lima

12.5K 990 44
                                    

Mia dapat merasakan hembusan napas hangat Nara yang membuat rambut di kulit Mia berdiri. Matanya sudah tak mampu ia buka lagi. Seluruh ototnya seolah kaku akibat cengkraman tangan sekaligus hembusan napas Nara yang menyapu kulitnya.

Oksigen, oksigen. Jantung, jantung....

Mia terus membatin sampai ia merasakan tangan Nara terlepas dari bahunya. Digantikan dengan teriakan berat dan keras yang ia sangat kenal siapa pemilik suara itu.

"NARA?!!!"

"Kak Ian?!" Mia tak mampu menahan kelegaannya kali ini. Ia melangkah maju untuk memeluk Ian yang terlihat amat garang setelah ia berhasil mendorong keras tubuh Nara, membuat cowok itu hampir tersungkur kalau saja tidak menyeimbangkan tubuhnya.

Ian tak menggubris panggilan Mia, ditariknya tangan gadis itu menuju balik tubuhnya. Seakan melindungi Mia dari kegilaan Nara.

"Lo mau apain adik gue, hah?!"

Nara masih memasang wajah datarnya. Melirik sekilas ke arah Mia yang langsung menyembunyikan wajah dibalik punggung kekar Ian. Nara menghela napas, "Gue cuma mau buat dia nurut dan gak nentang gue."

Ian makin mengeratkan pegangannya pada tangan Mia, menatap sengit sahabatnya itu seakan kini Nara adalah musuh bebuyutannya sejak lama. "Dan lo pikir, lo harus nyium dia biar mau nurut sama lo?"

Nara berdecak, kedua tangannya sudah menarik rambut ke belakang dengan gerakan penuh emosi. "Gue gak nyium dia, Yan!"

Mia makin menenggelamkan wajahnya pada Ian. Tak menyangka akan serumit ini jadinya kalau ia menentang Nara. Ada sedikit rasa bersalah pada Nara, karna akibatnya, Nara digertak habis-habisan oleh Ian.

"Gue yang liat sendiri kalo lo nyium dia, Nar!" Ian masih belum bisa mengontrol emosinya. Rahangnya mengeras, napasnya sudah tak teratur akibat emosinya yang tersulut.

Nara memejamkan matanya, berusaha sabar menghadapi Ian yang terlalu protektif pada adik jahilnya itu. "Denger, gue sengaja ngelakuin itu, biar adik lo ngerasa takut dan langsung jengah. Gue sama sekali gak ada niat nyium dia, Yan. Lo tau gue, dan gue gak bakal mau ngelakuin itu sama orang asing."

Ian terhenyak. Cengkramannya pada tangan Mia mulai melonggar, ia menatap adiknya itu dengan tatapan tak bisa diartikan. Sampai matanya kembali beralih pada Nara. "Apa yang buat lo harus ngelakuin itu semua?"

"Adik lo keterlaluan." Nara melirik sengit ke arah Mia yang langsung tergelak dari tempatnya berdiri. Matanya beralih ke tempat lain untuk menghindari kontak mata dengan Nara. Sampai cowok itu kembali bersuara, matanya menatap Ian nyalang. "Dia mau nyebar aib gue. Katanya, dia cuma bisa ngancem gue pake foto itu. Dan hanya orang keterlaluan yang ngebiarin anak sejahil dia tau aib gue,"

Ian tersontak. Merasa tersindir dengan ucapan Nara yang terakhir. Tanpa sadar, Ian menggosok-gosok tengkuknya, untuk saat ini, ialah yang menjadi tersangka.

"Jangan nyindir Kak Ian!" Mia mencibir dari balik punggung Ian. Belum berani menampakan wajahnya.

Nara menautkan alis, "Gue gak nyindir kakak lo," tatapannya beralih pada Ian, "Kecuali emang bener, kakak lo yang ngasi aib gue ke lo."

Ian makin merasa tak nyaman diposisinya saat ini. Ia ingin lenyap sekarang juga dari tatapan Nara yang notabenenya adalah sahabat sekaligus adik kelasnya. Tapi mata elang Nara terlalu tajam hanya untuk dibalas.

Nara mengangkat alisnya, "Sedikit gak ada terbesit dalam pikiran gue buat nyium adik lo yang nakalnya melebihi keponakan gue yang masih play group!"

Mia melotot, hendak protes namun dengan cepat Ian menahannya. "Dik, jangan cari masalah lagi. Cepet hapus fotonya,"

Mia menganga lebar, lalu menggeleng tegas. "Gak! Gak bisa! Lo jangan ada dipihak dia, Kak!"

Someone NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang