1.

36 5 0
                                    

"Fir! Lo dengerin gue ngomong ga sih?"

Alfira hanya menjawab dengan anggukan kepala nya. Gadis bersurai hitam itu masih menjawab dengan tenangnya disaat sahabatnya sedari SMP ini sudah setengah berteriak disampingnya

"Eanjir ini anak. Gue udah cerita panjang kali lebar kali tinggi. Cuma dijawab angguk-angguk. Gue cerita kan mau dapat solusi Fir. Lo mah gitu mulu kalo gue cerita.." Dafina masih saja sibuk memarahi Alfira yang bahkan masih setia memandang novel sambil meminum es jeruknya.

Namun tiba-tiba suara Dafina berhenti yang langsung membuat Alfira mengalihkan pandangannya ke Dafina dengan dahi berkerut.

"Kok berhenti Daf?"

"Gue ngomong ga ditanggapin buat apa?"

"Dih jangan marah dong Daf. Gue kan masih setia dengerin cerita lo."

"Yaudah kasih solusinya sekarang apa?"

"Mau kasih gimana. Tiap hari juga udah gue bilang. Coba lo diemin aja. Nanti juga dia bosen gangguin lo."

"Tapi sekarang itu kesabaran gue udah abis Fir.."

"Hmm.." Alfira kembali mengeluarkan sikap tak acuhnya.

"Ah ngomong sama lo kaya ngomong sama robot. Bikin bete. Bhay." Dafina langsung meninggalkan Alfira yang masih setia membaca novelnya di meja kantin.

Alfira hanya menggelengkan kepalanya setelah kepergian Dafina. Dafina memang begitu. Setiap datang pasti cuma mencak-mencak karena keisengan Adrian atau menceritakan gebetan barunya yang bahkan tidak pernah ada habisnya.

Ya begitulah. Dafina dengan segala pesona, ketenaran dan kecerewetannya. Tapi Dafina tetaplah Dafina. Sahabat perempuan terbaik Alfira. Alfira memang tidak pernah memandang Dafina hanya karena dia famous karena Alfira juga tidak jauh beda dengan Dafina.

Sama-sama cantik dan tenar. Cuma bedanya Alfira sedikit kalem dan kurang ekspresif atau bisa dibilang manusia flat. Entah apa yang bisa membuat Alfira sebegitu terkenal. Padahal hal yang dia lakukan di sekolah hanya belajar, membaca novel, mendengarkan musik dan tidur.

Alfira yang cenderung pendiam dan Dafina yang punya emosi yang jauh dari kata stabil. Mungkin jika disandingkan akan ada perbedaan yang sangat mencolok ketika mereka sedang berdua.

Tapi apa pedulinya Alfira dengan keadaan disekitarnya. Paling hanya Dafina yang akan memarahi Alfira yang terlalu cuek dengan lingkungannya. Selalu seperti itu.

Seperti sekarang ini. Alfira dengan cuek bebek berjalan di koridor membaca novelnya dengan satu earphone yang menempel di salah satu telinganya. Tali sepatu yang menjuntai tidak di ikat. Selalu seperti itu.

Alfira bahkan terlalu cuek atau lebih tepatnya malas untuk mengikat tali sepatunya. Tanpa pedulinya dia tetap saja berjalan.

Entah bagaimana caranya tanpa mengalihkan pandangan dari novelnya, dia bahkan sudah masuk kedalam kelasnya tanpa tersandung sama sekali. Alfira langsung menjatuhkan bokongnya ke kursinya.

"Heh Alfira! Lo liat si kucrut ga?" Tanpa mengalihkan pandangannya bahkan Alfira sudah tau itu suara Adrian.

"Siapa si kucrut?"

"Temen lo lah! Mara. Dimana dia?" Ya memang. Adrian memanggil Dafina dengan sebutan Amara. Nama belakang Dafina. Dafina Dwi Amara.

"Ga tau.. Dia tadi kabur. Katanya kesel sama lo. Lagi lo ngapain dia lagi coba?"

"Ga ngapa-ngapain.. Cuma ngasih gelang kesayangannya ke Arya."

"Bego. Siap-siap aja lo kalo ketemu dia digorok." Jawab Alfira dengan nada datarnya

Ya gimana Dafina ga marah coba. Itu kan gelang kesayangannya dari Abangnya yang masih kuliah di Aussie. Sedangkan Arya itu cowok yang punya obsesi parah sama Dafina. Bahkan menurut cerita dari Dafina, Arya pernah nguntit Dafina pas mau masuk toilet cewek. Kan alig parah! (Read : Gila)

"Ya kan bercanda Fir. Menurut lo gimana Fir?"

"Ya gak gimana-gimana."

"Sama aja boong ngomong sama lo mah Fir. Yaudah gue cabut dulu nyari Dafina."

"Hmm.."

"Dasar bocil! Kalo orang ngomong hamhemhamhem aja." Adrian lalu pergi setelah menoyor pelan kepala Alfira.

Alfira berdecak sebal setelah ditoyor sama Adrian. Alfira mah udah biasa ngadepin Adrian sama Dafina kalo lagi main petak umpet kaya gini. Nanti juga ketemuan terus baikan terus berantem (lagi). Ini sih udah kaya siklus buat persahabatan Adrian sama Dafina.

Jadi ya mau diapain. Adrian sama Dafina itu udah temenan dari baru brojol. Jadi itu sih udah hal yang lumrah menurut Alfira. Mending Alfira fokus aja sama novel The maze runnernya. Entah kenapa Alfira seneng banget buat baca Novel, apalagi novel Fantasi. Udah berasa ga ada siapa-siapa lagi disekitarnya. Cuma imajinasinya tentang cerita yang dia baca.

Sayangnya Dafina nggak terlalu suka dengan kebiasaan Alfira ini. Masalahnya gara-gara kebiasaan Alfira yang kata Dafina mengganggu itu, Alfira jadi cuek dan ga peduli sama keadaan sekitarnya.

Tiba-tiba saja Dafina muncul dengan keringat bercucuran yang menurut Alfira dia pasti abis kabur dari kejaran Adrian yang berusaha meminta maaf.

"Fir..hosh..fir..hosh..Adrian..hosh..mana?" Dafina masih mencoba mengatur nafasnya.

"Nafas dulu woy. Tadi sih dia kesini nyari lo. Tapi udah pergi lagi nyariin lo."

"Bagus deh."

Kalimat itu hanya dijawab dengan deheman oleh Alfira.

"Gila ya fir gue makin kesel tau sama dia! Masa dia kasih gelang dari bang Riko ke si stalker Fir! Gimana gue ngambilnya Fir?" Dafina masih aja sibuk sama curhatannya tentang Adriannya.

"Tinggal minta susah amat sih." Alfira menjawab sambil membalikkan halaman novelnya.

"Aduh Fir.. Males tau ketemu dia.. Gimana kalo lo yang mintain Fir.. Mau ya Fir.." Dafina langsung mohon-mohon sama Alfira

Pait emang. Kalo butuh aja manis banget. Tapi Alfira mah bisa apa kalo Dafina udah mohon-mohon gini.

"Yaudah. Dia kelas berapa emang?"

"11 IPS 2 Fir. Tolong ya Fir tolong. Alfira emang deh yang paling cantik."

Alfira langsung berdiri untuk pergi ke kelas Arya. Kali ini Alfira melepaskan headsetnya dan menaruh novelnya setelah menyelipkan pembatas di halaman yang terakhir dia baca

Kalo bukan sahabat mah, mana mau Alfira ke kelas Arya. Kelas 11 IPS 2 itu beda lantai sama kelas Alfira. Otomatis Alfira harus memangkas habis sifat magernya.

Alfira masih berjalan dengan cuek dan ekspresi datarnya hingga satu dorongan membuat nya terkesiap

Bugh.

Alfira sukses terduduk dengan bokong yang dipastikan terasa sakit karena hantaman yang ga bisa dibilang kecil.

"Eh lo gakpapa kan? Aduh gue cabut dulu ya.."

Hah? Alfira ga salah denger? Bahkan dia sama sekali ga ada niat buat minta maaf. Kurang ajar.

Tapi sebelum Alfira mau ngejar cowok yang udah nabrak Alfira. Alfira terlanjur disadarkan dengan keadaan bokongnya yang memprihatinkan.

Udah tepos, nambah ilang nih pantat gue. Runtuknya dalam hati.

Alfira langsung bangkit dan berjalan lagi ke kelas 11 IPS 2 buat minta gelang Dafina ke Arya.

Panjang umur. Belum juga sampai ke kelas itu, Alfira udah ngeliat Arya yang lagi mandangin gelang Dafina kaya gelangnya itu Dafina sendiri. Aduh. Makin susah aja ini mah.

"Woy Arya. Itu gelang Dafina kan?"

Teriakan Alfira langsung membuat Arya tersentak kaget dan menjatuhkan gelang itu dari genggamannya. Alfira lantas memungut gelang Dafina.

"Gue bakal kembaliin gelang ini ke Dafina." Kata-kata Alfira sukses bikin Arya melongo.

Tapi akhirnya Arya sadar setelah bunyi suara bel menggema di koridor kelas 11 IPS ini.

'Sial gelangnya diambil' batin Arya.

--

Kelabu {ON HOLD}Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin