"Dir, kenapa deh emang kamu kayak ogah-ogahan banget gitu sama Hagia? Salahnya apa sih?"
Andira cuma bisa mengangkat bahunya. Jujur dia nggak akan pernah bisa jawab pertanyaan abangnya itu, karena memang Hagia nggak punya salah sama sekali sama Andira. Cuma, there is this strong feeling that keeps telling her to stay away from him. Belum lagi mengingat rasa bersalahnya kepada Arya. Padahal rasanya kalo lagi inget Arya dan nggak ada Hagia yang nenangin itu kayak mau mati. Andira tau dia butuh Hagia, tapi jahat rasanya kalau dia butuh Hagia karena memikirkan lelaki lain.
Buat Andira, Hagia itu cowok yang sangat baik. Bener-bener definisi one of a kind. Tapi masalahnya, Andira terlalu nyangkut di Arya. Buat Andira, Arya nggak bisa dibandingin sama siapapun. Arya itu buat Andira seperti guru kehidupan, dia mengajarkan Andira hal-hal yang nggak pernah Andira rasain sebelumnya. Satu-satunya orang yang memberikan rasa menggelikan di perutnya setiap jalan dengannya. Satu-satunya orang yang setiap sentuhannya membuatnya seperti dialiri listrik secara tiba-tiba. Arya itu bagai pengalaman terbaik Andira. Sayangnya, hal-hal itu nggak pernah Andira ungkapkan, membuat hatinya sesak nggak karuan setiap ingat orang itu sudah pergi.
"Dir, kamu salah kalo mikir waktu yang bakal sembuhin lukamu. Satu-satunya yang bisa sembuhin lukamu itu orang lain yang bawa betadine buat kamu," Kino mengelus rambut adik perempuannya. "Awalnya terasa pedih memang. Tapi lama kelamaan, lukanya bakal sembuh. Bahkan mungkin bekasnya hilang."
"Hagia itu terlalu banyak ingetin Dira soal Arya, mas. Gimana mungkin bekas lukanya hilang?"
"Ya kamu harus lihat dia dari sisi yang lain dong. Sisi yang bukan Arya banget," Andira diam masih belum paham omongan abangnya. "Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda, kalo memang Dira pikir Hagia mirip sama Arya atau gimana lah, yang namanya mirip, pasti masih ada bedanya kan? Coba cari itu."
Andira menghela nafas, "Dir, Maskin itu ngomong panjang lebar bagus-bagusin Hagia bukan nggak ada alasannya. Hagia itu cowok baik, Dir. Di saat temen-temennya kesusahan, dia satu-satunya orang yang nggak mikir soal 'friends in need are friends indeed', kalo memang temennya butuh bantuan ya dia bantu. Di saat dia digandrungi banyak cewek cakep dengan semua kelebihannya, dia memilih buat menahan nafsunya dan menunggu yang terbaik. Dan dia pilih kamu, Dira."
Mata Andira sudah mulai panas, hatinya pun rasanya mulai luluh. Tapi itu semua belum cukup.
"Hagia itu bukan cowok yang omongannya gede, Dir. Dia nggak akan ngomong abcd kalo memang dia nggak niat dan nggak mau wujudin itu."
"Omongannya gede, mas. Dia sempat bilang kalo dia sudah siap material dan imaterial kalo Dira siap.."
Kino senyum, "itu berarti dia niat dan mau wujudin itu."
Andira menghela nafas dan langsung menyenderkan kepalanya ke bahu abangnya, "kenapa dia mau sama Dira ya, mas? Kenapa dia juga sabar banget ya dengerin curhatan Dira soal Arya? Kenapa juga dia nggak cari orang lain yang lebih-lebih dari Dira?"
"Karena dia pilih kamu. Dari semua cewek yang punya kualifikasi jauh lebih oke dari kamu, dia pilih kamu yang masih ngomongin cowok lain."
Andira langsung menginjak kaki abangnya, "Maskin gitu deh!"
"Ya emang! Sekarang pikir deh, Hagia udah kerja, pasti yang naksir dia nggak main-main kan? Pikirannya juga pasti sudah ke arah pernikahan. Eh dia masih aja melabuhkan hatinya ke kamu yang masih anak kuliahan bau bawang."
"Auk ah!"
Kino langsung berdiri dan mengelus kepala adiknya, "begitu kamu turunin egomu, kamu pasti bisa lihat Hagia yang bukan kayak Arya."
KAMU SEDANG MEMBACA
24/7
ChickLit"Nggak mungkin setiap orang meluangkan waktunya 24/7 untuk seseorang, Andira. Kamu jangan mimpi." Kata-kata itulah yang justru membuat seorang Andira Kinanti ingin menemukan 'seseorang' itu. halftimedreamer©2016