Cinta

653 39 13
                                    


Anatan terkulai lemas di sofa cream di ruangannya. Gue hanya tersenyum melihat itu, Malik tidak jadi membawa Anatan ke doktor karena Anatan anti dengan rumah sakit.

Anatan menoleh pada gue yang kini berdiri mematung setelah menaruh obat didepannya,

"Maaf Tuan saya harus kembali bekerja."

"Sejak kapan lo panggil sohib gue Tuan? Menggelikan."cibir Malik, gue lupa bahwa mahluk kasar ini masih berada di ruangan ini.

Tanpa memperdulikan omongannya gue kembali ke meja kerja gue. Biar Malik yang memberi obat pada Anatan.

****

Satu hari berlalu Malik tidak datang kekantor untuk membuat darah gue naik, dia cuma mengancam gue kalo gue tidak melepaskan Viola dia bakal bunuh adik gue dikampung, ancaman menjijikan dan gak level masalahnya gue gak peduli dengan Ayah dan Ibu tiri gue, mau mati juga terserah, itu juga berlaku pada adik gue Semi, terserah Malik mau bunuh Semi, gue gak peduli.

Hari ini gue pulang jam 8 malam, kantor sangat sepi, dari koridor mula aura dingin mulai terasa, gara-gara lembur jadi pulang malam gue, ah... Rasanya pengen cepat pulang keapartemen mandi air panas di bahtub.

Ting

Pintu lif terbuka, gue terkejut saat Anatan bersadar di mobil gue.

Ia menoleh menatap gue tersenyum.

"Kenapa Tuan bisa disini? Bukankah anda masih diruangan  tadi?" tanya gue bingung takut kalo mahluk itu bukan Anatan tapi hantu, Shit tidak Rose, lo gak boleh takut hantu.

Anatan menyimpan I-phonenya pada saku celananya"Menunggu sekertaris saya, ah... Terlalu formal banget, Rose."

"Saya harus pulang, Viola menungguku."

"Viola sudah 3 hari tidak masuk kantor, apa dia sakit?"

Gue mengangguk mengiyakan walau bohong.

"Baiklah kamu boleh pulang, tapi bisa kita bicara sebentar?"

"Baiklah."

Dia tersenyum. "Ikut aku." gue geli melihat Anatan dari tadi tersenyum, apa efek obat yang gue kasih membuat dia doyan tersenyum dan lebih parahnya lagi efek itu meyengat pada tubuh gue seperti virus, dan itu menyebalkan.

Kini kami berada di sebuah tepi danau buatan yang sangat indah, gue baru sadar hal itu. Anatan membalikan tubuhnya menghadap gue membuat tubuh gue kaku entah sejak kapan gue seperti ini? Tubuh gue merasakan sesuatu yang Aneh dan gue tak bisa mendeskripsikan seperti apa itu, tapi yang jelas sangat aneh.

"Apa yang di ucapkan Malik kemarin itu benar? Aku tidak akan marah kalo kau jujur." ucap Anatan, gue tersenyum kecut ternyata dia bawa ketempat yang sangat indah tapi hanya ini yang ia bahas.

" yang di ucapkan Malik benar, gue menyekap Viola? Gue mengajak main Viola seperti dulu kalian ajak gue main."
Gue menatap Anatan tajam. "Karena gue benci kalian."

Anatan mendengus kemudian terkekeh "Gue mengerti, lo benci pada kami, dan gue minta maaf, Rose."

Apa hanya minta maaf dong? setelah menghancurkan hidup gue dan hanya kata maaf doang yang terlontar dari mahluk itu, terus ke tiga kawannya mana? Apa mereka minta maaf pada gue? Tidak bukan?

Gue tertawa melihat raut muka Anatan sendu, iya mungkin dia menyesal tapi tidak dapat merubah keinginan gue untuk balas dendam.

"Maaf? tidak ada kata maaf dalam buku hitam gue, sori." gue pun membalikan badan dan beranjak pergi dari hadapanya.

"Aku mencintaimu Rose, sangat mencintaimu, bisakah kau hentikan ini semua?" kata Anatan membuat gue membatu dengan kata cinta yang baru saja gue dengar, perasaan tegang menjalar diseluruh tubuh gue.
"Ijinkan aku mencintai_"

"Kita berbeda Anatan, lo musuh gue, tidak mungkin lo mencintai  gue, dan_"gue menggigit bibir bawah gue, karena gue juga menyukai lelaki itu, tapi gue gak bisa, sungguh kata cinta itu hanyalah kenangan bagi gue.
"Hentikan omong kosong ini dan hancurkan perasaan lo pada gue, dunia kita berbeda, Anatan." sambung gue dengan menahan air mata, Shit Rose hentikan semua ini.

"Kalo begitu ijinkan aku masuk keduniamu, Rose. Aku berjanji akan bertanggung jawab untuk semua yang telah terjadi." kata Anatan.

Ingin gue berbalik melihat wajahnya, namun otak gue tidak sejalan dengan hati gue. Dan entah kenapa satu bulir air mata sialan itu keluar juga dari mata gue, sialan

Gue menyeka air mata di pipi gue."Lupakan." ucap gue dan pergi dari hadapannya.

****

Senang, benci kini yang gue rasakan

"Malam Vi, maaf telat lagi." gue menaruh makanan di depan Viola. Gue lihat kini Viola sangat kusut dan lemah tidak berontak seperti hari kemarin mungkin sudah bosan.

"Vi, dia mengatakan cinta pada gue. Gue tidak bisa menerimanya walaupun gue juga mencintainya." ucap gue yang kini duduk di depan Viola, sedangkan Viola menatap gue tanpa bergerak sedikitpun, tangan dan kakinya di ikat dan mulutnya di sumpel kain.
"Dia menyuruh gue untuk menghentikan ini, apa lo gak merasa aneh, dia bilang mencintai gue dan menyuruh gue menghentikan semuanya, ia terlalu egois, dia menyuruh gue berhenti dengan memberi gue iming iming kata cinta." gue menyeka air mata dari pelupuk mata gue.

"Gue rasa ucapan dia bohong, dia mengatakan cinta agar gue berhenti dari buku hitam gue, tapi sejak dia datang, perasaan  yang dulu gue pendam datang lagi, perasaan yang selama ini gue belajar tuk melupakannya dengan di gantikan oleh dendam dan benci, gue_" gue gak bisa melanjutkannya karena kenangan masa lalu dalam ingatan gue terulang kembali. saat gue berusaha tegar dan melupakan semua penderitaan karena gue menyukai lelaki terpopuler di kampus gue, menyukai lelaki yang selalu membuly gue, gue ikhlas dengan perlakuan dia dan teman-temanya pada gue tapi saat kejadian pemerkosaan itu, gue terasa dunia hancur berkeping-keping, gue berusaha menghapus perasaan cinta dengan benci, dan berusaha untuk membuat mereka hancur.
"Gue mencintainya Vi, apa yang gue harus lakukan?" kini air mata gue sukses meluncur dari pelupuk mata gue, gue bingung kenapa perasaan itu datang lagi?
"Vi hiks... Ap-a yang gue harus lakukan hiks." gue terisak menangis, gue sungguh binggung gue mencintainya tapi dendam gue masih menunggunya.

Gue menyeka airmata gue. Dan mengeluarkan pistol Revolver model 637-2 Airweight, mata Viola menajam melihat gue mengeluarkan pistol kesayangan gue yang udah gue timbun 3 tahun yang lalu.

"Ini bukan untuk mu Vi, ini untuk lelaki bajingan yang menghancurkan kehormatan gue." gue mengelus pistol gue penuh sayang

"Duck, Anatan, Alex dan Malik. Menurutmu siapa? Siapapun itu, gue harus rela melakukannya."
Guepun membuka mulut Viola.

"Rose, sadarlah." ucap Viola lirih

"Enggak bisa Vi, gue gak bisa. Jika pistol ini tidak mau membuat Malik lo mati, lo harus diam dan turuti permainan gue Vi."

"Hentikan Rose."
Gue tertawa sepuasnya berharap perasaan gue pada Anatan pecah berkeping-keping
"Makanlah, Vi." ucapku dan pergi dari hadapanya.

Deamon SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang