b a g i a n 7

71 11 9
                                    


          Rintik hujan mulai berjatuhan seiring langit mengganti wajahnya menjadi muram ke abu-abu an. Kendaraan itu mulai berhenti dipinggir jalan, berusaha mencari apapun yang bisa melindungi tubuh mereka agar tidak basah dan kedinginan.

          Serena duduk termenung di sudut tempat tidur dengan kepala tertopang oleh tembok putih. Hampir setengah tubuhnya tertutup selimut putih tebak yang menjadi andalannya saat angin malam menyerang.

           Kedua jendela kamarnya yang berukuran besar itu tertutup rapat, memperlihatkan satu sisi kaca yang buram sebagai tanda betapa dinginnya suhu udara di luar.

           Suara ketukan pintu terdengar, membuat Serena harus berkedip dari lamunannya. "Masuk," Serena membalas ketukan itu.

          Sosok wanita yang sudah tak lagi muda muncul dihadapan Serena. "Ren, kamu nggak mau keluar? mama nggak masak, kamu mau makan apa?" Ibu nya bertanya.

          Serena berhembus kecil. "Keluar? mau aku kena hipotermia atau gimana? dan, sejak kapan Mama pernah masak," Serena menjawab, memilih jawaban sarkastik rupanya.

         Mendengar jawaban itu, Wanita yang masih berdiri didepan pintu kamar Serena hanya bisa diam dan menahan segala apapun yang ingin bibir nya katakan. Setelah menempuh keheningan, wanita yang adalah Ibu Serena itu mengalahkan ego nya dan berjalan keluar dengan tangan masih mengenggam gagang pintu putih yang nampak pucat dalam dingin.

Seketika handphone Serena berbunyi dan dengan sergap, Serena memeriksa apa yang baru saja dia terima. Leon? tanya nya.

Leon: Lo dimana Sre?

Serena mengernyitkan kedua alisnya saat membaca pesan itu. Aneh.

Serena: rmh. knp

Leon: Ok tgg

Serena lagi-lagi mengernyitkan kedua alisnya.

Serena: hah?

Beberapa menit dan pesan Serena tersebut tak ada balasan. Karena tidak ingin terlalu pusing memikirkannya, Serena menyingkirkan handphone putih dari genggamannya dan kembali bersembunyi didalam selimut tebal.

Kedua kelopak matanya sudah hampir tertutup, namun handphone nya kembali bergetar. Kali ini Leon menelpon rupanya. Dengan malas, Serena mencoba menjawab.

"What," Serena memulai. Serena bisa mendengar derasnya rintik hujan dari telepon seberang.
"Buruan keluar," Leon menjawab.
Seakan kehabisan kesabaran, Serena mengerutkan kedua alisnya. "Apaan sih?"
"Gue diluar, depan rumah lo, 1 meter di gerbang depan yang warna hitam, 45 derajat ke kanan, 45 derajat kemiringan angin timur. Buruan,"
"Hah?" Serena kembali menjawab dan segera bangun dari posisi tidurnya dan membuka tirai putih dari jendelanya.

Terlihat seseorang berdiri didepan pagar rumah nya dengan jaket hijau yang Serena merasa sangat mengenal jaket itu.

Serena segera mematikan panggilan itu dan berlari melewati tangga untuk mencapai lantai bawah. Dengan bergegas, Serena berlari ke arah gerbang rumah nya tanpa menggunakan payung atau apapun yang bisa menjaga nya tetap kering.

SerenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang