Carinae's Secret(s)

21 4 0
                                    

Silau kemilau matahari mulai menyinari setiap sudut gelap di muka bumi ini.
Pancaran yang dihasilkan danau itupun tak luput darinya.

Tampak seorang wanita anggun berjalan dari sang surya.
Dengan surai cream garis merah muda yang menghiasi penampilannya. Tak lupa chiffon putih khas Yunani yang selalu setia membalut tubuhnya.
Mata hitam yang cantik dengan paduan bulu mata lentik.

Mata tuanya mulai mengerjap-kerjap tanda ketidak percayaan. Mungkinkah... Dia...

"Carinae?" Matanya masih mencari kebenaran akan sosok yang ia lihat.

"Selamat pagi Sahabatku.. Aku merindukanmu"

"Ohoh.... Carinae. Ah.. aku tak percaya ini kau! Oh.. aku juga rindu padamu kawanku.. sangat rindu. Pada kalian berdua. Kau sudah bertemu Will?" Scwitz kaget tidak karuan melihat sosok kawan kecilnya yang selama ini jauh darinya tiba-tiba ada di depannya. "Oh Carinae! Ada banyak pertanyaan yang senantiasa menyelimutiku setiap detik dalam hidupku untukmu..."

"Aku tau itu Dan, tapi aku tak bisa tinggal lebih lama. Aku harus pergi.."

"Tapi.. Carinae! Ini mengenai Pleiades!" tegas Dandale karena takut kehilangan kawannya lagi.

"Aku tau, kau sangat menyayangi mereka. Itulah sebabnya aku percayakan mereka padamu Dan.. Dan mengenai pertanyaan putri-putriku, aku sudah menuntunnya. Aku kan selalu menuntun mereka di setiap malam, di setiap bunga tidur yang mereka tanam. Aku akan disana Dan.." Carinae berjalan mundur kearah danau.

"Car.. jangan.. jangan lakukan ini Carinae!" Dandale mencoba menggapai Carinae yang terus melangkah mundur pergi menjauh.

"Ingatlah melodinya Dan!"

"Cari... aku mohon!" Dandale berlari di danau berusaha menggapai Carinae.

"Aku sayang kalian semua..." ucapan terakhir Carinae sebelum hilang diufuk timur.

"Sampaikan salamku pada Will...." ucap Dandale pelan. Tidak dia sadari bahwa kakinya sudah terendam sampai setengah.


Menyadari bahwa Dandale tak ada, Alcyone bangun dan terkejut saat melihat Dandale sudah basah dari ujung kaki sampai batok kakinya.

"Oh.. ya ampun. Apa yang terjadi Tuan Scwitz? Kenapa kau basah begini?" Alcyone menatap Dandale pekat-pekat.

"Jangan berisik Alcyone... Nanti yang lainnya bangun" jawabnya.

"Baiklah.. tapi setidaknya katakan tuan, apa yang terjadi? Bangun sepagi ini, dan basah, dan oh... waw!...

Mentari yang indah.. tak seperti biasanya!" Mata hitam indahnya memantulkan gambaran dari apa yang ia lihat. Terpesona, takjub, damai.

"Al! Sebaiknya kalian pulang. Sudah semalaman kalian disini. Kalian sakit kutakuti!" Dandale menepuk pundak Alcyone. Alcyone mengangguk pelan.


*******

Setelah merapikan diri, mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang. Dalam perjalanan mereka....

"Tuan Scwitz.. Aku bermimpi tadi malam!" Celeaone mendekati Dandale dan bercerita apa yang ia mimpikan tadi malam.

"Mimpi apa itu Celeaone kecil?"

"Tentang seorang wanita cantik. Sangat cantik! Ia menggendong seorang bayi kecil nan manis. Lalu ia mendendangkan beberapa  nada.

Nada yang menyenangkan dan sekaligus menenangkan hingga bayi itu tertidur dalam senyumannya. Hingga aku pun tertidur sepanjang malam hingga pagi menyongsong..." Dandale hanya diam mendengarnya karena ia tahu itu adalah Carinae-nya.

"Wanita itu Carinae Arianda Rowands, Celeaone! Wanita yang membagi karunianya kepada ketujuh putrinya. Karunia yang akan membawa putrinya melihat dunia...." ujar Taygeta


*******

"Jelaskan satu hal padaku Taygeta! Bagaimana?, Apa?, Mengapa? dan kau tahu darimana?" Tanya Maia setelah mereka semua sampai dirumah.

"Aku.. memimpikannya. Memangnya kau tidak?"

"Kalau aku memimpikannya, aku tak akan bertanya kepadamu Taygeta. Dan tadi malam aku hanya memimpikan hal yang sama yang diceritakan Celeaone!"

"Apa kau juga memimpikannya Maia? Karena aku juga!" Ujar Pleione. Begitupun saudarinya yang lain kecuali Taygeta.

"Kalian ingat alunannya?" Tanya Maia.

"Ya. Itu A minor lalu E mayor, B dan itu saja. Ia terus mengulanginya.." ujar Alcyone.

"Bukan itu, tapi B mayor lalu C kemudian A minor!" Cela Celeaone.

"Beda denganku!" Ujar Sterope. Begitu juga yang lain.

"Apa arti dari semua ini? Awal bisa menjadi Akhir, takdir, nada alunan ibu, dan melihat dunia? Aku tak mengerti!" Kesal Taygeta.

"Tenang Taygeta! Kita akan memecahkannya.." Electra menepuk pundak Taygeta.

"Bagaimana kalau takdir yang dibicarakan adalah tentang karunia itu. Karunia yang akan membawa kita melihat dunia. Dan hal itu akan terjadi pada saat "Awal menjadi Akhir" dan nada alunan itu adalah petunjuk kita..." usul Sterope.

"Itu bisa jadi! Kalau begitu, beritahu aku nada-nada yang kalian dengar" Maia mengambil secarik kertas dan mulai menulis semuanya dikertas.
"Sudah! Dan sekarang mainkan!"

Mereka pun beranjak dan memasuki sebuah ruangan. Ruangan yang cukup besar dimana sebuah piano berada ditengahnya. Pleione duduk di kursi kecil dekat piano itu.
"Biar aku yang mainkan" ujarnya. Maia pun memberikan kertas tadi kepadanya.

Sebuah melodi pun teralunkan. Melodi yang harmoni dari kumpulan nada-nada tersebut. Setelah dimainkan, seperti ada yang kurang. Bak ada not yang hilang.

"Pleione! Apakah ada nada yang tidak kamu mainkan?" Tanya Electra.

"Tidak. Aku sudah memainkan semuanya... Tapi apa kalian tahu, melodi tadi.. seperti aku sudah sering mendengarnya" jawab Pleione.

"Ya.. benar kau Pleione. Ini memang tidak asing lagi... tapi memang berbeda, mungkin karena nada itu!"

"Hhmmm... nada alunan.. awal bisa menjadi akhir.. aku tidak memimpikannya karena...." Taygeta mendekat kearah piano. Menyiasatkan Pleione untuk menyingkir. "Mungkinkah...?"

Taygeta pun kembali memainkan urutan melodinya tetapi kali ini ia memainkan bait milik Electra lalu milik Maia pada akhirnya lagunya.

Semua orang tercengang saat itu juga, karena lagunya, alunannya sangat familiar didengar mereka. Nadanya sudah lengkap....

The Story Of The PleiadesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang