Tapi sayang mereka harus menandu buronan mereka. Aku menghampiri adik kecilku yang kini bagaikan bunga yang sedang mekar. Cantik meski dalam wajah yang pucat karena ketakutan melihat kemarahanku yang aku keluarkan pada orang yang selama 15 tahun aku kejar.

Jendral Darma tiba dan dia menghampiriku dan Rani yang masih berada dalam dekapanku. Aku masih tak ingin melepaskan Raniku dari pelukanku, tapi sosok cantik yang muncul dari belakang sang Jendral membuat aku kalut. Rani melepaskan diri dan memintaku menghampirinya.

"Kau berhutang padaku 'hai Inspektur." Kalimarnya membuat aku tersenyum kikuk. Tanpa pikir panjang, aku langsung memeluknya dihadapan semua orang yang ada di tempat ini.

&&&

Aku melangkah dengan bahagia menyusuri koridor rumah sakit. Dengan diapit dua gadis cantik. Semua orang memandang ke arah kami. Hingga kami tiba di ruang dokter Sahna. Ibuku duduk dengan tenang dan tersenyum kepadaku. Kemudian berpaling kepada dua gadis di belakangku. Lalu ibu menghampiri dan memeluk mereka."Aku meminta Raniku, Vikram. Tapi kau bawakan dua Rani di hadapanku." Kamipun tertawa bahagia.

DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang