"Loh, Hendar kenapa kau di sini?".
"Huh? Aku baru saja bergabung dengan ekskul sastra".
"Wah, kau ternyata juga anggota ekskul sastra".
Juga? Kata itu menggambarkan bahwa seseorang terlebih dahulu bergabung dengan ekskul sastra dan kesannya aku ini mengikutinya. Ya di sini ada dua anggota termasuk aku, tapi aku anggota ketiga. Jadi Chika mengibaratkan aku mengikuti anggota kedua. Tapi jika dia tau kalau aku anggota ketiga, bisa disimpulkan bahwa dia anggota kedua ekskul sastra ini. Rupanya aku benar-benar salah memilih ekskul. Haruskah aku mengundurkan diri sekarang juga?
"Anu bu Tika, saya ingin mengundurkan diri".
"Oh jadi kau ingin kembali ke kelas satu?".
"Sudahlah bu,ekskul ini tidak membutuhkan cowok aneh seperti dia. Biarkan saja dia pergi".
"Yang aneh itu justru dirimu. Gaya bicaramu saja sudah aneh".
"Hei hei sudah jangan bertengkar. Pokoknya Hendar akan tetap bergabung dalam ekskul sastra ini dan Riska kau harus bisa menerima si busuk ini".
"Byeee...".
Bu Tika pergi meninggalkan kami bertiga begitu saja. Seperti de javu saja, aku merasa pernah terjebak dalam situasi seperti ini sebelumnya. Dalam keadaan seperti ini, aku harus bisa menguasai suasana. Mungkin aku harus lebih garang.
"Grrrr..... Grrrr...".
"Kau sakit ya? Sebaiknya kau duduk dulu".
"Hmm, kau benar".
"Maksudku Chika yang aku suruh duduk dulu".
Sial, apa-apaan cewek ini. Dasar dada rata. Jika dibanding milik Chika, ukurannya beda jauh. Dasar dada rata. Apa semua cewek berdada rata itu menyebalkan? Lebih baik dia mati saja. Lagi pula apa masalahnya denganku? Kenapa juga dia harus sebenci itu denganku. Aku juga tidak merasa berbuat kesalahan fatal yang membuat dia sebenci itu denganku. Jadi dapat disimpulkan permasalahan ada di dirinya sendiri. Mungkin dia gila. Atau dia mantan penghuni rumah sakit jiwa. Lebih baik aku duduk sedikit lebih jauh dari dirinya, agar aku tidak kena masalah lagi. Dan juga aku terbiasa menyendiri, jadi di dalam ruangan berisi tiga orang dan aku duduk berjauhan dengan mereka tidaklah sulit bagiku.
"Anu, hendar. Boleh aku menanyakan sesuatu?".
"Hmm? Boleh saja".
"Kalau begitu, kenapa kau memilih ekskul sastra?".
"Karna menurutku tidak banyak kegiatan yang dilakukan di ekskul sastra, selain itu aku sedikit suka membaca jadi aku putuskan bergabung dengan ekskul sastra".
"Ooh, kalau begitu selamat bergabung".
Chika memberi senyuman manis kepada diriku. Jika dibanding dengan Riska, Chika lebih manis sifatnya. Selain itu rambut ponytailnya membuat dia lebih mengerti gaya ketimbang Riska yang membiarkan rambutnya terurai begitu saja. Ya mungkin aku bisa menyukai Chika. Tapi jika dilihat dari wajahnya, Riska tampak lebih cantik dari Chika. Hanya saja Riska lebih menyebalkan dari apa yang aku bayangkan.
"Oh iya Riska, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang?"
"Kau dengar sendirikan Chika, anggota baru kita bergabung karna mengira ekskul ini tidak banyak melakukan kegiatan. Jadi kita sambut dia dengan tidak melakukan kegiatan apapun kecuali membaca buku".
"Ehehe, sudah-sudah. Jangan dipermasalahkan dong Riska".
"Ya Riska benar, sebaiknya kita tidak perlu melakukan apa-apa selain membaca, aku juga menikmati sambutan seperti itu".
"Kau tahu sendiri kan Chika, aku di kelas lebih gemar diam di bangkuku sendiri".
"Oh, jadi kalian berdua sekelas rupanya. Pantas saja kalian saling kenal. Tapu untuk ukuran orang yang gemar duduk di bangkunya sendiri tapi dapat di kenal orang lain dan bisa berbicara setenang ini kau sangatlah hebat. Biasanya tidak banyak yang mengenal para penyendiri".
"Ya karna aku ini tampan. Itu sebabnya Chika mengenalku".
"Bukannya kita saling kenal karna kita di hukum oleh bu Tika karna kita telat akibat kita bertabrakan sebelumnya?".
"Eegh".
"Pertemuan yang seperti dibuat-buat. Ku rasa hendar terlalu sering membaca cerira romance dan merencanakan perkenalan seperti itu dengan Chika".
"Heee, tidak begitu kok Riska. Kami benar-benar tidak sengaja bertabrakan".
Yaampun. Ku harap aku bisa segera pulang dan bermain game PS fita di kamarku.