delapan

14.9K 931 51
                                    

Bel pulang sekolah laksana sebuah lantunan musik merdu yang memenuhi indera pendengaran murid-murid yang tengah sibuk dengan kantuk dan laparnya.
Begitu pula dengan Mia, ia baru saja terbangun dari tidur lelapnya, diakibatkan guru bahasa indonesia itu menjelasakan hal yang membosankan. Untungnya, Mia duduk di pojok belakang. Jadi, dirinya tak akan bisa dijangkau oleh penglihatan rabun si Bu Asri atau sering disebut Bu Chocochip--karna banyak tahi lalat bertebaran di wajahnya.

Semua anak masih sibuk berkutat dengan catatannya. Walaupun bel sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, tapi masih saja teman-teman Mia kuat mendengarkan penjelasan menyebalkan dari Bu Asri.

Mia menguap untuk kesekian kalinya, mengucek-ucek mata sambil menatak dagu. "Bu Chocochip belum denger bel apa, ya?"

Tasha yang tadinya sibuk mencatat langsung menoleh, menatap Mia dengan jengkel. "Udah bangun, Mbak? Kita lagi nyatet materi untuk ulangan minggu depan."

Mia hanya mangut-mangut. Ia hendak tidur kembali namun diurungkannya karena mata miliknya bertubrukan dengan mata tajam Nara. Seolah mata itu memberi sinyal 'jangan-tidur-lagi!'.

Mia memicingkan mata, membalas tatapan seolah, 'bukan-urusan-lo!'.

Mia terpulas lagi. Namun sedetik kemudian, ia mendengar suara nyaring Bu Asri menginterupsi bahwa pelajaran hari ini telah usai. Dibalas dengan helaan napas lega semua murid. Tak ada yang berteriak sama sekali-akibat pelatihannya Nara-.

Mata Mia langsung terbuka sayu, dengan lambat ia membereskan buku-buku yang tak ia sentuh dari awal pelajaran dimulai. Ia sibuk memasukan buku ke dalam tas, namun matanya memperhatikan Nara yang kini sudah berdiri di ambang pintu.

"Sst, Sha! Sha!" Mia terpekik, sengaja memelankan suaranya saat memanggil Tasha yang kini sudah menyampirkan tas di bahu.

"Apaan, sih? Lo manggil pake bisik-bisik gak jelas gitu,"

Mia meringis, ia langsung bangkit dan menyingsing ransel itu di bahu kirinya. "Gue pulang sama lo, ya?" Mia melirik sekilas ke Nara, takut-takut cowok itu akan mendengar pembicaraannya dengan Tasha.

"Eh? Serius? Kak Ian gak marah kalo lo pulang sama kita?" Tiba-tiba saja Alvea datang dengan suara kerasnya. Membuat Mia benar-benar melotot ke arah Alvea yang memang tak tahu apa-apa. Cewek itu hanya mengernyit bingung dengan perlakuan Mia.

"Ve, aduh... Lo kalo ngomong itu kecilin, dong!" Mia mencengkram bahu Alvea dengan keras dengan tangan kanannya, sedangkan jari telunjuk yang ada di tangan kirinya, ia letakan di depan mulut.

"Kenapa, sih? Kenapa lo harus pulang sama kita? Kenapa gak sama Kak Ian?" Tasha kini kembali bertanya. Dilihatnya Mia yang masih sibuk mengaduh sendiri.

"Karna Mia gak mau pulang sama gue,"

Suara khas yang mereka bertiga sangat kenal itu langsung membuat Mia, Tasha, dan Alvea menoleh dengan tatapan yang berbeda-beda. Sedangkan Mia yang sibuk menatap Nara dengan tatapan horror, Nara malah santainya berdiri di ambang pintu sambil kedua tangan dimasukan ke saku celananya.

Tasha dan Alvea langsung saja menoleh ke arah Mia, meminta penjelasan.

"Maksudnya apa? Lo pulang sama Nara?"

"Demi apa lo bisa pulang bareng dia?!"

Mia hanya bisa memejamkan mata frustasi mendengar pertanyaan kedua temannya itu. Matanya membalas tatapan mengintimidasi yang dilempar Nara dari jarak jauh. Kini ia pasrah, kuasa Nara memang lebih besar darinya.

"Resek lo, Ve!" Mia langsung mendorong bahu Alvea sebal, meninggalkan kedua cewek yang saling kebingungan itu di dalam kelas. Kini langkah Mia makin mendekat ke arah Nara. Dilihatnya Nara kini sedang memperhatikannya.

Someone NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang