Ini adalah tahun keduaku di SMA Shinta. Aku tidak terima bahwa guru yang mengingatku adalah guru yang paling ku benci, yaitu bu Tika. Apa perlu ku jelaskan lagi? Kurasa apa yang dia lakukan kepadaku di bagian 1 & 2 cukup membuat kalian paham. Di hari pertama tahun keduaku, untuk pertama kalinya seorang cewek tersenyum kepadaku, menurutku senyuman itu tulus. Itu sudah pasti karna aku ini tampan. Tapi hanya sedikit orang yang menyadari ketampananku ini, termasuk Chika dan juga bu Tika mungkin. Haha, mereka yang menyadari ketampananku benar-benar beruntung. Sebab seseorang akan bahagia jika dapat mengetahui anugrah yang dimiliki orang lain.
Hari mulai sore. Sinar matahari senja memaksa memasuki kelas melalui jendela-jendela. Tunggu, ini jadi seperti kisah drama SMA. Aku berjalan perlahan sambil sedikit membungkuk karna kelelahan. Banyak hal yang terjadi hari ini dan aku berharap tidak terjadi hal-hal aneh seperti bertemu bu Tika di pintu gerbang sekolah misalnya. Perjalanan menuju tempat parkir terasa sangat lama. Staminaku memang sudah mencapai batasnya. Seketika setelah sampai di tempat parkir aku mengambil sepedaku. Aku sadar ada seseorang dibelakangku dan aku acuhkan saja.
"Permisi, kau menghalangi jalanku"
"Ogh?"
Aku menoleh dan kudapati seorang gadis cantik berambut panjang terurai. Dia sangat cantik, bando di kepalanya, pita merah yang melingkari kerah bajunya menonjolkan sisi imutnya. Rupanya dia siswa kelas lain. Sepertinya aku pernah berpapasan dengannya. Itu mengapa aku tahu dia siswa kelas lain. Untuk beberapa alasan aku sedikit menyukainya.
Aku tak ingin berlama-lama di tempat ini. Walau dia sangat cantik, walau dia cewek terakhir di dunia sekalipun, aku harus meninggalkannya karna aku benar-benar kelelahan. Ku kayuh sepedaku menuju rumah. Mungkin adikku sudah menantiku. Hari pertama sekolahku berakhir samapai disini. Dengan background langit kuning kemerahan tanpa adanya hembusan angin pegunungan. Benar-benar senja yang membosankan.
Pagi mulai tiba. Ku kayuh sepedaku menuju sekolahku. Udara sejuk khas pegunungan memberikan dorongan energi untuk mengayuh sepeda. Tapi semua itu hilang saat dia terlihat berdiri di depan pintu gerbang sambil melambaikan tangan kepadaku. Dengan muka datar aku mendekati pintu gerbang.
"Yo, kau tampak sehat Hendar".
"Bukannya sejak kemarin aku tidak tampak sakit".
"Ahahaha. Kau ini sungguh menarik su-hen-dar".
Apa-apaan gaya itu, gaya sok imut yang dilakukan wanita 30 tahun benar-benar menjijikkan. Aku tahu dia lajang tapi kenapa dia harus menggoda muridnya juga.
"Oh ya hendar. Kau belum menentukan ekskulmu kan?".
"Jika kau tidak memiliki ekskul maka kau akan dikembalikan ke kelas satu".
"Tidak, aku sudah menentukan pilihan. Aku akan bergabung dengan ekskul sastra. Ini surat permohonan bergabungku".
Ku berikan surat itu ke bu Tika. Dia hanya tersenyum licik seperti merencanakan sesuatu. Dan benar saja ketika jam istirahat dia memanggilku dan mengajakku ke ruang ekskul sastra. Setibanya kami di ruang sastra, disana hanya ada seorang gadis cantik. Seperti yang ku duga, gadis itu gadis yang kemarin di tempat parkir.
"Siapa dia bu?".
"Yo Riska. Perkenalkan dia adalah anggota ketiga ekskul sastra".
"Ketiga? Untuk ukuran ekskul seperti ini, hanya memiliki 3 anggota?".
"Dia sangat berisik bu, aku tidak bisa tenang membaca buku ini. Lagi pula dia tampak bodoh".
"Haha, kau benar dia memang tampak bodoh. Tapi dia ini penuh kejutan loh".
"Terserah ibu saja, aku tidak peduli".
Apa-apaan reaksi acuhnya itu. Seharusnya dia senang karna pria tampan sepertiku bergabung ke ekskul membosankan seperti ini. Sepertinya aku benar-benar salah langkah dalam mengambil pilihan.
"Nah Hendar, silahkan perkenalkan dirimu".
"Uhm, aku Suhendar Hendar. Senang berkenalan denganmu". Seperti dihipnotis aku mengikuti apa yang bu Tika katakan.
"Ok sekarang Riska cepat perkenalkan dirimu".
"Namaku Ariska Riska, aku menyesal telah bertemu denganmu".
Sial sial sial. Lagi-lagi hari ini aku sangat sial. Oh dewa keberuntungan, tolonglah diriku ini yang tak berdaya di depan dua perempuan menyebalkan ini.