VI

9.1K 605 11
                                    

Langit Malang yang semakin sering menangis membuat hati Andira semakin kalut. Meskipun banyak kata-kata yang sangat menenangkan dan menghiburnya, tetep aja otaknya nggak bisa diajak kompromi dan selalu mikirin Arya. Pikiran Andira masih dihantui betapa menyesalnya dia nggak menghiraukan Arya. Nggak memberikan Arya kesempatan kedua. Nggak mengangkat telpon Arya. Dan masih banyak penyesalan lainnya. Andira tau dan paham betul kalo menyesal aja nggak akan menyelesaikan semuanya dan semua orang di sekelilingnya yakin kalo memang Arya sayang Andira, pasti Arya sudah memaafkannya. Tapi, siapa sih yang bisa mikir kaya gitu kalo mereka sendiri yang ngerasain?

Andira nggak pernah menolak orang yang berusaha mendekatinya, tapi semenjak kepergian Arya, lebih parah daripada menolak, tapi mengusir. Nggak jarang Andira jadi emosional banget setiap ada cowok yang berusaha nyepikin atau pdkt-in Andira. Entah tiba-tiba marah atau nangis, Andira ngerasa dia bener-bener jadi gila setelah kepergian Arya. Banyak yang bilang kalau Andira jadi gini dan gitu, tapi rasanya semua omongan mereka cuma lewat di telinga Andira. Terlalu banyak hal yang dipikirin Andira dibandingkan mikirin omongan orang. Untungnya, keluarga Andira selalu siap ngedengerin Andira, tapi nggak meluk Andira. Keluarga Andira semakin lama semakin disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Ibu Andira pun nggak jarang harus ikutan pergi ketemu kolega ayahnya. Sedangkan Kino yang sudah punya keluarga baru dan tinggal di Jakarta, cuma bisa memantau Andira lewat telpon.

Tapi, ada satu orang lagi yang selalu setia menanyakan kabar Andira. Selalu mengajak Andira keluar setiap dia di Malang. Padahal Andira tau betul sekarang dia kerja di Surabaya dan seharusnya weekend bener-bener dia pake untuk istirahat, malah dipake buat nemuin Andira. Bikin Andira senyum, ketawa sampe sakit perut, makan sampe begah, curhat sampe nangis, dengerin lagu sampe ketiduran. Dia juga cuma satu-satunya orang yang nggak pernah ngejelek-jelekin mood swing Andira yang parah banget. Dia juga selalu rela tidur di ruang tamu rumah Andira setiap Andira ditinggal sendirian di rumah karena orang tuanya harus pergi keluar. Dia adalah Hagia.

Hagia yang sekarang cuma bisa senyum ngeliat Andira yang tidur karena kecapekan dan nangis lagi karena keinget Arya. Hagia yang sekarang masih di samping Andira setelah Andira ketiduran dan cuma duduk di kursi meja belajarnya. Hagia yang masih keukeuh dengan prinsipnya mau menyembuhkan Andira.

Hagia tau menyembuhkan Andira bukanlah hal yang mudah. Tapi ngeliat Andira nangis setiap dia cerita Arya, itu jauh lebih susah. Ngedengerin Andira yang nangis di telpon tengah malem karena mimpi Arya itu lebih susah. Awalnya memang Hagia cuma nggak tega sama keadaan Andira dan jelas masih tertarik dengan fisik Andira yang cantik. Lama kelamaan bukan itu alasan Hagia untuk memastikan Andira nggak kenapa-napa, tapi ada rasa yang mulai tumbuh. Hagia sayang Andira. Bisa dibilang dengan tampangnya yang sangat tampan itu seharusnya dia sangat berpengalaman dalam dunia percintaan, tapi ternyata enggak. Hagia bahkan baru sadar dia sayang Andira setelah cerita dengan teman sekantornya.

***

"Buset, Gi, ke Malang lagi?! Harus banget lo tiap weekend ke Malang?"

Hagia cuma bisa nyengir sambil beresin berkasnya, "Iya adek temen gue sering sendirian gitu. Kasian kalo gue nggak ke Malang."

"Lah ya buset emang dia nggak punya temen?" Denger gitu, Hagia langsung menoyor kepala Sarah, teman sekantornya itu, "Ya abisan! Weekend tuh buat istirahat, Hagia, buat have fun! Bukannya buat nyamperin adek temen lo doang kaliiiii."

"Gue have fun kok ketemu dia."

"Yaileh jadi lo kasian apa sayang?" Hagia diem dengernya, "Lo tuh ya udah kerja disini berapa bulan, nggak pernah ngabisin weekend lo sama kita-kita. Demi adek temen lo, lo nerjang macet berjam-jam buat ke Malang. Selalu gitu setiap minggu, namanya apa kalo bukan sayang?"

24/7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang