17.Awal

354 15 1
                                    

Aku segera menaiki bus begitu bus sudah datang. Di perjalanan, aku termenung mengingat permintaan Angga tadi.
Mengenai permintaan Angga, itu sangat gila. Mana mungkin aku bisa melepas Kevin begitu saja walaupun sebentar. Apalagi melepaskannya untuk kembali pada mantan pacarnya. Aku terlalu menyukainya dan ingin dia tetap berada di sisiku.

Lamunanku hilang begitu hpku bergetar. Kulihat Kevin menelponku.

K: Halo Pev
P: Halo Kev, kenapa?
K: Dimana?
P: Umm..  lagi di jalan ke rumahmu
K: Okee, kukira kamu nggak jadi datang
P: Jadi kok, tunggu sebentar ya
K: Iya.. kutunggu

Begitu selesai menelpon, aku menghembuskan nafasku dengan kencang. Berharap pikiranku yaang tidak penting dapat terhapus begitu saja.

" Lo denger gue gak Pev? " tanya Kevin. Sekarang aku dan Kevin sedang belajar bersama di perpustakaan rumah Kevin. " Eh? apa? ". Beginilah aku kalau terlalu memikirkan suatu hal. Jadi kurang fokus untuk belajar.

Kevin menggeleng-gelengkan kepalanya. " Kamu pasti terlalu banyak berpikir " ucapnya. Dia menatapku. " Oke, lebih baik belajarnya nanti dulu " dia mencubit pipiku pelan dan menatapku lekat-lekat. Aku melepaskan tangannya dari wajahku dan mengalihkan pandangannya terhadapku.
" Jangan tatap gue kayak gitu ah! " seruku. Kevin tertawa kecil. Lalu ia melipat tangannya di dada dan bersandar di sandaran kursi yang ia duduki.
" Pev, kalo ada sesuatu yang memberatkan lo, lo bisa kok cerita ke gue " ujarnya. Aku menggeleng, " masalahnya, gue terlalu mikirin lo dan itu enggak bisa gue ceritain " kataku.
Kevin melongo, " oh ya? lo mikirin gue? mikirin apaa? " tanyanya. Aku menggigit bibir. " Banyak... rasanya banyak banget sampai-sampai gue nggak bisa mikirin yang lain " jawabku.
Kevin tersenyum lebar, " berarti lo perhatian banget ya sama gue ", " makasih Pev, gue senang, ternyata bukan gue aja yang mikirin lo " tambahnya. Perlahan dia merangkulkan tangannya di bahuku.
Aku tersenyum namun senyumanku memudar ketika mengatakan, " kalo misalkan aku tidak muncul dihadapanmu saat kamu putus dari Ann..., apa yang terjadi selanjutnya ya? " ucapku. Kevin terlihat sangat terkejut, " kok kamu ngomongnya kayak begitu? " tanyanya.
Aku mengangkat bahu, " aku hanya mau mendengar jawabanmu ". Kevin mengerutkan dahi. Ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya, " tentu saja gue enggak tau gimana caranya buat ngehadapin Ann ", " dan nggak tau gimana caranya buat ngelupain Ann " lanjutnya. " Jadi kamu sekarang udah lupain Ann? " tanyaku. Kevin tertawa kecil, " hahaha, ya iyalah, sekarang itu dihatiku cuman kamu " jawabnya. Aku menatap mata Kevin. " Lo lagi nggak usaha buat bohong kan? " tanyaku memastikan. Kevin menggeleng, " serius " jawabnya. Entah kenapa, aku merasakan Kevin tidak mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Tapi.. Dia sedang berbicara serius denganku. Benar-benar serius. Kenapa aku merasakan seperti itu ya?. Aku memecah keheningan kami dengan melihat jam tanganku, " udah jam 5.30 sore, aku harus pulang " ujarku. Kevin beranjak dang membantuku membereskan buku-buku ku, ia memasukkannya ke dalam ranselku. " Mau ku antar? " tanyanya. Aku menggeleng, " aku naik taksi aja, nggak terlalu jauh kok ". Kevin merengut, " gue maksa lo". Aku menatapnya dan tertawa pelan, " iya deh, kalo pemaksaan mah lo jagonya " sahutku. Begitu keluar dari ruang perpustakaan, aku berhadapan dengan ibu Kevin.
Dengan canggung aku menyapanya dengan sopan. " Halo tante, saya Pevita" sapaku. Ibu Kevin tersenyum, " oh halo, kelihatannya aku baru bertemu dengan temanmu yang ini Kevin " balasnya. Kevin menyenggolku, " iya ma, Pevita dan aku habis belajar bersama " kata Kevin. Aku berharap kecanggunganku dengan ibu Kevin bisa menghilang. Ia menatapku. " Pacarmu?? " tanyanya. Aku hanya bisa menggigit bibir. Apa yang akan Kevin katakan ya?. Aku memang ' belum ' berpacaran dengan Kevin, tapi aku juga berharap Kevin bisa menjawab ' iya '.
" Iya ma, dia pacarku " jawab Kevin. Rasanya hatiku meledak saat mendengarnya. Entah apa yang ia akan katakan nanti, tapi perkataannya saat mengatakan ' dia pacarku ', itu sukses membuatku berdebar kencang.
Aku hanya tersenyum-senyum. " Wah, sepertinya dia pacarmu yang pertama ya?, senang bertemu denganmu Pevita " ucap ibu Kevin. " Iya tante " kataku. Tunggu dulu, pacar pertama? Ann bagaimana?.
" Ma, kami pergi dulu ya. Aku mau mengantar Pevita " pamit Kevin. " Iya tante, aku pulang dulu " pamitku sambil mencium tangannya. Ibu Kevin tersenyum, " iyaa, sering main kesini ya Pev " katanya sambil melambaikan tangan. Aku mengangguk dan mengekor Kevin menuju mobilnya.

" Ibumu cantik deh " kataku begitu Kevin melajukan mobilnya. Kevin tertawa, " ahahaha.. akan kusampaikan padanya ". Kembali hening.
" Pev, gue lupa bilang, kalo lo itu cewek pertama yang datang ke rumah gue " ucap Kevin. Aku menatapnya, " oh ya?? terus  Ann? " tanyaku. " Hmmm.. mama nggak pernah tahu aku dan Ann pacaran, dia hanya tahu kalau kami sahabat dan Ann tidak pernah ke rumahku " jawabnya.
" Kenapa? " tanyaku lagi. " Hmm.. dia tidak mau " jawab Kevin. Kembali hening.
" Pev, aku menyayangimu, mau jadi pacarku? " tanya Kevin tiba-tiba. Aku terdiam membeku dan terkejut.
Kevin memintaku untuk jadi pacarnya???, astaga. " Aku sudah bilang pada mamaku kalau kamu itu pacarku dan sekarang aku ingin kamu jadi pacarku " lanjutnya. Dia masih fokus terhadap jalanan.
Aku masih diam tidak menjawab. Aku bingung apa yang harus kukatakan, ini pertama kalinya aku diminta seseorang menjadi pacarnya. Kevin menepikan mobilnya. " Kok kamu enggak menjawab? aku sangat menantikan jawabanmu " dia menatapku lekat-lekat.
Aku sangat yakin wajahku sangat merah. Aku mengangguk pelan. Kevin tertawa, " jangan melakukan gerakan tubuh, jawablah, aku ingin kamu sendiri yang mengatakannya ". Kevin mendekatkan wajahnya ke arahku dengan senyuman jahilnya yang menawan.
Astagaaa rasanya aku malu sekali. " Jangan melihatku seperti itu iihh " desisku. Kevin malah memperdekat wajahnya ke wajahku, " kamu bilang apa? " ucapnya dengan senyuman jahil yang masih terukir manis di wajahnya.
Aku menutup wajahku yang sangat memerah. " Aku mau, dan aku terlalu bingung untuk menjawabnya karena kamu adalah yang pertama " kataku dengan lantang namun wajahku masih kututupi dengan kedua tanganku.
Kevin tertawa, " kamu lucu " ucapnya. Bisa kurasakan belaian dari tangannya di rambutku. " Jangan menyentuhku, aku malu " kataku. Kevin tertawa lagi dan menyingkirkan tangannya dari kepalaku. Aku masih menutupi wajahku karena aku sangat malu untuk menatap Kevin. Perjalanan ke rumahku terasa sangat lama, padahal aku sangat yakin kalau sebentar lagi kami akan sampai.

" Pevitaa, bangun " bisikan itu terdengar. Itu suara Kevin??. Astaga aku tertidur. Perlahan aku membuka kedua mataku. Kutatap Kevin, dia terlihat sangat senang sekali. " Udah sampai rumah? " tanyaku. Kevin mengangkat bahu. Aku melihat keluar dari kaca mobil. " Astaga Kevin, ini jam berapa? aku tertidur berapa lama? " tanyaku. Kevin tersenyum tipis, " kamu tidur lamaa banget pengen aku bangunin cuman aku gak tega banguninnya " jawabnya, " sekarang jam 7 malam ".
Aku memerjapkan kedua mataku, " sebelum aku tidur kita ngomong apa? " tanyaku lagi. " Aku minta kamu jadi pacar aku " jawab Kevin singkat.
Seketika aku langsung tersadar. Wajahku memerah. " Terus ini dimana? " aku mengubah topik dengan cepat.
Kevin menggeleng-gelengkan kepalanya, " kamu lupa? ini termasuk tempat romantis " katanya. Aku menyipitkan mataku dan mengingat sesuatu, " ah...!! taman kota? " ucapku. Kevin mengancungkan jempol, " seratus, dan aku mau minta kamu jadi pacarku untuk kedua kalinya ". Aku mengerutkan dahi.
" Yang di perjalanan tadi nggak dihitung, aku mau lebih serius daripada yang tadi " ujarnya, " kamu lihat dari mobil aja, ada sesuatu yang mau aku tunjukkin ". Dia keluar dari mobil dan berdiri di depan mobil sambil membawa sketch book lalu menuliskan sesuatu dan menunjukkannya:

Aku menyayangimu Pevita

Dia menulis lagi lalu membalikkan lembar selanjutnya, yang bertulis :

Aku ingin kamu jadi pacarku :)

Dia kembali menulis dan membalikkan lembar selanjutnya.

Aku harap kamu tidak menolak dan menerima bunga di belakangmu!

Aku melihat kebelakang. Di jok belakang, tepat di sebelah tasku terdapat sebuket mawar putih berukuran kecil. Aku menoleh kembali ke arah Kevin di depan yang sudah memperlihatkan tulisan lainnya :

Kamu jangan membuatku kelamaan menunggu, di sini dingin :(

Aku menahan tawa melihatnya. Mataku berkaca-kaca, ini sangat mengharukan. Aku berbalik dan mengambil buket itu. Kevin melihatnya dan tersenyum. Ia memasuki mobil dan menatapku.
" Terima kasih Pev " ucapnya. " Kembali " sahutku. Kami saling menyunggingkan senyuman. Setelah itu Kevin memelukku singkat.
Lalu kami tertawa bersama. Mungkin yang Kevin lakukan hanya suatu hal yang sederhana, tetapi itu sangat berarti bagiku.






Cerita belum selesai!! Stay tune! :)






Love.HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang