CHAPTER 7

47 9 0
                                    

Kriiiiingg!

Bunyi itu lagi...

Aku membuka mataku dan merenggangkan tubuhku, lalu terduduk di tepi tempat tidurku yang seperti surga di pagi hari.

Hari ini aku mendapat shift siang, jadi pagi ini aku harus memikirkan kegiatan apa yang bisa kulakukan. Tapi sepertinya aku melupakan sesuatu, batinku.

Kira-kira apa yang sudah aku rencanakan? Aku berpikir keras berharap akan mengingan rencana ku pa-

"HARI INI QUEEN OPERASI!!" teriakanku menggelegar, aku sudah mengingatnya, aku harus ke rumah sakit sekarang.

Dengan kecepatan kilat, aku langsung melompat dari tempat tidur dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit.

Kulajukan mobilku kesayanganku dengan kecepatan melebihi normal.

Sesampainya di rumah sakit, aku segera menuju kamar inap Queen, berharap gadis itu masih berada disana.

Kubuka pintu kamarnya tanpa mengetuk pintu. Kudapati gadis itu sedang duduk dikursi roda. Kulihat juga Mrs. Laura disana, memegang pegangan kursi roda yang berada di belakang punggung Queen.

"Liam!" seru Queen dengan nada yang tinggi, nada suara yang mengandung kebahagiaan didalamnya. Kebahagiaan ketika melihatku muncul dari balik pintu kamarnya.

"Hei Queen, apa kau siap untuk hari ini? tanyaku sambil menyunggingkan senyuman kecil. "Ya, aku siap. Terutama karena kau memepati janjimu." jawabnya.

"Janji apa?" tanya Mrs. Laura dan melirik kearahku penasaran. "Janji akan bersamaku sebelum aku masuk ke ruang operasi" ucap Queen mewakiliku menjawab.

Mrs. Laura hanya tersenyum dan mengangguk-ngangguk.

Aku ingin sekali mengambil alih mendorong kursi roda Queen, tapi aku tidak tahu mau mengatakannya bagaimana.

Tapi akhirnya aku memberanikan diri meminta "Mrs. Laura, can I?" tanyaku sambil mengulurkan tanganku kearah Queen.

"Sure, Liam. Come here" balasnya dan mempersilahkanku mengambil alih pegangan kursi roda itu.

Kupegang pegangan kursi roda itu dengan mantap dan berkata "Siap Queen?"

"Tunggu, aku ingin berdoa terlebih dahulu" kata Queen. Aku mengangguk.

Kulihat Queen menutup matanya, menautkan kedua tangannya, dan menundukkan kepala. Aku tahu Queen sedang berdoa dalam hatinya. Akupun ikut berdoa sejenak.

Akhirnya selama 5 menit berdoa, Queen mendongakkan kepalanya dan berkata "Kita bisa pergi sekarang."

Mendengar kata-kata itu, aku langsung mendorong kursi rodanya menuju ruang operasi.

Jantungku berpacu 5 kali lebih cepat lagi. Bukan karena menatap wajah cantik Queen, tapi karena aku takut menghadapi kenyataan bahwa Queen akan di operasi hari ini.

Bagaimana jika operasinya gagal? Bagaimana jika Queen tidak bisa pulih?
Bagaimana jika ini terakhir kalinya aku bertemu dengan Queen dalam keadaan masih bernyawa? Bagaimana jika-

Pikiranku terus berpetualang kesana-kemari, menelusuri resiko paling fatal, mengetahui bahwa tidak besar peluang operasi ini akan berhasil.

Aku memberhentikan kursi roda di depan ruang operasi. Kulihat dr. Steve sudah menunggu di depan pintu.

Ku lepaskan pegangan kursi roda itu, dan melangkahkan kakiku, bermaksud untuk menghadap Queen.

Ku tekuk kedua lututku, hingga saat ini tinggi badanku sejajar dengan Queen.

"Kau siap?" aku menanyakan pertanyaan itu untuk ketiga kalinya. Queen mengangguk dan kulihat sudut-sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum yang indah.

"Well, listen to me. Kau harus kuat, kau harus bisa melawannya. Melawan semua ketakutan yang ada di pikiranmu. Buang jauh-jauh perasaan pesimismu. Optimislah bahwa kau bisa melakukannya. Yakinlah, Queen. Aku akan selalu menunggumu disini. Aku janji" ucapku dengan suara yang sedikit bergetar, mata yang berkaca-kaca, namun tetap ada senyuman diwajahku.

"Aku akan melawannya, Liam. Aku tidak akan pesimis, melainkan optimis. Dan aku yakin aku bisa melakukannya" ucapnya

"good" ucapku singkat, dan tanpa kusadari, Queen memelukku. Memelukku cukup lama, dan akhirnya melepaskan pelukan itu.

Aku berdiri dari tempatku. Dan aku hanya bisa tersenyum. Ya, tersenyum.

Kini giliran ibunya yang mendekati Queen. "Sweetheart, tetaplah berdoa" kata Mrs. Laura. "Of course, mom" jawab Queen.

dr. Steve langsung membawa Queen memasuki ruangan operasi.

Queen's POV

dr. Steve membawaku masuk, masuk ke ruangan yang membuatku takut. Ruang operasi.

Kulihat beberapa perawat sedang bersiap-siap dengan alat-alat mereka, membuatku bergidik ngeri.

Aku yakin wajahku sudah sudah sangat pucat saat ini. Aku merasakan dingin yang melanda wajahku, tidak ada kehangatan lagi di pipiku. Mungkin karena aku takut, darahku sudah tidak mau lagi naik sampai pada kepalaku.

Aku sangat takut, sangatlah takut. Tapi ada yang menyemangatiku, kata-kata Liam.

"... Kau harus kuat, kau harus bisa melawannya. Melawan semua ketakutan yang ada di pikiranmu. Buang jauh-jauh perasaan pesimismu. Optimislah bahwa kau bisa melakukannya. Yakinlah, Queen..."

Kata-kata itu terus terngiang dilepalaku, membuatku bisa-sedikit demi sedikit-melawan ketalutanku.

Aku sudah terbaring di tempat tidur, atau bisa dibilang meja operasi? Mungkin terdengar konyol, tapi itulah yang kutahu.

Kudengar suara dr. Steve berkata "Jika alu sudah menyuntikkan obat bius padamu, kau bisa menghitung mundur dari 5, Queen"

Aku mengangguk. Dan merasakan sesuatu menancap di kulitku, melepaskan cairan yang membuatku sedikit pusing.

"Kau bisa memulainya sekarang" kata dr. Steve lagi.

Aku melakukannya.

5... Penglihatanku mulai kabur
4... Aku tidak bisa merasakan tubuhku
3... Mataku mulai menutup
2... Kulihat wajah ibuku
1... Juga wajahnya, wajah Liam

Wajah Liamlah yang terakhir aku lihat, sebelum semuanya menjadi gelap.

...

Liam's POV

Operasi sudah berlangsung selama 3 jam, aku semakin khawatir, aku semakin takut, aku tidak bisa tenang, apalagi optimis.

Sangat mudah mengatakannya pada Queen, tapi nyatanya, aku sendiri tidak bisa melakulannya. Aku terlalu takut, terlalu takut kehilangan Queen.

Sampai sekarang, aku masih bingung dengan perasaanku, perasaan yang tidak pernah kurasaka selama 20 tahun terakhir.

Tapi perasaan apa ini? Aku tidak mengerti. Rasa senang saat melihatnya senang, rasa bahagia saat melihatnya bahagia, rasa sakit saat melihatnya sakit, dan.. rasa takut saat kehilangannya.

Tunggu dulu, apakah aku mencintainya?

Ya, aku mengerti, yang aku rasakan adalah cinta. Aku mencintainya.

Dan yang aku bisa lakukan sekarang adalah menunggunya.

Aku mendengar sesuatu. Suara knop pintu yang dibuka dan...

KREEKK!!

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

CHAPTER 7, POSTED!
I NEED FEEDBACKS :(

LAST FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang