b a g i a n 2

128 13 7
                                    


"ke-99.

7 Februari 2013,

pukul 4 pagi. lagi-lagi aku meringis pada jam ini.

Semalam aku bermimpi.

Aku bermimpi tentang mu, berdiri tegap di hadapan ku--dengan tatapan yang tak pernah berubah walau terkikis oleh waktu.

          Aku memimpikan senyuman mu. Senyum yang tak akan pernah usang walau ditatap setiap detiknya--senyum yang bisa menghanyutkan segala duka.

          Semalam aku bermimpi.

          Mimpi yang entah darimana berasal--entah bagaimana bisa datang.

          Aku bermimpi merasakan hangat tubuhmu. Kehangatan yang selalu ku kenal meski tubuh tetutup puluhan meter oleh salju.

          Aku bermimpi tentang keberadaan mu di samping tubuh pucat ku.

          Bahkan aku bermimpi menangis ditangan mu--terlelap nyenyak di pelukan mu.

Segalanya terasa nyata--sangat nyata seperti terjadi persis didepan kesadaran ku.

           Andai ada cara--andai aku tahu cara nya untuk merasakan mimpi itu untuk kedua kalinya.

         Andai aku bisa menukar segala keramaian di dunia dengan tawa mu. Karena bagi ku, tak ada hal yang lebih indah dari itu.

Andai aku tahu cara untuk membuat mimpi itu menjadi nyata. Andai aku tahu caranya untuk terus tinggal di mimpi ku. Andai aku tahu caranya untuk berbicara lagi dengan mu dan berada di pelukan mu satu kali lagi.

kembali. hanya itu yang aku minta dari mu.

aku bisa pastikan dunia, jika aku tak akan berhenti menjadi seorang pemimpi.

karena didalam mimpi itu lah, dimana aku bisa bertemu dengan mu.

          -Serena,"

                          -------

            Atap itu berganti pada jam lima. Matahari mulai menarik dirinya dari singgasana dan mulai berpijar diatas sana. Serena membiarkan mata lelah nya itu berkenala, membiarkan dirinya mencari dan menyimpan keindahan dibalik horizon berwarna.

Lagi-lagi Serena terjaga pada pagi buta, karena terlalu sibuk dengan aktivitas dilakukan malam tadi. Atau mungkin, dia sibuk memikirkan tentang mimpinya malam tadi.

Jendela kamarnya sudah terbuka, memberi jalan bagi udara pagi dan bau embun untuk masuk ke kamarnya. Jika matanya terasa amat berat dan penat beberapa menit lalu, perasaan itu sudah hilang, digantikan dengan indahnya situasi pagi hari.

Kedua matanya terpaku pada kanvas semesta itu. Dari warna kehitaman ke warna lautan, diselingi dengan warna kuning emas dari sang mentari--berganti seiring dengan jarum jam berlari.

Sepi masih menyelimuti jalanan perumahan. Burung-burung yang entah dimana keberadaannya, tidak perlu bertanding suara dengan mesin-mesin transportasi pagi ini. Dedaunan dan rerumputan juga belum memulai perjuangannya melawan teriknya matahari karena masih sejuk terbalut oleh embun.

SerenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang