William Rowands

37 6 0
                                    

Tirai sutra Turqoise yang terbuka, membawa angin lembut masuk kedalam ruangan.
Ruangan dimana para saudari tersebut mengistirahatkan matanya dari semua kerlip bintang dilangit.

Semalam suntuk mereka memandangi langit malam gulitanya yang hanya diterangi oleh cahaya bulan biru purnama dengan dihiasi bintang bintang nan elok bersinar kerlap.

Hembusan angin pun mulai membelai wajah mereka, membuat mereka membuka kelopak mata indah mereka, tak lupa pula bulu mata lentik mereka. Walau sang dewa matahari belum terlihat di ufuk timur.

Angin pula yang membuat rambut gelombang mereka melambai lambai mengucap kata "Selamat Pagi".

Hari ini, tidak seperti hari biasa lainnya.
Mereka turun dengan tangga kayu ek yang diukir seindah mungkin oleh pemahat kayu dan rotan terbaik di desanya, Tuan William, ayah mereka.

Saat mereka sampai di dapur mereka membuat daftar apa saja yang harus mereka buat, dan yang harus mereka beli di toko nanti.

Maia akan membuatkan roti isi vanila yang besar bersama dengan Taygeta.

Sementara Electra, Sterope, dan Alcyone akan merapikan rumah dan sedikit menyelesaikan pekerjaan ayahnya.

Dan tentunya Pleione dan Celaeno akan mmebeli bucket bunga mawar dan Lily, bunga favorit ayah mereka.

Ya hari ini sang ayahanda mereka tersayang sedang berulang tahun yang ke 76 tahun. Walaupun beliau sudah berumur, semangatnya akan impiannya, yakni kehidupan yang layak bagi putri putri tercintanya tetaplah besar. Ia menginginkan semua putri putrinya menjadi orang yang besar kelak, walau ia harus membesarkan mereka tanpa didampingi oleh sang mendiang istrinya terkasih (Carinae Rowands), yang meninggal karena kecelakaan malam itu.

Sungguhlah mulia hati, dan pengorbanan yang dilakukan Tuanda William Rowands tersebut.
Tak heran putri putrinya sangat mencintai sosok ayahnya tersebut.


*******

"Aku tak mau keluar Maia." gerutu Celaeno yang memang tidak setuju dengan daftar yang tadi dibuat oleh Maia.

"Tapi kenapa?"

"Apa engkau lupa dengan sosok Orion yang selalu mengejar ngejar kita dimana dan kapanpun pun kita berada. Apa engkau lupa?!" celoteh Celaeno yang tanpa tanda titik dengan pipi bak buah tomat yang sangat menggemaskan, membuat kakak kakaknya tertawa melihatnya.

"Loh. Kenapa Kakanda semua tertawa? Memang ada yang lucu dari pertanyaanku?" wajah Celaeno yang makin merah menandakan ia bertambah kesal.

"Apa Celaeno tau cara memanggang roti atau cara memahat kayu? Apa adik Celaeno-ku tersayang tau?" tanya Alcyone menahan tawa.

"Ya tidak sih....". Celaeno menunduk malu.

"Kalau begitu Maia tepat menugaskanmu dan Maia untuk membeli bucket bunga untuk ayahanda tercinta" bijak Alcyone.

"Baiklah" jawab Celaeno yang masih sedikit kesal. Akhirnya Celaeno dan Maia pun beranjak ke sebuah toko bunga, sementara yang lainnya memulai tugas yang tadi telah dibagi.

Satu jam berlalu, semua persiapan sudah matang. "Hanya tinggal mengerjakan satu hal" ucap Electra. "Dan ini yang tersulit" sambung Taygeta. Membangunkan sang ayahanda....

Tapi sebelum mereka beranjak untuk membangunkannya, tak disangka beliau sudah berjalan menuruni tangga kokoh dan antik tersebut. Hingga....

"Ayahanda...." ucap semua putrinya layaknya memberi hormat pada raja. Sang ayah yang terkejut mulai menitihkan air mata bahagianya dan memeluk semua putri putri kesayangannya tersebut dengan penuh kasih dan cinta.

******

Saat mereka sedang menyantap roti vanila yang tadi mereka buat, Celaeno memulai pembicaraan....

"Ayahanda, Celaeno dan Pleione membeli bunga favorit ayah tadi, tetapi anehnya.... Orion tak terlihat dimana pun. Entah kemana dia yang selalu berada disekitar kita." Ucap nya

"Apakah adinda merindukannya?" ucap ayahnya menggoda.

"Rindu.... melihatnya saja aku muak setengah mati. Aku hanya aneh saja, kemana dia, karena tak ada satu orangpun yang mengetahui keberadaannya" jawab Celaeno.

"Adinda saja tak menyukai makhluk egois tersebut, apalagi ayahanda. Bagaimana tidak, ia menginginkan keselurihan dari putri putri ayahanda tercinta....

Sampai ayahanda menghembuskan nafas terakhir pun tak akan ayahanda biarkan makhluk egois itu mendekati putri putriku. Apalagi hingga menyentuhnya." ucap ayahnya geram.

Tapi kemana Orion. Apakah dewa mengutuknya karena ikrarnya tersebut?....

Yang pasti ia tidak akan mengganggu mereka lagi. (Setidaknya sekarang)


*******

Dewa surya yang lelah dan hilang diufuk barat, dan waktunya sang chandra memancarkan sinarnya biru yang menyayat hati sang putri.

Ketika sang ayahandanya jatuh sakit setelah selesai memuja sang dewa. Entah apa yang sang dewa katakan padanya sampai ia begitu lemah.

Saat di kuil....

"Tuan Rowands. Anda adalah hambaku sang paling setia dan aku merasa harus mengatakan ini padamu wahai hambaku" ucap sang dewa kepada Tuan William saat beliau memujanya.

"Tanpa mengurangi rasa hormatku padamu dewaku, hambamu yang hina ini akan sangat berterimakasih bila tak ada rahasia diantara dewa dengan hambanya" utar Tuan Rowands menundukan kepalanya menunjukan rasa hormatnya.

"Ketujuh putrimu.... kelak mereka akan menjadi layaknya yang terjadi pada istrimu. Mereka telah ditunjuk sebagai pendamping bagi Centaurus dilangit sana...." utar sang dewa. Suaranya menggelegar hingga memenuhi kuil tersebut.

Seketika raut wajah tua Tuan William berubah. Gurat wajahnya menunjukan merasa takut yang menusuk nusuk jantungnya. Tiba tiba ia terkulai lemas di atas lantai porselein cream pemujaan.

Detak jantungnya seketika melemah. Dan matanya pun seketika gelap.

*******


Malam itu, tepat saat denting lonceng tengah malam berbunyi....

Sang dewa kematian menjemput sang ayahanda mereka terkasih. Sebuah senyuman kecil terukir di wajah tua tersebut, menandakan kebahagiaan dalam saat-saat terakhirnya

Bulir-bulir air mata terhempas ketanah tempat peristirahatan terakhir ayahandanya. Seluruh desa pun ikut mengantarnya saat upacara pembakarannya.

Isak tangis seluruh penduduk desa menyelimuti malam itu....

Seorang William Rowands, seorang pengrajin kayu dan rotan terarif, teramah, terbijak, dan yang paling disayangi didesa itu. Saat hari dimana ia dilahirkan 76 tahun lalu ternyata akan menjadi hari terakhirnya menginjakan kaki diatas bumi yang fana ini.

"Hari ini kita kehilangan seseorang. Seorang pengrajin sederhana, seorang sahabat yang setia, seorang kakak yang baik, dan.. seorang ayah yang luar biasa.

Bunyikanlah genderang agungmu, sehingga kami tahu... Kau bahagia di Valhalla.

Aku.. Kami menyayangimu Tuanda William Rowands, ayahanda" lirih Taygeta. Tapi rasa sesak yang sudah menyelimuti seluruh jiwanya tak mampu membendung rasa sedihnya.

Setetes demi setetes air mata pun berlinang. Dari pelupuk lalu turun kepipi dan menetes ketanah tempat berpijak.

The Story Of The PleiadesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang