"Umm, nggak dulu deh," Serena dengan cepat menjawab, berusaha nampak kebingungan namun nyatanya tidak sama sekali.Adin, Salah satu teman kuliah Serena mengernyitkan kedua alisnya bersama, menunjukkan ketidak puasan atas jawaban itu. "Yakin? udah lama lho nggak ngumpul bareng sama yang lain," lanjutnya.
Serena menghela nafas panjang yang membuat kedua bahu nya naik secara sinkron. "Gue nitip salam aja ya buat yang lain? bilang maaf gue nggak bisa ikut, bukan nggak mau ikut karena banyak yang harus dilakuin. Gue janji gue bakal nebus absen gue kok nanti," Serena menjelaskan.
"Yah, yaudah deh. Nanti gue bilang ke yang lain," Adin membalas.
Ujung kanan bibir Serena terangkat dan berubah membuat senyuman. "Makasih Din. Sorry banget ya,"
"Iya nggak apa-apa. Gue yakin yang lain juga ngerti," Adin berhenti untuk sesaat. "Gue duluan ya? oh iya, tadi kata si Nanda, nyokap lo nyariin diluar. Kalo nggak di lantai bawah, di parkiran mungkin," Lanjut Adin.
Dengan sejekap, kedua matanya terbelalak tak percaya. Serena menelan sebuah gumpalan yang seketika muncul didalam tenggorokannya itu sebelum menjawab. "H-Hah? serius? nggak salah? Nanda ketuker kali nyokap gue sama ibu-ibu lain?"
"Nggak tau juga sih...lo cek dulu aja mending?" Adin menyarankan.
"Hmm yaudah Din. Thanks ya,"Serena membalik badan dan menyegerakan langkah kaki nya untuk mencari pintu keluar kampus. Entah mengapa, kedua telapak tangannya sekarang menjadi berkeringat, begitu juga dengan keningnya. Saat langkah nya sampai di tempat yang Adin jelaskan, kepala nya langsung sibuk ke kanan dan ke kiri, mencari suatu sosok yang dia kenali.
Kedua bola mata masih terus bergerak cepat ke kanan maupun kiri, mengobservasi dan memindai semua hal yang ada di sekitar nya itu. Saat hasil nya nihil, Serena berusaha melupakan hal yang sedang dia cari dan memilih untuk berjalan ke arah parkiran dimana mobil putih nya itu diparkirkan.
Matahari semakin meredupkan sinarnya, seiring berputarnya jarum jam yang menunjukkan pukul setengah 5. Langit itu pun tak lagi secerah saat matahari berada diatas kepala.
"Serena!" terdengar suara wanita memanggil dari belakang punggung nya. Yang benar saja. pikirnya.
Saat Serena membalik badannya, muncul sosok yang tadi dia cari, namun sudah tidak menggunakan pakaian yang sama tadi pagi, dengan senyum lebar tertera di wajahnya, membuat kerutan yang ada di kedua pinggir bibir nya itu semakin nyata. "Ngapain disini, Ma?" Serena bertanya.
Senyum itu pun memudar. "Mobil mama mogok tadi siang, sementara mama ada tugas keluar kota besok pagi, dan harus berangkat nanti malam," Ibu nya menjelaskan. Namun tentu saja, bagi Serena, penjelasan itu masih belum bia menjawab pertanyaannya. "Jadi?" Serena kembali bertanya.
"Jadi, habis ini, Mama mau ajak kamu makan malam, terus nganter kamu pulang. Habis kamu pulang, Mama mau minjem mobil kamu dan langsung berangkat," Lanjutnya.
Serena mengernyitkan kedua alis tebal nya itu. "Kenapa nggak nunggu aku sampai pulang?" tanya Serena lagi.
Dengan senyum kecil di wajah, ibunya menjawab, "Mama takut kamu pulang malam, nanti mama nggak keburu sampai sana besok. Dan, mama memang mau ngajak makan malam ini,"
Serena terdiam untuk sesaat. Kepala nya tertunduk, kedua rahang yang ada di dekat kedua telinga nya menguat, menimbulkan sebuah bunyi yang diakibatkan karena gigi-gigi yang menggeretak satu sama lain. Entah mana yang lebih membuat nya kecewa saat ini; fakta jika ibunya itu lebih khawatir akan pekerjaannya, atau fakta jika Serena harus diam dan menyendiri di suatu bangunan yang sudah sulit untuk dia sebut sebagai 'rumah'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serena
Teen FictionCinta; Seperti embun yang melengkapi pagi, cinta melengkapi mereka yang tak pernah merasa utuh sebelumnya. Tak lain dengan Serena, yang akhirnya menemukan cinta diantara persimpangan perjalanannya. Namun, dirinya masih tak bisa menemukan cinta bagi...