CHAPTER 6

49 9 0
                                    

Liam's POV

Aku memasuki kamar inap Queen pagi ini, berniat melakukan pemeriksaan rutin seperti biasa.

"Good morning Queen, how are you?" tanyaku. "Morning, Liam. I'm fine, thanks for asking" jawabnya.

Aku melihat Queen tidak baik-baik saja, dia terlihat lemah, sangat lemah. Tapi aku salut, dia tetap bersemangat, dan tetap tegar.

"Seperti biasa, aku akan melakukan pemeriksaan rutin pagi ini" jelasku. "Ya, silahkan" kata Queen.

Aku melaksanakan pemeriksaan sesuai prosedur. Di sela-sela melakukan pemeriksaan, aku berbincang-bincang dengan Queen.

"Bagaimana dengan luka di dadamu? Apakah ada perubahan?" tanyaku. "Masih sering sakit, kau tahukan luka ini mengenai jantungku, jadi kalau kambuh, rasanya sakit sekali" kata Queen menjelaskan.

"Lalu kemana ibumu? Aku tidak melihatnya dari tadi?" tanyaku lagi. "Ibuku tadi dipanggil dr. Steve, katanya ada yang harus disampaikan" jawab Queen.

Aku mendengar knop pintu kamar Queen terbuka.

"Hi, sweetheart" sapa Laura-ibu Queen-

"Oh, hi mom, sudah kembali dari ruangan dr. Steve?" tanya Queen. "Ya" jawab ibu Queen singkat.

Ibu Queen sepertinya sedang sedih, aku melihat kedua matanya bengkak seperti baru selesai menangis.

"Aku sudah selesai, semoga cepat sembuh Queen" aku tersenyum kepada Queen dan ibunya, dan keluar dari kamar tersebut.

...

Queen's POV

Aku melihat Liam menghilang dibalik pintu kamarku. Tapi tunggu dulu, tadi kalau tidak salah, aku melihat mata ibuku bengkak? Ada apa?

"Mom?" panggilku. "Yes, sweetheart?" jawab ibuku dan memandangku.

Ya, aku benar, aku tidak salah lihat, mata mom memang bengkak.

"Mom kenapa? Dokter tadi bilang apa?" tanyaku pada ibuku. "Q-queen, k-kau... j-jantungmu harus segera di o-operasi" kata ibuku terbata-bata.

"Operasi?" tanyaku kaget, hampir meneteskan air mata. "T-tapi aku takut, mom. Bagaimana kalau operasiku tidak ber-" "Kau akan baik-baik saja Queen, dr. Steve berjanji akan melakukan yang terbaik demi keselamatanmu" jawab ibuku optimis.

"Dan kapan aku akan dioperasi?" tanyaku. "1 minggu lagi, sebelum luka di jantungmu lebih parah" jawab ibuku.

"Berjanjilah kau akan selalu ada bersamaku, mom" pintaku. "I promise, sweetheart" jawab ibuku dan langsung menggenggam tangan ku lembut.

...

Liam's POV

Akhir-akhir ini, aku sering ditugaskan untuk memeriksa keadaan Queen, kami sudah cukup akrab, karena Queen adalah orang yang termasuk suka bergaul.

Tapi ada yang berbeda setiap aku melihat wajah Queen, perasaan yang aneh, yang tidak bisa aku jelaskan dengan kata-kata, bahkan jika aku seorang sastrawan, aku tetap tidak bisa menjelaskannya.

Perasaan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya, perasaan yang selalu menganggu pikiranku, membuyarkan konsentrasiku, ketika aku menatap wajahnya.

Jantung ini juga, tak pernah lelah untuk berpacu 5 kali lebih cepat setiap aku melihat senyumnya.

Tapi aku berusaha menyembunyikannya, menyimpan rapat-rapat, agar tidak seorangpun mengetahuinya. Termasuk Queen.

"Liam?" panggil Will. "Ya?" jawabku dan memandang Will. "Kukira kau tadi melamun" kata Will sambil mengangkat sebelah alisnya. "Tadinya begitu" jawabku.

"Apa yang kau pikirkan sehingga kau lupa jika kau harus memeriksa keadaan Queen saat ini?" tanya Will. "Astaga, aku baru ingat, aku pergi dulu Will" seruku.

Alu mengetuk pintu kamar Queen dan terdengar suara yang aku asumsikan adalah suara Queen mempersilahkanku masuk.

"Hey, Queen. Aku akan me-" "melakukan pemeriksaan rutin?" potong Queen dan menaikkan sebelah alisnya. "Kau tahu saja" ucapku dan tersenyum.

Lagi-lagi aku melakukan pemeriksaan sesuai prosedur.

"Liam? Kau sudah tahu aku akan menjalankan operasi jantung?" tanya Queen.

Aku mendongak kaget "Operasi? Kapan?" tanyaku. "3 hari lagi" jawabnya.

"Aku harap operasimu berjalan lancar Queen, jangan lupa berdoa agar operasinya berhasil, dan kau bisa segera sembuh" ucapku.

"Thanks, Liam. Tapi jika operasi itu tidak berhasil, aku ingin kau tahu kalau aku senang bisa mengenalmu" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Kau tidak boleh bicara seperti itu Queen, kau harus yakin kau akan sembuh" ucapku berusaha menyemangatinya.

"Thanks, Liam. Dan bisakah aku meminta seauatu?" tanya Queen. "Apa itu" tanyaku. "Aku ingin kau bersamaku saat aku mau memasuki ruang operasi" pintanya. "Pasti Queen, pasti" ucapku

Setelah memeriksa keadaan Queen, aku keluar dari kamarnya.

Yang benar saja operasi jantung? Ya, Tuhan, aku mohon lancarkanlah operasi Queen nantinya. Aku tahu operasi jantung bukanlah operasi yang ringan.

Brakk...

Aku menabrak seseorang.

"Aku minta maaf, aku yang salah, seharusnya aku tidak melamun saat berjalan, sekali lagi aku minta maaf" Aku meminta maaf dan menundukkan kepalaku, aku tidak melihat siapa yang aku tabrak.

"Liam?" terdengar suara yang familiar, itu suara...

"Mr. Talbot? Kukira siapa" ucapku. Ia hanya tersenyum tipis. "Kau kenapa?" tanyaku.

"It's about Lucy, leukimia itu sudah memasuki stadium akhir, she's dying" katanya dan memijat pelipisnya pelan.

Aku juga hanya terdiam, berharap ini semua bisa dilewati Lucy. Sedih melihat orang yang aku sayangi sedang dalam kondisi sekarat. Apalagi Lucy masih 12 tahun.

Aku menepuk-nepuk punggung Mr. Talbot dan menyemangatinya. "Aku yakin jika Tuhan berkenan, pasti Lucy bisa sembuh, and we can't stop hoping and praying" kataku.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

VOMMENTS, PLEASE :)

LAST FIRST LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang