Bab Satu : Pria Bermata Iblis

3.6K 294 251
                                    

Untuk ukuran seorang dokter, kantor pria itu pasti tampak sama sekali tak meyakinkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk ukuran seorang dokter, kantor pria itu pasti tampak sama sekali tak meyakinkan.

Dinding putih gadingnya dihiasi oleh banyak lukisan, mulai dari realis sampai surealis. Dari satu vas mawar sampai motif abstrak yang liar. Berbagai buku hanya tertumpuk asal di ujung meja kerja, bersisian dengan botol tinta dan baki kawat berisi surat. Jauh sudah kesan putih, bersih, dan steril. Pada kenyataannya, tempat itu bahkan lebih mirip galeri seni dibandingkan dengan sebuah tempat praktik.

Namun hal itu tak menghalangi seorang Elleanor Foster menerobos langsung ke dalam kantor itu dengan langkah anggunnya, membuat pria yang sedang menekuni kertas-kertasnya itu mengangkat kepala.

"Grandmama," sapa pria itu terkejut. "Oh, atau, Nyonya Elleanor saja? Apa lagi kan—"

Wanita itu mengibaskan tangannya ringan, membuat gelang-gelang emas bertabur berlian bergemerincing dari pergelangannya. "Aku tetap menganggapmu cucuku, Adonis, walaupun kamu batal menjadi menantuku."

Pria berambut hitam kelam itu bangkit dari kursi berlapis kulitnya, dan memberikan ciuman di pipi kanan dan kiri wanita itu. "Apa yang membawamu ke kantorku yang hina ini, Grand?"

Dengan luwes pria itu menarikkan tempat duduk untuk wanita yang menginjak usia senjanya itu dan mengambil tempat di seberang.

Elleanor tertawa. "Ah, tak ada yang spesial."

Adonis mengangkat sebelah alisnya. Ia tak percaya, tentu. Mana mungkin tetua keluarga konglomerat ini datang tanpa angin, tanpa hujan ke kantornya ini? Mungkin Adonis bukan seorang pebisnis, cuma dia tahu kalau seorang Elleanor Foster tak akan melakukan sesuatu yang menurutnya tak berguna.

Tapi pria itu diam saja, dan memutuskan untuk menekan tombol di ujung mejanya.

"Franda, bawakan secangkir Earl Grey ke kantorku," perintah Adonis dari interkomnya, sebelum kembali pada Elleanor. "Apa kabar dengan bisnismu, Grand?"

"Baik sekali, sangat, sangat baik." Elleanor tertawa, membuat suara renyahnya memenuhi ruangan. "Bahkan aku ragu Foster Entreprises Inc. pernah lebih baik dari ini."

"Benarkah?" Pria itu menjawab dengan hal yang sangat disukai Elleanor. Wanita itu sangat suka berbicara, dan Adonis selalu tahu reaksi yang tepat untuk mengambil hatinya. "Pewaris yang baru tampaknya sangat membuatmu puas."

Dan mungkin itulah, kenapa Elleanor menjadikan Adonis sebagai menantu favoritnya. Oh oke, mungkin lebih tepat kalau mantan calon menantu favoritnya.

"Tentu saja." Wanita itu tertawa renyah. "Dia lebih--ah, bukannya maksudku mengungkit luka lamamu, Adonis--tapi aku cukup senang ternyata takdir memilihkan yang terbaik. Bianca berbakat, memang. Tapi aku tak menyangka wanita ini benar-benar ... brilian."

Talking To The Moon [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang