[5] Amanah si Miskin

803 1 0
                                    

     Kala itu aku sedang menuliskan sesuatu dilaptopku, asyik sekali aku menulis. Tak berapa lama kemudian, ada seseorang yang datang ke kamarku.
“Heyy, sibuk banget kayaknya...” kata orang itu.
Dan seketika itu aku memalingkan wajahku ke padanya.
"Ehhh, Ayu... Apa kabar lo??? Udah lama di sini? Kok gue gak tau sihhh..." kataku kaget.
"Yee, biasa aja kali... Udah lama nih gue di sini, parah lu Om. Keponakan lo ada di sini masa gak tau... Sibuk banget sihhh..." katanya cemberut.
“Iya sorry, namanya juga lagi sibuk..."
"Eh Om, lo lagi ngapain sihh...?" tanya dia.
"Hmmm, enggak... Gak lagi ngapa-ngapain... Yaudah ke bawah aja yukkk..." ajakku.
Ya, aku memang paling takut jika tulisanku yang belum selesai dibaca sama orang lain. Takut nanti mereka komentar yang tidak-tidak. Maklumlah, namanya juga penulis yang masih amatiran. Akhirnya kami berdua pergi ke ruang tamu dan mengobrol di sana.
Namanya Ayu, dia adalah keponakanku dari Jakarta Selatan. Kami memang sepantaran, namun jika dilihat dari garis keturunan akulah yang lebih tua darinya. Wanita cantik yang berkulit putih juga hijab yang syar'i. Begitulah penampilannya, memang baru 2 tahun dia berhijab. Itu juga, aku yang menyuruhnya. Kami berdua memang akrab, kami akrab dari 3 tahun yang lalu.
Kala itu.....(3 tahun yang lalu)
"Rama, sana kamu ajak main keponakan kamu..." kata ayahku menghampiriku.
"Hah?keponakan? Yang mana yah...?" tanyaku heran.
"Itu si Ayu... Sana ajak main..." kata ayah lalu pergi.
Aku turuti saja perkataan ayahku itu, dan pergi keluar rumah. Saat itu memang kami kumpul semua dihari lebaran. Langsung saja aku keluar rumah dan menemui Ayu yang katanya keponakanku.
"Hey... Jalan-jalan yukk..." kataku menepuk pundaknya.
"Eh, hmmm... Kemana??" jawabnya.
"Yaudah ikut aja..." lanjutku.
"Sebentar yaa, mau pake jilbab dulu..." katanya langsung masuk ke dalam.
Ya, saat itu Ayu belum mengenakan jilbabnya. Memang cantik, tapi lebih cantik jika dia berjilbab. Dan akhirnya dia keluar dengan jilbabnya, begitu cantiknya dia.
"Subhanallah..." kataku sambil terus menatapnya.
"Apa sih Om... Jadi malu diliatin..." katanya menunduk.
"Abisnya cantik banget sihh..." kataku meledek.
"Yaudah yukk Om..." lanjut Ayu.
"Yuk..."
Akhirnya kami berdua pergi dengan motor. Aku sendiri gak tau mau pergi kemana. Yaa, kemana sajalah asalkan dengan wanita cantik ini.
(Dimotor)
"Om, kita mau kemana...?" tanya Ayu.
"Gak tau... Gue sendiri aja bingung..." jawabku.
"Yaahh, gimana sih Om... Kan lo yang ngajak, masa gak tau mau kemana..." jawabnya cemberut.
"Hehehe..."
"Ishh, dia malah ketawa..." jawabnya kesal.
"Yaudah, liat aja nanti..." kataku.
Aku membanting stir dan pergi menuju sesuatu tempat yang menurutku sejuk.
"Wah Om, kita mau ke taman? Enak banget keliatannya... Sejuk gitu..." kata Ayu.
"Ini baru pintu masuknya, nanti liat deh didalemnya..." jawabku.
"Kalo ini gue seneng Om..." katanya tersenyum.
"Sampe deh..." kataku.
"Wahh bener Om kata lo, sejuk banget..." katanya dengan senang.
Di sana terdapat tempat duduk dan juga lampu-lampu. Kami berdua duduk di tempat itu.
"Yukk, duduk di sana..." sambil menggandeng tangannya.
Kami pun ngobrol-ngobrol di sana. Masalah keluarga, pacar, sekolah, dan lain-lain. Lalu setelah lama kami mengobrol, ada seorang anak kecil datang menghampiri kami berdua. Anak itu berpakaian yang lusuh sekali, wajahnya yang kotor penuh dengan debu, bajunya yang robek-robek, juga sepatu yang dipakainya hanya sebelah.
"Om, minta sedekahnya Om... Saya belum makan dari kemarin..." kata anak kecil itu dengan suara yang kecil dan lemas.
"Sini dek..." kataku menyuruhnya duduk disampingku.
Anak kecil itu pun duduk di sebelahku.
"Rumahmu dimana...?" lanjutku.
“Saya gak punya rumah Om, jalanan adalah rumah saya..." jawabnya.
"Terus, orang tuamu mana dek...?" tanya Ayu.
"Saya gak punya orang tua mbak, orang yang mengasihi saya adalah orang tua saya..." jawabnya lagi.
"Tapi, dulu orang tuamu masih ada kan...? Dan kamu tinggal dengan orang tuamu...?" tanyaku lagi.
"Saya gak tau siapa yang melahirkan saya. Saya anak yang dibuang di tong sampah, itu kata orang yang menemukan saya dan merawat saya hingga umur 7 tahun. Lalu orang itu meninggal Om..." jawabnya.
"Yasudah, ini untuk kamu. Belilah makanan secukupnya, dan simpan uang ini..." kataku sambil menyelipkan uang 200 ribuan.
"Nih tambahan dari embak..." kata Ayu sambil memberikan uang kepadanya.
"Makasih ya Om, mbak..." katanya lalu mencium tangan kami dan pergi.
"Kasihan banget yaa Om anak itu..." kata Ayu.
"Yaa... Begitulah. Mangkanya, selagi masih ada kedua orang tua, sayangi mereka. Jangan sampe nanti nyesel, lo tau kan kalo Om lo ini udah gak punya ibu? Nahh.. Jaga dah tuh ibu lo baik-baik...." kataku.
"Iya Om, gue gak mau songong lagi sama orang tu gue. Gua takut nyesel...." jawab Ayu.
"Yaudah yukkk, kita pulang..." lanjutku.
“Yukk..."
Kami berdua akhirnya pulang ke rumah, disepanjang perjalanan aku lihat Ayu selalu terdiam, tak ada satu kata pun terucap. Apa mungkin akibat bertemu anak itu, dia jadi seperti ini. Tapi baguslah jika ia sadar, dia memang anak yang sering membantah kepada orang tuanya. Semoga kamu sadar Yu...
"Ehh, Om... Berenti-berenti..." teriak Ayu.
"Ada apa sih...?"
"Itu bukannya anak yang tadi yah...?" tanya dia heran.
"Mana...? Loh, iya ya..."
Aku dan Ayu melihat anak itu yang sedang dimarah-marahi oleh seorang laki-laki bertubuh besar dan bertato. Kami tidak menghampirinya, hanya saja mendekat sedikit agar tahu apa yang mereka permasalahkan.
"Lo gimana sih!!! Kenapa cuma dapet segini! Tolol, bego!!!" kata laki-laki bertubuh besar itu.
"Maaf bang, saya cuma dapet segini... Nanti saya cari lagi bang..." jawab anak itu sambil menangis.
"Goblokkk!!!" katanya sambil menendang perut anak itu.
"Cari lagi!!!" lanjutnya.
Anak laki-laki itu terlihat lemas sekali. Dia seperti tak kuat menahan tendangan diperutnya tadi. Kami pun segera menghampirinya.
"Dekk dekk... Kamu gakpapa??" kataku lalu membantunya untuk bangun.
"Gakpapa Om, cuma sakit sedikit..." jawabnya yang masih sedikit menangis.
"Dia itu tadi siapa...?" tanya Ayu.
"Dia preman disini mbak, kita semua diperintah sama dia..." jawabnya sambil menahan sakit.
"Terus, tadi dia ngapain nendang kamu...?" tanya Ayu.
"Gara-gara.... Setoran saya buat dia kurang mbak..." jawabnya.
"Loh kurang??? Bukannya tadi kita kasih kamu uang yah...?" kataku.
"Iyaa, tapi uang dari Om sama Mbak gak saya kasih dia..."
"Kenapa?? Kalo saja tadi kamu kasih dia, kamu gak akan ditendang seperti tadi..." lanjutku.
"Tapi tadi amanah Om sma Mbak, uang itu untuk makan saya dan keperluan saya. Saya lebih baik disiksa seperti apapun sama manusia, dari pada disiksa sama yang Maha Kuasa karena tidak amanah...." jawabnya lemas.
Kami berdua pun terdiam.
"Yasudah, ini benar untuk kamu. Yang tadi kami kasih, berikan saja kepada preman itu, dan kamu harus pindah dari tempat ini. Ini gak aman bagi kamu...."
"Dan ini tambahannya...." lanjut Ayu sambil memberikan uangnya.
"Sekali lagi terima kasih Om, Mbak...." jawab anak itu yang masih lemas.

End.
Editor : 1. Salwa Anwar
              2. Sella Fa'iqotul Himmah

Kumpulan Cerpen [Rama]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang