Kematian#2

645 41 0
                                    

Aku bergidik ngeri melihat kejadian itu. Aku segera keluar dari tempat persembunyian dan berlari menuju cowok itu. Saat aku melihat wajah cowok itu, waktu seakan berhenti. Cowok itu...

Andreas Phoenix.

Salah satu temanku saat SD kelas 6 yang juga indigo, dan dia adalah cinta pertamaku. Dulu, dia adalah bintang kelas atau mungkin sekolah karena wajahnya yang tampan, sikapnya yang baik dan juga karena dia kaya. Sekarang aku benar-benar marah, walaupun sekarang dia bukan orang yang kusuka, dia tetap temanku! Dan tidak ada yang boleh macam-macam dengan temanku, menyentuhnya saja tidak.

Aku segera mengangkat tubuhnya dan membawanya ke UKS. Walaupun, ini tidak boleh kulakukan dan aku hsrus menaati hukum kematian, tapi ini temanku. Aku akan mempertaruhkan apapun untuk membuatnya bangkit kembali.

Dan lagi pula, saat ini di New York, hanya ada beberapa anak yang mempunyai indra keenam dan anak-anak itu dikirim ke sekolah-sekolah untuk menyelamatkan atau memecahkan misteri-misteri di sekolah dengan kekuatan mereka.

"Ayolah Andreas! Kau tidak mungkin kan kalah dengan hantu bodoh itu? Dan kumohon untuk jangan meninggalkan beban-beban ini di pundakku. Walaupun aku punya teman yang bisa diandalkan, belum tentu semuanya menjadi beres" kataku padanya, saat aku sudah membaringkannya di ranjang UKS. Anak-anak yang lain berada di belakangku, beberapa sedang berdoa untuk kesembuhan Andreas dan sisanya sedang berbisik-bisik dengan teman mereka.

"Biasakah kalian semua keluar? Aku ahli dalam ilmu kedokteran, mungkin aku bisa menyembuhkannya" aku berbohong pada mereka, aku tidak pandai dalam ilmu kedokteran, tapi aku mempunyai kekuatan penyembuhan.

"Walaupun kau pandai dalam ilmu kedokteran, belum tentu dia bisa sembuh kan? Kata teman Andreas. "Kau terlalu mudah hopeless lah, berdoa untuk kesembuhannya!" Ucapku dengan tegas, dan dia pun bungkam.

"Sudahlah, lebih baik kita keluar. Biarkan Alexandria bekerja, kalau kita daritadi berbicara dan membiyarkan konsentrasi Alexandria, nanti Andreas tidak akan bisa selamat." Peter angkat bicara, mereka mengangguk drngan enggan dan meninggalkan ruang UKS, begitu pula dengan, Keisha, Annabeth, Jason, Leo dan Peter.

Setelah menunggu beberapa menit, aku melihat ke arah pintu UKS. Tidak ada siapa-siapa, akupun mulai bekerja. Aku menarik nafas lalu mengulurkan tanganku tepat didadanya.

Aku merapalkan beberapa mantra kuno, luka-luka ditubuh Andreas semakin kecil dan menutup. Aku memperban luka-luka itu agar mereka mengira kalau luka itu belum menutup sepenuhnya dan agar mereka tidak curiga, aku mengoleskan cat merah.

Aku merasa ini sudah cukup. Aku memegang dadanya, jantungnya berdetak dengan lemah. Aku cepat-cepat bertindak.

"Ηιδθπ λαη κεμβαλι! (Hidup lah kembali!)" seketika itu juga, tubuh Andreas kejang-kejang, aku mencoba untuk tidak panik. Lama kelamaan, tubuh Andreas mulai berhenti kejang-kejang, dan nafasnya sudah mulai teratur, aku menyentuh dadanya lagi. Detak jantungnya sudah mulai stabil, tinggal menunggu dia membuka mata.

Aku menunggu dengan sabar, tapi dia tidak membuka matanya. "Andreas... Kumohon buka matamu, aku tahu kau hidup. Aku yang menyembuhkanmu, dan aku... Aku melanggar hukum kematian hanya untuk menghidupkanmu kembali. Kau hsrus bisa bangun Andreas! Kau tidak mungkinkan meninggalkanku dengan beban di pundakku? Kalau kau pergi, siapa yang akan menolongku menyelamatkan orang-orang disekolah? Temanku? Belum tentu semua kerjaan bisa beres dengan lancar!" Aku hampir frustasi saat melihat kenyataan kalau Andreas masih belum bangun.

Aku memegang tangannya. Hangat. Aku menangis tanpa suara. Aku menjatuhkan kepalaku di atas dada Andreas. "Aku tahu kalau sekarang aku sudah tidak menyukaimu lagi, tapi kau sudah kuanggap teman, sahabat bahkan mungkin kakak. Jadi, kumohon padamu untuk membuka mata...hiks...hiks" aku berkata dalam tangisku.

Aku merasa tanganku digenggam dengan keras. Aku melihat ke arah Andreas, perlahan matanya terbuka. Mata biru yang kurindukan, terpampang jelas di depanku. Dia tersenyum. Senyumannya sangat memukau.

"Jadi... Kau dulu pernah menyukaiku?" Tanyanya dengan suara pelan, aku yang mendengarnya melihat ke arah Andreas. Matanya menatapku dengan tatapan menggoda, aku memalingkan pandanganku ke arah lain mencoba untuk menyembunyikan wajahku yang memerah.

"It...itu dulu!" Kataku dengan tegas, namun aku teringat sesuatu. "Kau sudah bangun dari tadi?!" Tanyaku, dia hanya terkikik. Aku ingin menjitaknya. "Kau mendengar semua ucapanku?!" Dia mengangguj sambik tersenyum kecil, pertanda kalau dia sedang menahan tawa. Aku hanya cemberut.

"Eh, ngapain kamu merban badanku?" Tanyanya, "biar semua orang tidak curiga padaku, bodoh! Kalau kau keluar dengan badan yang tidak dipenuhi luka, mereka akan bertanya padaku dan aku harus menjawab apa? Aku memakai ramuan kuno? Tidak mungkin kan? Makanya aku pakein perban dan kasih cat merah biar mereka nggak curiga. Dan untuk sementara, kau tidur disini aja dulu. Dan kalau temanmu datang, pura-puralah tidur dan jangan hiraukan mereka. Anggap mereka tidak ada. Dan setiap aku datang, aku akan langsung masuk dan memberikanmu sebuah kode. Seperti misalnya..." Aku bersiul, dan sebuah lagu yang dikenal baik oleh Andreas keluar dari mulutku. Tidak ada yang tahu lagu itu, karena itu lagu buatan Andreas untukku saat aku merasa sedih.

"Oke, bos. Bakal aku ingat baik-baik" kata Andreas sambil hormat.

KRUYUK KRUYUK

Aku menoleh kearah perutnya, dia tertawa. Aku geleng-geleng kepala, aku melambaikan tanganku dan sebuah rantang muncuk di atas meja. Aku membukja rantangnya dan terlihat bubur yang masih hangat.

"Nih, makan!" Aku menyodorkan bubur itu ke arahnya, namun dia menggelengkan kepala. Aku menaikkan sebelah alisku, pertanda aku bingung. "Suapin, bego!" Katanya dengan kesal, aku tertawa lalu menyendokkan bubur itu lalu mengarahkannya ke mulut Andreas. Namun terhenti karena aku mengingat sesuatu.

"Kau tadi menyebutku 'bego' dan sekarang aku tidak mau menyuapimu!" Kataku, dia cemberut. "Ayolah, Flo" aku menatapnya, dia baru saja menyebut nama kecilku. Sebenarnya sih bukan nama kecil, itu nama yang dipakai Andreas saat kami masih kelas 6.

"Oke oke" aku tidak tahan melihat wajahnya yang lucu itu, pertahananku goyah dan aku pun pasrah. Aku menyuapinya. Saat bubur hampir habis, seseorang masuk. Andreas langsung menjatuhkan diri di ranjang dan menutup mata. Aku hanya duduk disana dan pura-pura memakan bubur.

"Alex!" Ternyata itu Keisha, aku menoleh kearahnya. "Ada apa?" Tanyaku, "hantu itu...hantu yang mencoba membunuh dia" Keisha berhenti berbicara lalu melanjutkan. "Ingin membunuh... Rain" aku terkejut, bubur yang berada di tanganku hampir jatuh, kalau saja Keisha tidak memperingatkanku.

"Kau keluar dulu, aku akan menyusulmu!" Dia mengangguk lalu keluar dari pintu UKS. Andreas membuka matanya dan duduk, "ada apa?" Tanyanya. "Hantu yang mencoba membunuhmu, dia ingin membunuh Rain" kataku, "siapa Rain?" Andreas menatapku dengan penuh tanya. "Salah seorang teman Annabeth" dia mengangguk, lalu menyuruhku agar segera membantu.

************

Aku berlari secepat yang kubisa. Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran hantu pea itu. Aku hampir frustasi karenanya.

Aku sampai di tempat kejadian, orang-orang berkerumun. Aku menyelip diantara mereka, hingga aku sekarasng berada tepat disamping Annabeth yang sedang memeluk teman dekatnya itu.

"Rain! Kumohon bangun! Kumohon bangun, Rain!" Dia terisak, Jason mencoba untuk menghiburnya, tapi tidak berhasil. Hantu itu sepertinya menusuknya beberapa kali dijantung. Terlihat lubang besar di area jantung.

"Alex! Kumohon selamatkan dia!" Kata Annabeth sambil mengguncangkan tubuhku. Aku menggeleng lemah, dan Annabeth kembali terisak. "Jantung sudah tidak berdetak, dan susah bagiku untuk menyelamatkannya. Dia ditusuk beberapa kali di area jantung, tidak seperti cowok tadi" aku berkata dengan lemah.

Tidak adil memang. Aku menghidupkan Andreas kemali, tapu tidak dengan teman Annabeth. Namun, sebelum pergi, Andreas menyuruhku untuk tidak melanggar hukum kematiaan lagi, karena i akan berdampak buruk bagiku. Dan, aku memang tidak bisa membangkitkan Rain kembali, karena hantu itu pasti akan mencoba membunuh anak-anak lain lagi. Dan aku tidak mau itu terjadi.

"Maaf, Annabeth. Sudah terlambat untuk menyelamatkanya!"

The War [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang