Pagi, H-120.
Tiga hari setelah kejadian kaburnya Timothy, Clara kembali mengunjungi penjara. Pemuda itu entah bagaimana berhasil ia seret kembali ke penjara dengan halus. Bahkan Gregory pun tidak tahu bagaimana caranya. Entah mantra apa yang ia ucapkan pula.
Kunjungan Clara disambut baik oleh beberapa penjaga. "Selamat pagi, Nona! Sel III-B, atau III-G?"
"III-G, Tuan. Apa dia masih tidur?" Ya, sebab saat itu masih kira-kira pukul 8.
"Saya rasa iya. Karena insiden 3 hari lalu, ia ditempatkan di sel isolasi selama seminggu."
Clara terkejut. Sangat terkejut. "Apa?!"
"Begitulah sistem disini, nona."
Clara berusaha menahan dirinya untuk tidak mengeluh mengenai sistem ini. Tentu saja, ia tidak setuju. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Segala sesuatu telah ditetapkan dan tentunya telah dipertimbangkan. Clara pun mengangguk. "Bisa tolong antar saya kesana?"
Penjaga itu mengangguk. Ia pun mengantar Clara ke bagian atas dari gedung penjara kelas III. Hanya ada beberapa ruangan disana, dan penjaga itu mengantarnya ke ujung koridor.
"Bolehkah saya masuk sendirian?"
"Silahkan. Saya akan menunggu di luar."
Hari ini, anehnya, bukan deretan angka yang terdengar dari sel itu. Tapi, nyanyian. Hanya beberapa baris dari salah satu band lama--Westlife. Clara berusaha mengingat judul lagu itu, namun, sayangnya tidak berhasil.
Suara Timothy langsung menghilang ketika Clara berjalan masuk ke dalam selnya. Pemuda itu duduk di sebelah dinding, siku menempel ke lututnya. Kepalanya ikut tertengok ke arah pintu, mengawasi Clara yang berjalan masuk seperti singa yang melihat hewan lain masuk ke dalam teritorinya.
"Tatapanmu mengerikan." Clara berkomentar, berusaha membangun percakapan.
"Memang." Cuek.
Clara duduk tidak jauh darinya, di lantai berdebu yang nampaknya jarang sekali dibersihkan ini. "Keberatan untuk menceritakan bagaimana kau kabur?"
"Sangat keberatan."
Sungguh, Timothy bukan orang yang mudah untuk didekati. Dan Clara bukan orang yang mudah menyerah. "Darimana kau mendapat rekaman itu?"
"Dari penjaga yang sangat suka bernyanyi itu."
Clara menatap sang pemuda dengan terkesan. Walau tatapannya tak dibalas, ia cukup puas mengetahui 'klien'nya ini ternyata tidak seburuk yang orang kira. "Kau sungguh pintar untuk ukuran seorang kriminal."
Timothy tidak terlalu terpengaruh oleh kata-kata Clara. Tetap cuek. "Karena kau baru bertemu satu, kan?"
"Tidak. Aku sudah bertemu Anneliese sebelumnya."
"Kalau dibanding Anneliese, tentu saja. Dia sinting."
"Kau sungguh jahat."
"Apa aku terlihat seperti orang baik?"
Pada akhirnya, kedua iris biru Timothy terarah padanya. Terpusat padanya. Hanya kepadanya. Clara merasa cukup puas. Kontak mata adalah salah satu jembatan awal menuju relasi yang baik. "Sesungguhnya, iya."
Sekali lagi, Timothy dibuat terkejut oleh jawaban yang diutarakan gadis berambut merah ini. Mungkin memang gadis ini memiliki perspektif yang berbeda--bukan hanya darinya, kaum kriminal, namun juga dari orang-orang munafik di luar sana.
Mengapa Timothy menganggap mereka munafik?
Menurutnya, semua orang itu berdosa. Bersalah. Semua orang itu kotor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until The Day Comes.
Romance"Let's keep talking like this, forever." He laughed. "There's no 'forever' in my life, miss. Have you forgotten that?" ------------- Clara, a young psychologist were given a task to guide them before their death. Indeed, for a woman who is on her 20...