Bab Delapan : Deru Kontemplasi

808 95 13
                                    

"Kamu sudah bertemu dia?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu sudah bertemu dia?"

Pikiran Adonis kembali ke tubuhnya, membuat pria itu menoleh dari tempatnya berdiri, yaitu jendela kecil yang ada di antara lukisan-lukisan kantornya. Setelah suara Elleanor menyapanya, dengan gerakan ringan, pria itu menutup jendela, membuat deru kendaraan yang bising segera teredam oleh lapisan kaca dan beton dinding.

Di meja kerjanya, tepat di kursi kerja yang besar dan bisa berputar-putar, seorang Elleanor Foster duduk santai. Sangat santai, kalau bisa dibilang. Di sebelah tangannya tergenggam gelas flute tinggi, berisi cairan merah gelap yang disesapnya seakan menyesap air biasa. Adonis melirik ke mejanya, dan segera tahu apa isi gelas itu.

Vintage Krug, yang berlabelkan tahun 1990 duduk di atas meja. Membuat Adonis segera menyesali kenapa ia tak segera mengkonsumsi benda mahal itu kemarin, atau kemarinnya lagi.

"Kamu merenung." Elleanor menunjuk Adonis dengan gelasnya. Bukan bertanya, tapi langsung menembakkan pernyataan. "Apa yang kau pikirkan?"

"Ya, aku sudah bertemu dengannya, dan tidak, aku tidak merenung." Pria itu menghela napas berat. "Grand, bukankah masih terlalu pagi untuk minum-minum?"

Elleanor tertawa, namun mengabaikan pertanyaan Adonis. "Ambilah gelas, dan minum bersamaku. Sedikit champagne yang baik cukup berguna untuk relaks, kau tahu."

Pria berambut gelap itu mendesah panjang dan mengambil gelas lain, yang lebih lebar dan pendek, sebelum menuangkan minuman itu sampai sepertiga gelasnya. "Krug lebih mengeluarkan aroma maksimal kalau kau menggunakan gelas lebar, Grand, bukan gelas flute untuk champagne."

"Sama saja." Elleanor sedikit mendengus dengan nada mengejek. "Tapi beritahu aku, Adonis. Apa yang kau pikirkan?"

"Tak ada yang khusus."

Bohong, Adonis tahu. Pikiran pria itu terus terlontar dari masa lalu ke masa sekarang, tarik-menarik sambil berusaha menemukan korelasi antar kejadian. Masa lalu dan masa kini, semuanya berbelit-belit dan saling terkait menjadi kusut. Pria itu tak bisa mengurainya. Ada yang kurang, ada potongan yang salah. Ada yang belum pas.

Pertama, ia hanya dendam pada Ginevra itu karena Bianca. Karena wanita itu merengut kekasihnya dari dunia demi memuluskan jalannya. Cara kotor, Adonis mencibir dalam hati. Tapi kali ini ia berspekulasi.

Siang tadi, wanita itu menyinggung beberapa hal yang amat mengganggu. Dengan santainya, dia mengungkapkan detil demi detil kehidupan bobroknya. Adonis tak merasa pernah bercerita pada siapapun. Ini privasi, dan seenaknya, si sialan itu mengorek segalanya.

Talking To The Moon [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang