Mimpi gue terlalu besar!?

577 39 3
                                    

Kebiasaan bekerja di siang hari membuat gue gak betah tinggal di apartemen dari tadi, seperti hari ini yang gue lakukan duduk di sebuah kafe tanpa tujuan, harumnya kopi dan memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang menjadi teman saat ini.

"Bisa aku duduk di sini?"
Gue menoleh

"Iya."

Seorang laki-laki dengan balutan jaket hitam duduk di depan gue.

"Aku tak tau harus gimana lagi dan harus bagaimana lagi, Ros, tapi percayalah padaku aku menyukaimu dan ingin tetap berada di sampingmu."ujarnya, tau bahwa gue tak merespon ucapanya dia menghela napas sebentar "bisakah kita seperti dulu lagi?"

Gue tersenyum miris "Kapan pak Jean pulang? Bukankah Tuan berangkat keluar negri?"

"Aku tidak berangkat tanpa mu, Rose. Ayolah kita berangkat bersama-sama dan memulai hidup baru disana?"

"Maksudmu? kamu mengajakku tinggal bersamamu?"

"Iya, kita pergi dari negeri ini kenegri terpencil, kita menikah disana dan hidup bahagia, Rose."
Ucapnya dengan menarik kedua tanganku yang berada di atas meja kemudian menggengam erat.

"Tidak bisa, bagaimana aku bisa menikah denganmu tanpa uang, Jean? Bagaimana aku biasa hidup tanpa makan? Bukankah kamu tidak bekerja lagi? Dan bagaimana kau dapat membahagiakanku tanpa uang Jean?" ucapku Tegas membuat Jean tertegun

"Tapi aku mencintaimu, Rose."

"Dan aku tidak mencintaimu, Jean." ucapku dengan menatapnya tajam

"Terus selama ini hubungan kita-"

"Patner Sex."sanggah gue, gue gak peduli ucapan gue terdengar oleh orang mengingat hari ini kafe penuh.

"Bukankah dulu kamu memintaku tuk jadi Patner sex mu, dan kamu berjanji akan memenuhi kebutuhan hidupku, sekarang kamu tidak dapat memenuhi kebutuhanku dan itu artinya perjanjian kita batal, Tuan."

"Tapi itu dulu, Rose. Kini aku menyukaimu."
Ucapnya dengan wajah sendu

"Tapi aku tidak menyukaimu, aku hanya menyukai uangmu, dan kini kau tak bekerja itu artinya kita berakhir."

"Aku dan Dea belum bercerai, dan Dea belum tau hubungan kita karena Anatan tidak memberitahu kakaknya,"Jean menghela napas "aku bisa mengambil perusahaan itu untukmu Rose, maukah kita bekerja sama?"

"Tidak, aku hanya ingin uang didepan mataku tanpa kerjasama apapun Jean, selain menemani tidurmu." biarlah lelaki ini menganggap gue murahan atau matre, walaupun kenyataannya begitu. Tapi bukankah dia yang mengajarkan gue seperti ini? Mengajarkan gimana rasanya menjadi Patner sex.

"Lebih dari uang asalkan kamu mau bersama-sama denganku."ucap Jean dengan tatapan lekat.

"Tapi aku sudah mengundurkan diri dari perusahaan itu, Tidak. lebih tepatnya aku dipecat."
Ucap gue

"Aku akan membawamu kembali kesana jika kamu bersedia-"

"Patner Sex? Iya, aku bersedia jika Tuan dapat memenuhi kebutuhan aku."

"Tidak, bukan itu yang aku mau, Rose."

"Terus apa mau mu?"

"Menikahlah denganku?" ucapnya, gue menarik tanganku dari genggamannya.

"Aku gak bisa, status Dea masih sebagai istrimu."

"Aku bisa menceraikannya Rose, jika itu mau mu setelah kita mendapatkan apa yang kita mau."

"Terus anak yang ada dikandungan Dea?"

"Aku akan menggugurkan cabang bayi itu jika itu penghalang bagi kita." ucapnya mantap membuat bulu kuduk gue meremang, sejahat inikah Jean? Ternyata kekuatan iblis tak hanya pada jiwa gue tapi Jean pun merasakan hal itu.

"Bagaimana Rose?"

****

"Sebesar apapun impian lo buat balas dendam Rose, gak akan pernah terwujud jika hati lo masih lemah dengan penghalang perasaan itu."ucap Deva yang kini sedang meraba lukisan yang terpantri di dinding sedangkan gue sibuk dengan aktivitas gue, apalagi kalo bukan nonton tom and jery dengan kripik singkong ditangan gue.

"Mereka bilang impian gue terlalu besar, tapi gue bilang ke mereka bahwa pikiran mereka terlalu kecil."gumam gue tanpa mengalihkan tatapan gue dari layar

"Sebesar apapun mimpi lo, jika lo masih memandang ke belakang. Cita-cita lo, gue yakin gak akan kesampaian." ucapnya, ternyata Deva memiliki pendengaran yang tajam juga. Oh mungkin virus dari hewan yang memiliki pendengaran tajam seperti Anjing, mungkin? Maklum Doktor hewan

"Iya iyalah harus melihat kebelakang tolol, gue bermimpi karena gue melihat kebelakang, dan karena kejadian itu gue dapat bermimpi. Walaupun gue seperti ingin mati juga."

"Bukan itu yang gue maksud, hilangkan perasaan suka lo jika lo mau mimpi lo tercapai, Rose." ucapnya yang kini telah duduk di samping gue

"Terus gue harus bagaimana?" tanya gue polos, dan gue rasa Rose yang dulu sudah tergantikan dengan Rose yang bodoh

"Lo ingin tetap melanjutkan mimpi lo?" tanyanya menatap gue lekat, sedangkan gue hanya mengangguk "bunuhlah perasaan lo padanya, dan beranikan diri lo tuk balas dendam trang-trangan seperti apa yang lo lakukan pada Duck."

"Aku sudah melakukannya, Dev." gue menyimpan satu toples kripik yang tadi dipangkuan gue ke meja
"Gue sudah mencoba membuat dia berhalusinasi dengan cara memberinya obat dari lo, terus secara tidak sengaja gue juga udah nyakiti kakaknya dengan berselingkuh dengan kakak iparnya, bukankah itu juga termasuk balas dendam? Karena gue udah nyakiti perasaan kakaknya otomatis dia juga tersakiti, tapi entah kenapa dia tidak bisa seperti Duck menempati rumah sakit jiwa? Apakah aku masih kurang padanya?"
Ucap gue, dan semua yang gue lakukan pada Anatan gue rasa sudah penuh tapi kenapa Anatan tidak gila seperti Duck, balas dendam gue untuk membuat mereka gila dan kenapa Anatan belum juga memasuki rumah sakit jiwa padahal gue sudah berusaha sekuat tenaga agar Anatan benar-benar gila, dan Malik? Gue lupa kemana dia? Apakah dia mencintai Viola? Tapi kenapa dia tidak berusaha untuk mencari dan membebaskan Viola? Percuma dong gue sekap Viola sudah hampir enam hari. Ataukah Malik tidak mencintai Viola? Mengingat dia badboy kampus dulu, kalo itu terjadi? Hah? Malang sekali nasib Viola sedangkan gue belum tanda-tanda ingin membebaskan cewek itu.

"Ruangan ini di kunci." ujar Deva membuat lamunan gue buyar seketika itu juga. Gue lirik Deva yang kini memegang knop pintu kamar tempat gue menyekap Viola.

"Itu kamar rahasia, kemarilah itu sangat anti untuk lo." ujar gue

"Lo lagi-lagi menyembunyikan sesuatu dari gue, coba cerita ke gue dan buka pintunnya." perintahnya dan itu menyebalkan, sifat Deva yang melekat padanya adalah kepo dan suka memerintah.

"Nanti kapan-kapan aja."

"Rose?" mata tajam Deva menatap gue dalam, membuat gue gak bisa berbuat apa lagi jika melihat mata Deva menajam.

"Oke oke."

Adakah yang menunggu cerita ini? Masa bodo ah ada, gak ada juga yang terpenting gue pengen nulis aja
Tapi gue minta maaf karena updatenya lama dan makasih bagi kalian yang kasih cerita DS ini Voment.

Oke dah hug&kiss buat ente ente para Readers. Dan jangan lupa jangan jadi silent Readers.

Deamon SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang