2. H-123 (1)

152 17 0
                                    

Siang, H-123.

Harus Clara akui, kunjungannya ke penjara seminggu yang lalu cukup menarik. Beberapa tahanan berhasil mendapatkan catatan dan simpati darinya, terutama para penghuni kelas tiga. Clara diminta memilih dua orang untuk ia dampingi, mengingat ia tidak mengerjakan tugas ini sendirian. Seorang pemuda bernama Gregory turut membantunya, juga beberapa orang lain.

Clara membaca dengan seksama profil para tahanan kelas III. Seorang gadis yang menangis padanya rupanya akan dieksekusi di gelombang dua dan psikolog yang ditugaskan mendampinginya baru saja mengalami kecelakaan dan tidak bisa bergerak. Sebuah keuntungan bagi Clara, karena ia cukup penasaran dengan gadis itu. Dipisahkannya profil sang gadis, kemudian dibaca dengan seksama.

Anneliese White, ditahan karena penganiayaan dan pembunuhan 14 anak-anak.

'Anneliese.' Clara mengingat nama itu. Kertas berisi profil Anneliese diletakannya dalam sebuah map biru tua, dan Clara kembali mengamati tumpukan profil itu. Pemuda yang berbicara sendiri itu rupanya bernama Jacob Briton. Tersangka pemerkosaan terhadap sejumlah gadis di berbagai universitas.

"Jacob Briton..." Sebuah suara menyadarkan Clara. Ia menoleh, rupanya rekan kerjanya, Gregory. "Greg! Kau mengagetkanku." Clara mendengus pelan.

Gregory mengambil kertas berisi profil Jacob, kemudian membacanya. "Apa kau berniat 'mengambil'nya?"

"Kurasa tidak," jawab Clara sambil menggeleng. "Ia pelaku pemerkosaan. Agak bahaya untukku, yang notabene seorang perempuan."

Gregory tersenyum. "Kalau begitu, biar aku yang urus dia!!"

Clara mengangguk lagi. Senyuman manis Gregory menular padanya. Kepalanya kembali ke posisi semula, menghadap kertas-kertas yang terletak di atas meja.

Tangan Clara sibuk memindahkan berkas kertas yang ia anggap tidak menarik ke belakang. Hingga tangannya terhenti pada sebuah kertas.

Foto yang ada disana persis dengan wajah pemuda yang ia lihat waktu itu--hanya saja, lebih rapi. Sebuah nama tertulis disana, sama dengan yang penjaga ucapkan waktu itu.

Timothy Broodster, ditahan karena pembunuhan berantai sebuah keluarga besar.

Ah, rasanya Clara pernah membaca kasus itu. Kasus yang belum terpecahkan hingga nyaris 4 tahun. Kasus dimana setiap bulannya seorang dari sebuah keluarga mati dibunuh dengan misterius. Rupanya pelakunya adalah Timothy?

Tanpa berpikir panjang, Clara memisahkan profil Timothy, meletakannya di atas profil Anneliese.

"Eva--" Gregory memanggil Clara. Namun, ia tiba-tiba berhenti. Karena Clara menoleh ke arahnya dengan tatapan tidak suka. "--maksudku, Clara! Apa kau sudah memutuskan hendak membimbing yang mana?"

"Oh, iya. Dua ini." Clara mengambil profil Anneliese dan Timothy, kemudian memberikannya pada Gregory. Sang pemuda yang lebih musa setahun darinya mengerutkan dahi.

"Bukankah ini tahanan aneh yang selalu terobsesi menghitung hari kematiannya? Apa kau yakin?"

Clara tersenyum kecut. "Kau membuatnya terdengar sangat aneh."

"Sesungguhnya, dia memang sangat aneh."

Clara tidak bisa membantah hal itu. "Memang, tapi, itulah hal yang membuatku sangat tertarik."

"Kau ini aneh, noona."

"Tolong. Jangan gunakan bahasa itu. Dasar fanboy," gerutu Clara geli. Sejak terobsesi dengan girlband-girlband asal Korea Selatan--apa namanya? Pink? Apink? Ah, iya, Apink. Gregory jadi sering menggunakan bahasa Korea. Contohnya, noona yang berarti kakak perempuan.

Until The Day Comes.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang