Perasaan Ini Benar-benar Salah

7 0 0
                                    

"Hoamh".

"Jadi bagaimana dengan tugasmu hendar?".

"Tugas? Emm anu, aku masih belum menyelesaikannya bu".

"Hee, menangnya kenapa?".

"Aku belum memiliki teman bu". Jawabku santai.

"Hee jahat sekali kau ini. Jadi Chika dan Riska kau anggap apa?"

Aku terdiam tak bisa menjawab dan tak ingin menjawab. Wajah mengantuk bu Tika terlihat jelas. Aku sangat yakin dia begadang lagi semalam sambil menonton film. Ya aku tahu kebiasaan dia dari dirinya sendiri. Tapi wajah mengantuk itu seketika hilang ketika menggodaku dengan mengataiku jahat.

"Aku paham, ternyata kau tidak menganggap mereka hanya teman".

"Hanya? Maksud anda?".

"Kau seharusnya tau kan Hendar".

Ku harap itu bukan sesuatu yang menjengkelkan. Selama ini bu Tika sangat misterius. Harus ku akui setiap kata yang dia ucapkan mengandung makna tersendiri. Dia memang guru paling muda di sini. Tetapi usia bukanlah indikasi kepintaran seseorang. Lagi pula bu Tika cukup bijak untuk seorang guru. Walau sikapnya seperti itu, dia memiliki sisi baik yang tidak di miliki orang lain. Aku tau semua itu karna sudah setahun lamanya aku dan bu Tika sering berinteraksi.

"Oh iya Hendar, mulai sekarang aku menjadi pembina ekskul sastra. Bagaimana, keren bukan?".

"Untuk orang seperti ibu aku tidak kaget. Karna aku merasa ibu selalu ingin menempel padaku".

"Aww, untuk apa pukulan barusan?"

"Karna kau cukup lucu hendar"

Senyuman bu Tika terpampang di wajahnya. Cukup manis juga dia ternyata. Ya dia memang masih muda, tapi itu bukan suatu alasan untuk jatuh cinta pada guru sendiri. Bisa-bisa aku dicap sebagai murid yang kurang ajar.

"Baiklah bu aku akan kembali ke kelas. Jam pertama akan segera dimulai".

"Ya ya pergi sana, jaga dirimu baik-baik".

"Aku hanya berjalan di koridor menuju kelas".

"Haha, aku khawatir kau menabrak cewek cantik di koridor lagi selain Chiika".

Aku hanya tersenyum kecut menanggapi perkataan beliau barusan sambil meninggalkan ruangan itu.

Aku duduk di tempatku sambil melihat sekeliling. Aku lebih suka duduk di tempatku ketimbang berkeliling kelas seperti yang lainnya. Aku mendapati Chika juga sedang duduk tenang sambil mengobrol dengan temannya. Ternyata Chika duduk tidak jauh dari tempatku. Diam-diam di tengah obrolannya Chika melirikku. Dia hanya melirik tanpa imbuhan apa-apa, tetapi sangat sering. Seperti menyiratkan sesuatu, atau mungkin dia memang ingin menyampaikan sesuatu namun masih ragu.

Aku teringat tugas yang diberikan bu Tika. Haruskah aku mengatakannya pada Chika? Tapi tugas ini benar-benar memalukan untuk diutarakan. Walau bu Tika tidak memberi batas waktu, tapi aku rasa meski hari kelulusanku tiba aku tidak dapat menyelesaikab tugas ini.

"Hendar, kau duduk di dekatku ternyata".

"Ya begitulah".

Chika tiba-tiba menghampiriku. Suaranya yang melengking dengan pengucapan kalimat yang sangat keras memberiku kesimpulan bahwa dia gadis yang periang. Hidungnya yang tak kalah mancung dengan Riska mempertegas kecantikannya.

"Anu Chika. Apa aku boleh minta tolong?".

"Mmm, apa itu? Katakan saja. Hehe".

"S-sebenarnya".

"Lupakan saja. Kurasa aku belum siap".

Chika terdiam sambil membuka bibirnya sedikit. Wajah penuh tanyanya memberitahukan bahwa dia tidak mengerti apa yang aku katakan.

"Y-yasudah aku kembali ke bangkuku dulu ya".

Chika beranjak pergi dengan pipi memerah. Ku harap dia tidak sedang membayangkan bahwa aku ingin mengucapkan 'sebenarnya aku menyukaimu', karna jelas aku ingin minta tolong dia untuk membantuku menyelesaikan tugasku dari bu Tika. Dan dia tidak mengataka sesuatu lagi kepadaku. Tetapi setelah usai jam terakhir dia datang menghampiriku.

"Hendar, kau mau pergi ke ruang ekskul?". Chika berkata dengan penuh harap. Sudah pasti aku tidak dapat berkata tidak.

"I-iya".

"Kalau begitu ayo kita berangkat bersama-sama"

"Tunggu aku ya hendar, aku mau ambil tasku dulu".

Aku tidak mau menimbulkan gosip yang tidak-tidak, jadi aku memutuskan keluar kelas lebih dahulu dan menunggu Chika di koridor. Namun Chika menghampiriku dengan wajah sedikit kesal.

"Aku kan bilang tunggu, kenapa kau meninggalku?".

"Aku tidak meninggalmu, aku menunggu disini".

"Tetap saja kau meninggalku".

Rupanya Chika benar-benar kesal. Aku hanya diam dan berjalan di samping Chika. Perempuan itu memang rumit dan banyak maunya.

Sampai Kapan pun Kesalahpahaman Ini Benar-benar Tak BerujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang