[6]

108 8 2
                                    

     Raharda menatap dua orang di depannya. Zefanya dan Al. Tapi kali ini mereka bukan sedang bertengkar seperti saat Zefanya memutuskan Raharda. Melainkan tersenyum, tuluss sekali.

     "Jadi," ucap Raharda membuka suara. Mata Raharda menatap Zefanya.
"Mau ngomong apa?"

     "Lo masih marah?" Raharda membuang muka ke arah samping. Menghindari Al, yang baru saja melontarkan pertanyaan kepadanya.

     "Siapa yang marah? Gue ga marah kok," jawab Raharda.

     "Aku rasa kita cuma harus baikan. Ya, maksud aku... Em, aku minta maaf saat itu aku mutusin kamu."

      Raharda sontak menutup matanya. Satu kata; nyes.

     "Aku mau kita temenan ya, Raharda?" Raharda tersenyum membalas pertanyaan Zefanya. Padahal dalam hatinya, Anjrit lo cuma temenan doang!

     "Katanya mau ngomong sesuatu," ucap Al. Zefanya menunduk. Lalu saat Raharda melihat Zefanya menegakkan kembali kepalanya, mata Raharda membulat. Wajah Zefanya bersemu merah.

      Jadi, Zefanya sudah berpindah hati?

     "Em, Raharda. Ternyata Al ga seperti yang aku kira. Aku kira dia bakalan jutek, dingin, padahal dia sama sekali ga begitu. Dia malah perhatian banget sama aku,"

      nyes (2)

---


     Raharda kembali duduk di kursi kafe setelah mengucapkan 'hati-hati di jalan' pada Zefanya dan Al yang kini sudah berada di dalam mobil, bersiap untuk berangkat yang Raharda tidak tahu entah kemana.

     Yang jelas, Zefanya mengatakan bahwa ia ada janji dengan Al malam nanti. Jadi mereka harus pulang. Dan tentu saja itu membuat Raharda merasa semakin ngenes.

     Gue kurang apa sih? Gue tahu Al emang ganteng. Tapi bukannya gantengan gue? omel Raharda dalam hati.

     "Oi," Raharda menolehkan kepalanya pada orang yang baru saja mengganggu acara ngelamunin-kenapa-gue-diputusin-Zefanya-nya.

     "Rezeva?" ucap Raharda saat mengenali siapa orang itu. Orang itu, Rezeva, tampak tersenyum kecil sebelum akhirnya duduk di kursi kosong pada hadapan Raharda. "lo ngapain?" tanya Raharda lagi.

     Rezeva menggeleng pelan, "Ga ngapa-ngapain. Cuma lagi jalan-jalan abis itu liat lo lagi di kafe sendiri, kaya orang ilang lagi patah hati, gara-gara mantan berpaling sama cowok lain."

     Raharda mengernyit, "Lo tau dari mana, Rez?"

     Rezeva mengangkat bahunya, "Cuma nebak doang, kok. Kan gue baru aja dateng."

     Bohong.

     Jelas-jelas sejak Raharda berada di kafe lalu datang Zefanya dan Al, Rezeva mengamati mereka dari seberang jalan. Menerka-nerka segala kemungkinan yang sedang dibicarakan antara Raharda, Zefanya, dan Al. Kemudian masuk ke dalam kafe karena tidak tahan untuk menuntaskan semua pertanyaan yang ada di otaknya.

     "Emang bener, ya?" tanya Rezeva hati-hati. Masih dengan kebohongannya. Raharda melemparkan pandangannya ke luar kafe lalu mengangguk.

     "Hem," gumamnya.

     "Da, sebenernya lo, masih suka ya sama Ze- sama mantan lo itu?" Rezeva menghirup udara banyak-banyak. Takut-takut nama yang tadi akan ia sebutkan terdengar oleh Raharda.

     "Menurut lo?" tanya balik Raharda  yang membuat Rezeva bernapas lega karena keceplosannya tadi tidak digubris oleh Raharda.

     Rezeva ikut menatap ke luar kafe, "Ya, mungkin."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raharda [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang