Antara Kenyataan dan Ilusi Yang Benar-benar Salah

9 0 0
                                    

"Anu, aku sangat menyukaimu. Bolehkah aku mengajakmu berkencan?".

"M-maaf ya, aku tidak bisa berkencan denganmu".

Ya seperti itu jawabannya. Kemudian beberapa bulan setelahnya aku mencoba peruntunganku dengan gadis lain. Namun jawabannya tetap sama. Sepertinya aku orang tersial di dunia ini.

"Hei hei kau tau tidak. Si hendar menembak Lia loh".

"Heee benarkah?"

"Iya. Untung saja Lia menolaknya".

"Kasihan sekali ya Lia. Aku harap aku tidak mengalami kejadian itu".

Apa mereka bodoh? Mereka membicarakanku dengan suara seperti itu. Tentu saja aku bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Apa salahnya jatuh cinta? Seburuk itukah aku sehingga mereka menghalangiku untuk merasakan cinta. Walau aku buruk tapi tidak sebaiknya mereka mengatakan itu semua. Mereka sama sekali tidak memikirkan perasaan orang lain. Orang seperti mereka tidak seharusnya hidup di dunia ini. Perkataan mereka memang mebuatku pesimis. Tapi, biar bagaimanapun aku harus menemui Lia. Aku harus mendapatkan kejelasan dari dirinya.

"Anu Lia. Bisakah kau menemuiku sepulang sekolah nanti di halaman belakang?".

"Hmm. Baiklah aku akan datang".

Aku sempat pesimis tapi dia mengiyakan ajakanku. Semoga ini pertanda baik untukku. Benar-benar membuatku berdebar-debar. Aku terus menunggu jam sekolah berakhir. Dan penantianku pun berakhir. Akhirnya jam sekolah berakhir. Aku bergegas menuju halaman belakang sekolah demi menemui Lia Amalia. Aku menunggu beberapa saat dan kemudian dia datang seorang diri menemuiku.

"Anu, Lia. Maaf merepotkanmu karna memintamu untuk kesini".

"Mmm, tidak apa-apa". Dia menjawab dengan diakhiri senyuman manis yang nampak di wajahnya.

"Anu Lia. Se-sebenarnya, sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu".

"Kalau begitu silahkan Hendar".

"Baiklah, a-aku ingin menanyakan kenapa kau menolakku?".

"A-aku benar-benar menyukaimu Lia".

"Maaf hendar. Pertanyaan yang seperti itu tidak bisa dijawab walau kau menunggu sampai dunia ini berakhir".

"Ehh...".

"Ku pikir kau bisa sedikit memahami apa yang telah terjadi. Ternyata kau tidak dapat memahaminya. Maaf tapi pertemuan ini cukup sampai di sini saja".

Lia meninggalkanku dengan sejuta pertanyaan. Sejak saat itu aku tidak pernah menyatakan perasaanku lagi ke gadis lain. Dan para gadis sepertinya mulai menjauhiku karna beberapa diantara mereka pernah ku ajak kencan. Itulah alasan yang memperkuat tingkah penyendiriku. Setidaknya menyendiri bukan berarti kalah dengan kenyataan. Tetapi hanya menjauhi hal buruk yang akan terjadi jika aku bersama orang lain yang biasa dipanggil teman.

Antara kenyataan dan ilusi. Aku terjebak diantara keduanya. Dunia yang absurd ini. Tempat melalui masa SMPku yang kelam. Ku harap mimpi buruk ini segera berakhir. Sehingga aku tidak perlu repot-repot menangisi semua ini. Ah sial, rasanya aku ingin mati dan mengutuk semua pasangan di sekolah ini hubungan cinta mereka akan kandas.

Sampai Kapan pun Kesalahpahaman Ini Benar-benar Tak BerujungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang