Kata-kata Tante Rani masih terngiang-ngiang di kepala Hagia. Seberapapun menyebalkannya sosok ayahnya, di mata ibunya, tetap suaminya lah yang terbaik. Entah sudah seberapa banyak cobaan yang dialami ibunya dalam menghadapi suaminya yang nggak pernah bisa mengungkapkan perasaannya. Tapi buktinya, ibunya tetap disana. Nggak pernah capek sedikit pun.
Dan ada tanda tanya yang muncul dalam otak Hagia, apa Andira pernah capek?
Bukan meragukan. Tapi Hagia takut kehilangan sosok Andira. Buatnya, Andira seperti gula di kopi, mantel di musim dingin, selimut di malam hari, semuanya. Andira nggak cuma melengkapi tapi juga menyeimbangkan Hagia. Nggak pernah terbayang di otak Hagia apa jadinya kalau dia nggak kenal Andira. Mungkin sekarang Hagia lagi mengurung dirinya di kamar? Nggak mau kerja? Nggak mau makan? Tapi Hagia kenal Andira. Dan dia menyelamatkan Hagia dari semuanya.
Tiba-tiba aja waktu pikirannya sedang mengembara kesana kemari, suara yang dipikirkannya muncul, "aku cariin kemana-mana kirain aku ditinggalin. Taunya disini."
Hagia tersenyum kecil sambil melihat figur Andira yang masih mengucek matanya, "baru bangun?"
Andira nyengir dan matanya langsung berkeliling di ruang kerja ayahnya, "banyak banget foto kamu sama mama kamu! Cantik banget ya mama kamu.. Pantesan."
"Pantesan kenapa tuh?"
"Pantesan anaknya cantik!"
Hagia tertawa kecil, "kalah dong Andira Kinanti?"
"Telak!!"
Dan tawa mereka pun diakhiri dengan Tante Rani yang masuk sambil membawa hot chocolate, "wah, tante ganggu ya?"
"Nggak kok, tante.."
"Tante ih gagal kan modusan Hagia!"
Tante Rani tersenyum kecil sambil menaruh hot chocolate-nya, "kamu cewek pertama loh yang dibawa Hagia ke rumah."
Pipi Andira langsung memerah. Padahal Andira pikir, nggak mungkin banget cowok kayak Hagia ceweknya dikit. Pasti seenggaknya ada satu-dua cewek yang pernah dibawa ke rumah, yang paling diyakini gitu.
"Ya abisan ngapain diajakin ke rumah kalo papa sama mama nggak ada, Te."
"Tuh kan. Kamu selalu aja gitu," Tante Rani menghela nafas, "papa kamu tuh selalu nunggu kamu disini. Kalo ada kamu, papa kamu pasti meluangkan waktunya buat kamu. Kalo dulu kamu nggak ngerasa gitu, berarti papa kamu masih sibuk menyembuhkan lukanya. Ngerti?"
Dheg. Hagia langsung menatap Tante Rani nanar, "papa.. selalu nunggu Hagia?"
Tante Rani tersenyum kecil, "ya biarpun papa kamu gitu, papa kamu tuh penyayang sekali. Dia nggak mau harta satu-satunya dia juga diambil Tuhan."
"Dan sekarang Tuhan malah ambil papa."
Andira langsung mengelus-elus punggung Hagia. Hagia sama saja seperti dirinya dan orang lain, when it comes to family, Hagia jadi manja. Jadi kekanak-kanakan. Ingin diperhatikan dan ingin memperhatikan keluarganya. Mungkin tubuh Hagia menunjukkan seolah-olah dia laki-laki yang kuat yang bisa membawa beban hidupnya seberat apapun tanpa bantuan orang lain, tapi deep down, Hagia sama aja seperti orang lain. Butuh teman untuk meringankan bebannya. Butuh teman untuk melupakan sejenak betapa berat bebannya.
"Sudah, mending kamu segera urus keperluan papa kamu dan pindah nama perusahaan dan lain-lainnya. Nanti Tante yang telponkan pengacara dan notaris papamu."
"Itu kan perusahaan papa, Te. Masa pindah nama atas nama Hagia."
"Mau gimana lagi? Perusahaan itu harus kamu yang urus. Segera pindah kesini ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
24/7
ChickLit"Nggak mungkin setiap orang meluangkan waktunya 24/7 untuk seseorang, Andira. Kamu jangan mimpi." Kata-kata itulah yang justru membuat seorang Andira Kinanti ingin menemukan 'seseorang' itu. halftimedreamer©2016