Liam's POV
Kriiiiinggggg!
Kriiiiinggggg!Aku mendengar bunyi itu samar-samar
.
.
semakin keras
.
.
sangat keras
.
.
terlalu keras
.
.
"aaarrgghh, shut up!"Kriiiiinggggg!
"arrghh, okay okay you wake me up my waker!" dengan malas aku menekan tombol kecil diatas jam waker yang menjengkelkan itu, dan akhirnya bunyi yang sangat mengganggu itu lenyap.
Aku merenggangkan tubuhku yang masih berada di tempat tidur. Tak ada bedanya. Setiap pagi terasa sama saja. Kasur ini terasa seperti surga yang merantai tubuhku agar tidak beranjak darinya.
Tapi tunggu dulu, jam berapa ini? secepat kilat aku menyambar benda menjengkelkan yang membangunkanku tadi. Ya, jam waker ku. "Ah ternyata masih jam 6" gumamku
Aku segera masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhku adalah hal pertama yang kulakukan setelah bangun pagi.
Setelah selesai mandi, aku mengenakan seragam kebanggaanku. Seragam dengan warna putih bersih, yang terletak sangat pas pada tubuhku. Dugaan kalian benar, I'm a nurse.
Aku resmi menjadi seorang perawat 2 tahun yang lalu. Setelah lulus dari perguruan tinggi keperawatan di London, aku mendaftar untuk menjadi perawat, melewati beberapa test, dan booom, aku diterima. Aku ditugaskan untuk mengabdi di St. Mary's Hospital, salah satu rumah sakit unggulan di Inggris.
Setelah selesai berpakaian, aku bergegas turun kebawah, menuju dapur untuk membuat sarapan. Teh hangat dan sepotong roti beroleskan coklat sudah menjadi teman baikku di pagi hari.
"Aku siap untuk hari ini" gumamku, dan melihat jam yang melekat di tangan kiriku "6:45 a.m, aku masih bisa sampai di rumah sakit tepat waktu" lanjutku dan mengunci pintu apartement-ku.
Aku menuju tempat parkir dan mendapati mobilku yang terparkir rapih bersama mobil-mobil pemilik apartement lainnya.
Kira-kira setelah 15 menit perjalanan, aku sudah sampai di St. Mary's Hospital. Aku segera memarkirkan mobilku di parkiran khusus pegawai rumah sakit dan langsung keluar dari mobil.
"Good morning, Liam" sapa teman perawatku, Amber. "Oh, hi Amber, good morning. And what happen with your eyes? Sepertinya kantung matamu sudah memiliki kantung juga, haha" ucapku sambil tertawa kecil.
"Kau sudah tau sebabnya, kenapa kau bertanya, huh?" "Oh ya benar, temanku ini adalah perawat yang baik, jadi dia bekerja sangat keras walaupun mendapat shift malam" ucapku dengan kata menggoda, berharap Amber akan melupakan rasa lelahnya. Dan aku berhasil, Amber tersenyum dan tertawa kecil, berusaha menyembunyikan pipinya yang merah merona karena malu. Aku tahu itu.
"Kau ini. Sangat ahli kalau soal menggoda ya?" kata Amber "Hey, hey, hey, siapa yang blushing sekarang?" timpalku. "Sudahlah masuk sana, kau bisa dianggap telat jika terlalu lama bicara denganku. Lagipula aku sudah mau pulang, pekerjaanku sudah selesai" balas Amber.
"Yasudah, pulang sana, istirahat yang cukup agar kantong dari kantong matamu segera hilang. Aku tidak mau temanku terlihat lesu seperti itu" kataku. "Aku tahu maksudmu Liam, aku terlihat jelek kan?" balas Amber "No, you're still pretty" timpalku sambil tersenyum bangga, menandakan bahwa aku jujur mengatakannya.
"Haha, thank you Liam" kata Amber. "Okay, then. I'll see you later" balasku sambil melambaikan tangan kearah Amber, dan melihat punggung gadis itu yang mulai menjauh.
Aku memasuki rumah sakit dan segera menuju ruangan perawat untuk meletakkan tasku.
"Good morning" sapaku setelah memasuki ruangan khusus perawat. "Good morning, Liam" balas Niall, perawat muda berumur 20 tahun, atau lebih tepatnya, seumuran denganku.
"Sudah lama tiba, Ni?"
"No, baru 10 menit yang lalu"
"hmmm" Aku mengangguk dan mengambil kertas putih dengan tulisan yang bertinta hitam, membacanya, dan langsung mengetahui apa hal pertama yang akan-atau tepatnya harus-aku lakukan.Aku baru saja membaca jadwal tugasku hari ini, dan mendapati tugas pertamaku adalah mengecek keadaan Lucy, gadis kecil yang mengidap penyakit leukimia.
"Oh ya, Niall. Aku harus memeriksa keadaan Lucy, sekarang"
"Gadis kecil yang terkena leukimia itu, kan?"
"Yes, aku pergi dulu"Aku langsung menyambar Nursing Kit yang ada di atas meja, dan keluar dari ruangan itu menuju ruang inap Lucy.
Tok. Tok. Tok
Aku mengetuk pintu dan mendengar sebuah suara, yang aku asumsikan adalah ayah Lucy "Come in".
Tanpa berbasa-basi aku langsung memutar kenop pintunya dan masuk.
"Good morning, Lucy. How's your day?" tanyaku. "Not bad, hanya sedikit bosan terus-terusan berada di kamar ini" jawab Lucy dengan muka yang masam.
"Oh, don't be like that, sweetheart. Ini semua demi kesembuhanmu" timpal ayah Lucy, Mr. Talbot. "That's right. Dan sekarang aku harus memeriksa keadaanmu" ucapku dan melihat Lucy hanya mengangguk lesu.
Dengan cekatan, aku memeriksa suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, serta respirasinya dan mencatat dalam buku catatan khusus.
"Okay, done Lucy. And now, i have to go. Get well really soon" aku tersenyum kearahnya, namun wajah murungnya tak kunjung berubah. "hey, what happened with your pretty face?" godaku. "No, nothing. But, can't you stay here for a while, Liam? Aku terlalu bosan disini" jawab Lucy dengan wajah murung yang berubah menjadi wajah memelas.
"Hmm, i can't sweetheart. Aku punya banyak pekerjaan, tapi aku janji, setelah jam kerjaku selesai, aku akan menemuimu, bagaimana?" bujukku. "Okay" jawab Lucy, namun wajahnya sudah kembali murung.
"Tapi dengan satu syarat" kataku. Kepala Lucy yang tertunduk langsung mendongak ketika mendengar kalimatku. "Apa itu?"
"Give me your best smile ever". Dalam hitungan detik, aku langsung melihat sudut-sudut bibir Lucy terangkat dan membentuk senhum yang sangat indah, senyuman terbaik dari gadis kecil yang sangat aku sayangi.
Aku menyayangi Lucy sudah seperti adikku sendiri, walaupun aku tidak memiliki seorang adik, tapi aku tahu bagaimana perasaan sayang seorang kakak saat aku bertemu dengan Lucy.
Lima bulan yang lalu, saat aku sedang tugas malam, seorang ayah menggendong anaknya dengan tertatih-tatih memasuki ruang UGD. Aku dan beberapa perawat lainnya langsung mengambil alih gadis kecil itu dan bekerja sama dengan dokter James untuk menanganinya.
Setelah 30 menit, kami selesai dan dokter James keluar dari ruangan UGD, kami-para perawat-pun keluar juga dari ruangan tersebut.
Aku melihat ayah dari gadis itu dipanggil dokter James untuk berbicara dengannya di ruangannya. Saat itu juga, aku tahu bahwa dokter James akan memberi tahu ayah gadis itu bahwa anaknya mengidap suatu jenis kanker. Kanker darah.
Awalnya dokter mengizinkan gadis kecil itu pulang dan memintanya untuk rawat jalan. Namun 2 minggu kemudian, ayah gadis itu membawanya lagi ke rumah sakit, dalam kondisi pingsan.
Mulai saat itu, gadis kecil itu diharuskan untuk rawat inap. Dan pada saat itu pula, aku mulai mengenal gadis kecil itu. Lucy, gadis kecil itu adalah Lucy.
Aku mulai akrab dengan Lucy karena aku sering memeriksa keadaannya. Lucy sangat manis, periang, dan baik hati. Kadang aku merasa kasihan pada Lucy, bagaimana tidak? gadis kecil yang sangat cantik ini baru berusia 12 tahun, dan pada usia yang seharusnya dilewati dengan bermain bersama teman-temannya, malah dilewati dengan melawan kanker yang sangat amat menyiksa itu.
"Hmm, Liam?" kata-kata Lucy seketika membuyarkan lamunanku. "Ahh, ya?" jawabku. "Kamu bilang kamu harus pergi sekarang?" "Oh yes, you're right. I have to go now, bye"
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
HOW'S CHAPTER 1, GUYS?
I NEED FEEDBACKS, MEANS A LOT :D
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST FIRST LOVE
Fanfiction"Beri aku waktu untuk bisa lebih mengenalnya, beri aku waktu untuk bisa bersamanya, aku janji akan menjaganya, aku janji akan selalu berada di sisinya" Liam adalah seorang perawat dari St. Mary's Hospital. Kurang lebih 2 tahun dia lewatkan untuk...