duapuluh delapan

4.1K 226 69
                                    

Ian melipat lengan baju kaos panjangnya yang berwarna putih, membenahi snapback di kepalanya yang juga berwarna putih. Kemudian menyapu-nyapukan jemari di permukaan celana navy-nya untuk membersihkan debu yang menempel. Padahal tidak ada.

Beda halnya dengan Mia yang resah menunggu di antara kedua cowok yang menjepit dirinya layaknya seorang bodyguard.

"Nara lama, deh...," ini keluhan Mia yang kesekian kalinya.

"Iya, nih...," Marko menggeliat menirukan nada suara Mia yang merengek. Membuat Mia mendelik galak.

"Kak, ni buaya kenapa mesti diajak, sih?" Mia menyenggol kakaknya yang masih sibuk dengan penampilan.

Ian menoleh, "Kalo gak ada dia, Nara gak bakal diijinin buat pergi sama mamanya."

Marko mangut-mangut bangga sambil menegapkan tubuh dan melipat kedua tangan di dada. Membuat Mia berdecih.

"Kenapa, sih? Buat masuk ke rumah Nara tadi gue gak dibolehin, trus sekarang kita pergi diem-diem. Emang Tante Putri tuh kenapa?"

Marko berpikir sejenak, "Tau, tuh. Marah-marah mulu dia lagi pms kali,"

"Hus! Mertua gue, tuh." Mia mencubit pinggang Marko galak. Sontak saja Marko meringis.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Nara keluar dari ruang check-up bersama seorang dokter perempuan yang pernah dilihatnya dahulu. Mereka berbincang-bincang sebentar sampai akhirnya berpisah.

Nara tersenyum ke arah Mia, mengelus-elus pucuk kepalanya sayang.

"Sori aku lama ya, Mine. Kamu capek nunggunya?"

"Iya, ayang embeb, gak capek kok aku mah sabar," Marko manyun-manyun manja sambil mengerjap-ngerjapkan mata ganjen.

Membuat Nara dan Mia yang melihat hal itu langsung memasang wajah jijik.

"Gak nanya lo!" Nara menyahut nyolot.

Mia hanya bisa memutar bola mata malas.

"Lagian, yang ditanya Mine-nya aja, gue sama Ian engga, ya gak, Yan?" Marko menyenggol bahu Ian, membuat Ian memicingkan mata ke arah Marko.

"Gue gak butuh perhatian kayak gitu, nyet." Ian balik menyenggol Marko.

"Lo aja tuh kurang belaian," Ian kemudian berdiri, cuek.

Membuat Marko manyun sok imut lagi, sedangkan Mia tertawa puas. Dan Nara cuma diam mangut-mangut.

"Tau, ah. Gue mau pulang aja, gue dihujat mulu." Marko beranjak duluan melangkah keluar rumah sakit. Dibiarkan begitu saja oleh Nara, Mia, juga Ian.

"GUE DIIKUT SERTAKAN HANYA UNTUK DIMANFAATKAN, NJIR!" Marko menyindir dengan nada keras.

"Biarin, biarin aja udah, lagian mau pulang sama siapa. Nebengnya kan di mobil gue," Ian nyeletuk. Berjalan mendahului Nara dan Mia, ia menyusul Marko.

Nara dan Mia kemudian bergandengan menyusul langkah Ian.

"Yuk,"

Kali ini mereka berencana pergi ke pantai. Awalnya Ian berencana mengajak Nara dan Mia saja, namun karna Marko datang menceritakan sesuatu tak terduga, akhirnya Ian langsung mengajak Marko. Sekalian mendekatkan Mia dengan buaya darat satu itu.

Tidak ada tujuan apapun mereka pergi liburan ke pantai di hari Sabtu. Mumpung sekolah meliburkan para muridnya, Ian langsung terpikirkan oleh tenangnya desiran ombak pantai.

Diparkiran, terlihat Marko sudah terjongkok di samping mobil Pajero milik Ian (Ayah Ian dan Mia lebih tepatnya). Tapi Ian senang dengan mobil ini, cowok banget gitu katanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Someone NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang