20.Krisis

298 16 2
                                    

Kevin tidak menelponku lagi hari itu. Dia bahkan tidak memberiku kabar kenapa dan mengapa. Sama sekali tidak. Ingin sekali kutanyakan tapi aku punya prinsip, laki-lakilah yang harusnya seperti itu.
Dan Kevin mengabaikanku di sekolah. Untung saja kami sama-sama sibuk mengerjakan tugas dan praktik akhir, jadi aku tidak perlu untuk terlalu memikirkannya. Ku ulangi, dia mengabaikanku. Tapi tetap saja, itu menyakitkan. Setidaknya ia harus menyapaku di sekolah dan melanjutkan pembicaraan yang ingin ia katakan sebelumnya. Aku tidak mau berpikir tidak-tidak dari Kevin. Mungkin dia sibuk dan kami juga sibuk. Mungkin dia ingin memberiku sebuah kejutan. Mungkin moodnya sedang jelek. Mungkin saja, aku tidak tahu. Tapi sekarang aku berharap Kevin bercanda denganku tentang ini, karena kalau ia bercanda aku tidak perlu cemas akan sesuatu hal yang akan menimpa hubungan kami. Apalagi perkataan Angga terus terngiang di kepalaku, Andaikan Kevin kembali pada Ann, apa yang kau lakukan?. Apa Kevin kembali pada Ann? apa itu benar?. Itulah yang kupikirkan.

Seminggu sudah berlalu. Dan Kevin benar-benar mengabaikanku. Awalnya aku kaget, tapi lama kelamaan aku tidak terlalu kaget, malah seperti biasa saja. Yah sedikit. Emm tidak, aku berbohong.
" Eh itu Kevin " Lisa menyikutku. Saat ini kami sedang duduk di kursi penoton gymnasium, seluruh kelas 12 akan melakukan ujian praktik. Aku bisa melihat Kevin yang sedang meneguk minuman soda di pinggir lapangan, kelas 12-2 akan melakukan ujian praktik.
Aku diam saja dan menatap Kevin lalu mendengus. " Dia baik-baik saja, memangnya kenapa? " sahutku ketus. Ya, Kevin terlihat baik-baik saja di saat mengabaikanku.
Lisa mengerutkan dahinya, " lo kok gitu? enggak mau baikan? " tanyanya. Aku mengangkat bahu, " memangnya kami bertengkar? ngapain perlu minta maaf " jawabku.
Lisa menghembuskan nafasnya, " lo tuh emang baru banget ya pacaran " ucapnya. " Lo masih suka enggak? ".
Aku merengut, " apanya? ".
" Suka sama doi maksud gue " Lisa mendesis.
Aku berpikir. " Mm.. yah masih lah ".
" Masih sayang? ".
" Masih dong Lis "
" Pertahanin dong " Lisa melipat kedua tangannya. " Apasih Lis, gue sama Kevin tuh biasa-biasa aja ". " Kami enggak bertengkar " kataku.
" Bohong " ujar Lisa. " Lo nggak usah bohong, kenapa sih sebenarnya? ".
Aku menghela nafas, " oke gue bohong. Dia diemin gue selama seminggu " kataku.
Lisa membesarkan matanya terkejut, " beneran diem aja? serius? " tanyanya. Aku mengangguk.
" Wah! itu cowok kok brengsek, seenaknya aja cuekin lo " ketus Lisa.
" Kalo gue jadi lo, udah gue tinggalin walaupun masih sayang " lanjutnya.
Aku melongo, " brutal juga lo Lis ".
Lisa mengangkat bahu, " yah, begitulah " ucapnya datar. " Tapi kalo lo sih gue gatau deh, menurut lo aja kayak gimana, kalo mau pertahanin ya perthanin ". Lisa menepuk bahuku.
Tentu saja aku mau pertahankan hubunganku dengan Kevin yang masih baru. Apalagi aku sangat menyayanginya dan juga menyukainya. " Gue ke toilet dulu ya " Lisa beranjak dari tempat duduknya. Aku mengangguk.
Kulihat lagi Kevin yang sedang tertawa bersama temana-temannya sambil melemparkan bola volly. Dia terlihat sangat baik-baik saja. Seperti tidak ada apa pun.
Berubah. Itulah yang bisa ku dekskripsikan mengenainya sekarang.
Lisa kembali dari toilet dan duduk di sampingku. " Kalau enggak pake ini, gue bakal susah buat main volly " dia menunjukkan contact lens yang sudah melekat di mata coklatnya itu. " Iya, entar kacamata lo jatuh lagi " ujarku setuju.
" Gimana? lo udah mikirin? " tanya Lisa. Aku mengangguk, " gue mau pertahanin Lis " jawabku. Lisa mangut-mangut.
Alasannya singkat. Aku menyayanginya dan dia cinta pertamaku. Memang menyakitkan saat dia mengabaikanku. Tapi tetap saja, aku menyayanginya dan menyukainya. Aku masih berharap dia saat Kevin mengabaikanku, itu adalah candaan. Seperti saat itu.

" Sekarang, gimana cara lo buat pertahanin? " tanya Lisa lagi. Aku menggaruk rambutku yang sebenarnya tidak gatal. " Entahlah, gue masih nggak tau gimana, mungkin membicarakannya baik-baik nanti " jawabku.
Lisa mangut-mangut. " Gausah dipikirkan banget. Bilang aja lo sayang sama dia, dia juga pasti ngerti " ucapnya.
Aku mengangguk. Bunyi pluit dari mr.Owen pun terdengar. " Kelas 12-3 saatnya praktik! " serunya dengan lantang. Kami sekelaspun berbaris dengan rapi menuju lapangan. Gavin menghitung jumlah siswa. " Kirana nggak masuk.. hmm total 30 " gumamnya. Oh iya, Kirana nggak masuk. Aku baru sadar.
Kusenggol Lisa yang berdiri di sebelahku, " Kirana kenapa nggak masuk? " tanyaku. " Nggak tahu, tanpa keterangan " jawabnya. Lisa berbisik,
" Lihat! Kevin menuju dirimu, mungkin akhirnya dia sadar tentangmu ". Aku menoleh ke arah yang Lisa katakan. Disana aku bisa melihat Kevin dengan Leo yang berjalan sambil mengobrol. Dan dia menuju ke arahku!. Aku tersenyum tipis menatapnya begitu melewati belakangku. Tunggu dulu... sepertinya.. Dia tidak menatapku, dia sepertinya sibuk mengobrol dengan Leo. Dia sama sekali tidak tersenyum ke arahku. Dia benar-benar mengabaikanku.

Aku membalikkan wajahku ke depan dan mendengarkan intruksi dari mr.Owen. Tidak fokus. Itulah yang kurasakan. Jujur saja, hatiku sangat sakit. Ingin sekali aku menangis.
" Dia nggak melihat mungkin " hibur Lisa sambil menepuk punggungku pelan. Aku mengangguk. " Iya.. mungkin " kataku pelan dan tersenyum tipis.

" Oke, kalian hebat kelas 12. Kerja bagus! Besok akan ada penilaian lagi, jadi yang belum praktik hari ini bisa dilaksanakan besok " mr.Owen memberi pengumuman di akhir praktik. Kami semua bertepuk tangan. Beberapa ada yang menuju ruang loker untuk mengganti baju. Aku dan Lisa sepakat untuk mengganti baju saat ruang loker sudah 'agak' sepi.

" Santai aja Pev, tidak usah terlalu dipikirkan " Lisa tersenyum.
Aku masih mengingat hal tadi. Berkali-kali juga Lisa menghiburku untuk tidak terlalu memikirkannya. " Beli minum yuk? " Lisa menunjuk drink machine di pojok gymnasium. Aku melihatnya. Di dekat situ ada Kevin dan teman-temannya. Aku menggeleng. " Lis, lo tau kan perasaan gue sekarang? " ucapku. Lisa mengangguk. " Gue tau, cuman gue nggak bermaksud buat ke situ oke?, gue benar benar pengen beli minum, gue mau beli air mineral " katanya. Aku menghela nafas, " oke, ayo " ucapku.
Kami menuruni tangga di bangku penonton dan pergi menuju drink machine. Aku menatap Kevin sekilas. Dia sibuk berbicara dengan temannya, tidak melihat diriku di depan matanya.
Lisa memasukkan uang kertas lalu memencet tombol minuman yang akan ia pilih. Setelah minuman itu keluar, dia mengambilnya. " Yuk " katanya. Aku mengangguk dan berbalik. " Aw " lirihku. Sepertinya aku menabrak seseorang. Buru-buru aku memundurkan badanku. Aku menabrak laki-laki tinggi. Dan dia orang yang sangat kukenal. Dia Kevin.

" Ma..af " kataku sambil menghindari untuk menatapnya. Lisa sepertinya juga terkejut. " Ha.. yah " ucapnya ogah-ogahan. Apa?. Aku melotot. Dia terlihat asing. Nada suaranya juga. Dia benar-benar berbeda. Sangat asing.
" Minggir " dia menabrak bahuku lalu menuju drink machine. Aku sangat terkejut. Dia berubah. Lisa menarik tanganku, " yuk Pev " . Kami menuju kursi penonton. Aku benar-benar kaget. Tidak bisa mengatakan apa-apa. " Sialan. Lo mending putus aja sama tuh orang. Kayaknya lo dimainin deh " ketus Lisa, " brengsek, gue emosi. Ngapain lo pertahanin, lihat gak pas dia bilang minggir? lihat gak ekspresinya? ". Aku masih diam membeku.
" Rasanya pengen gue tampar deh " tambah Lisa sambil meneguk airnya.
Kenapa? kenapa?, itulah yang bisa ktanyakan pada perasaanku.
" Cukup Lis " ucapku. " Gue mau pertahanin. Gue gak mau putus dari Kevin " lanjutku. Lisa melotot, " sakitin perasaan lo sendiri tau gak sih Pev " desis Lisa.
" Gue tahu " ucapku. " Cuman, nggak begini caranya ".
" Kevin harus cerita ke gue sebenarnya kenapa dia lakuin itu " lanjutku. Lisa menghela nafas.
" Dan juga, gue masih sayang sama dia. Gue gabisa lepasin dia di saat enggak jelas begini ". Aku menutupi wajahku yang mulai basah karena tanpa disadari, air mataku sudah mengalir dengan sendirinya.

Love.HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang