XVI

6.7K 576 15
                                    

Mengingat bahwa hari-hari Andira sudah dipenuhi dengan bimbingan-bimbingan, jadi Andira nggak akan nolak begitu diajak Hagia buat nyekar ke makam orang tuanya. Sekalian beresin rumah di Jakarta yang memang udah lama banget nggak Hagia jenguk semenjak kerja di Surabaya.

Orang tua Andira sih nggak masalah karena toh Andiranya juga nginep di rumah Kino sama Tara. Belum lagi udah pada sangat percaya sama Hagia. Jadi kayak yaudah aja gitu kalo kalian mau pergi bareng.

Hagia memang nggak 'sehilang arah' Andira. Tapi keliatan banget kalo Hagia sangat kehilangan ayahnya. Meskipun selama ini Hagia bilang kalo ayahnya bukanlah orang yang family-oriented, tapi tetep aja Hagia selalu sayang sama ayahnya. Biarpun nggak deket juga tapi kan gitu-gitu masih ayahnya juga. Belum lagi mengingat bahwa Hagia anak tunggal yang juga udah ditinggal bundanya, jelas aja dia sangat kehilangan ayahnya.

Ada yang Hagia sesali. Mungkin dia pulang ke Jakarta bisa dihitung jari. Ketemu ayahnya pun paling sekedar makan bareng di meja makan lalu balik ke kamar masing-masing. Padahal Hagia inget banget kata-kata ayahnya waktu ibunya baru meninggal, "Hagia, kita sekarang tinggal berdua. Ayah mau Hagia nggak jauh-jauh dari ayah. Ayah mau Hagia bisa percaya ayah seperti Hagia percaya bunda. Ayah mau meskipun Hagia sudah kuliah dan kerja nanti Hagia tetap sering pulang ke rumah. Ketemu ayah biar ayah nggak ngerasa sendirian. Ya?"

Sesak rasanya dada Hagia setiap ingat omongan ayahnya yang nggak dia tepati. Awalnya memang Hagia selalu rutin pulang ke Jakarta, tapi mengingat bahwa ayahnya selalu sibuk setelah promosi dan semakin jarang untuk sekedar duduk di meja makan bersama, Hagia mulai melupakan omongan ayahnya. Hagia nggak pernah tau ayahnya yang tertutup selalu seneng tiap ada sosok Hagia kembali ke rumah. Hagia nggak pernah tau ayahnya yang jarang pulang ke rumah selalu menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat daripada biasanya biar bisa ketemu anak tunggalnya yang menunggu di rumah. Karena Hagia nggak pernah tau itu, nggak cuma rumah yang semakin sepi, tapi hati ayah Hagia juga ikutan sepi.

Begitu sampai di rumah Hagia, untungnya masih rame setelah banyak yang dateng kemaren. Dan yang Hagia cari pertama kali adalah Tante Rani. Langsung dipeluknya erat begitu Hagia menemukan sosoknya. Nggak cuma itu, Hagia meneteskan air matanya. Tante Rani yang notabene adalah adik ayahnya, yang awalnya sudah berhenti menangis, sekarang jadi nangis lagi begitu ngeliat batang hidung Hagia.

"Hagia jarang pulang, Te. Hagia nggak tepati omongan ayah, Te. Hagia belum sempat minta maaf sama ayah, Te."

Suara Hagia semakin gemetar. Andira yang cuma bisa melihat punggung Hagia juga cuma bisa diam dan menahan tangisnya. Nggak pernah dia lihat Hagia sehancur ini. Selama ini yang dia lihat cuma Hagia yang selalu menenangkannya, dan begitu giliran Andira datang untuk menenangkannya, Andira justru takut untuk semakin menghancurkan Hagia.

Tante Rani mengelus-elus punggung Hagia, "nggak papa. Ayahnya mas ngerti kok kalo Hagia sekarang sibuk. Ayahnya mas juga sama-sama sibuk kayak Hagia kan? Emang susah nemuin waktunya."

"Nggak kalo Hagia jadiin ayah prioritas, Te."

Kali ini tangis Tante Rani ikutan menjadi-jadi, "tapi ayahnya mas ngerti kok. Hagia yang tabah ya. Yang kuat ya. Masih ada tante dan keluarga yang lain kok. Ya?"

Hagia mengangguk dan mulai melepaskan pelukannya, "habis ini Hagia mau ke makam ya, Te?"

Tante Rani senyum sambil mengangguk, "tapi makan dulu ya? Ajak juga itu temen kamu makan."

Begitu dengar omongan Tante Rani, Andira langsung salim, "maaf ya tante saya nggak langsung ngenalin diri.."

"Iya nggak papa. Santai aja. Ini calon kamu, Gi?"

Hagia yang matanya masih sembap mengangguk sambil tersenyum kecil, "insya Allah, Te."

Padahal biasanya kalo Hagia udah ngomong kayak gitu pasti Andira udah ngedumel aja atau mungkin nyubit perut Hagia. Tapi kali ini, Andira biarkan omongan Hagia jadi doa. Andira biarkan omongan Hagia jadi penenang buatnya. Andira pengen nggak cuma dia yang selalu cari Hagia setiap jatuh maupun bangkit, Andira juga mau Hagia selalu gitu. Andira mau Hagia lah orang yang seperti convenience store, yang ada 24/7 buat Andira.

24/7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang