Sahabat gue (Bab 2)

92 7 0
                                    

"Ifah!!"

Dia nggak menoleh, sepertinya ada yang nggak beres*

Gue pun berlari dengan cepat menghampiri sahabat gue, jika dilihat muka nya memang sangat datar.

Gue pun mulai menerawang apa yang terjadi pada sahabat gue.

mungkin dia diputusin pacar? Tapi dia nggak punya pacar.
mungkin dia kehilangan hidung nya, Tapi jelas-jelas hidungnya sedang menempel di wajahnya yang datar itu.

"Oi! Lo kenapa? Itu muka datar abis dilindas mobil? Atau lo punya masalah terus gak mau cerita?"
"Enggak. Maag gue lagi kambuh jadi gak usah banyak ngomong"

Gue narik tangan ifah, menuju ke kantin sekolah.

"Mau nasi kuning?"
"Nggak"
"Roti coklat?"
"Nggak"
"Roti pizaa?"
"Gue bilang nggak mau."

Gue terus nawarin ifah makanan-makanan termahal dikantin.

Padahal gue dan dompet gue tau kalo isinya kekurangan gizi, lebih tepatnya vitamin. vitamin A misalnya.

Ehm. Bdw ifah, gue udah sahabatan sama dia sekitar setahun. Kita udah saling tahu rahasia dan aib masing-masing.

Kita juga saling tahu gimana nanti masa depan gue dan ifah.
Yap kalo menurut gue ifah bakal jadi orang penting di bagian politik.

Karena sifatnya yang tegas bercampur humoris, mungkin dia bakal jadi cleaning service di hotel berbintang lima, bercanda.

Mungkin kalo ifah baca cerita gue ini, besok di sekolah gue bakal dimutilasi dengan ganasnya.

Kalo menurut gue, dimasa depan nanti gue bakal jadi penyanyi Internasional. Seperti Selena gomez misalnya? Atau mungkin kalo gak jadi penyanti internasional , palingan jadi biduan. Enggak, gue bercanda.

*
Gue tau kalo sekarang ifah mulai berfikir gue berubah, tapi sebenarnya enggak. Gue masih sama seperti Ana yang dulu.

Dan gue juga tau faktor faktor yang buat ifah berfikir gue berubah
Karena sekarang gue jarang nongkrong di warung temen gue sama ifah.
•Karena gue sekarang mulai deket lagi sama sahabat kelas 8 gue.
•Karena gue udah mulai nggak deket di tempat les.

Gue bakal jawab Faktor-faktor itu dengan jujur.
~Sekarang gue jarang nongkrong di warung temen karena nenek gue,yang terkenal dengan kegalakan nya. Sekarang gue dipantau buat jadi anak baik baik.

~Akhir akhir ini emang gue deket sama mereka, tapi niat gue cuma ngebantu mereka. Mereka sekarang kacau, dan cuma gue yang bisa mecahin masalah mereka. Gue juga gak tau kenapa mereka ngebutuhin gue disaat saat seperti itu. Mungkin karena paras wajah gue yang mirip dukun.

~yap, di tempat les kita udah jarang bicara bareng, ngumpul bareng. Gue biasa memergoki ifah tertawa terbahak bahak bersama eni, dan iky. Bahkan saat gue bicara dia udah nggak gubris, seperti ngacangin gue. Jadi gue berusaha kasih dia waktu.

*
Hari senin upacara, dan gue gak sarapan. Alhasil gue kejang-kejang, sesak nafas, dan hampir mati.

Disaat gue sesak nafas,gue gak bisa buka mata gue. Gue cuma bisa ngedengar kegaduhan di ruang kantor. Gue dalam posisi duduk, dan bersandar.

Tangan kanan gue memegang erat kursi tersebut mencoba menahan berat badan gue, dan tangan kiri gue di pegangin sama ifah. Gue bisa mencium bau parfumnya yang terlalu harum, dan memusingkan kepala gue.

*

"Kamu harus kuat, rasanya hanya seperti digigit semut kok."

"Arghhh, sakit bu."

"Naikkan pasien Ana ke kursi dorong dan antar ke lantai 3 kamar **"

"Ibuu!!.."

-

Titt, Titt, Titt,* Bunyi sebuah alat yang menyambung ke infusku.

Titt, Titt, Titt, Terus berbunyi....

"Ibu..?"

TO BE CONTINUED*


Ada Apa Di Balik Awan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang