S.M.J :: Tinta Hitam

2.8K 72 5
                                    

Senyum manis setiap pagi, menggantikan selai blueberry dalam roti
Sapaan hangat setiap pagi, menggantikan segelas susu yang Ibu beri
Dirimu, mengenyangkan pagiku

Penggemarmu,
S.M.J

---

Aisy memberengut kesal setelah membaca isi Surat Merah Jambu itu yang seperti biasa, di Rabu pagi berada dalam lokernya. Seperti biasa juga, tintanya berwarna hitam, sama saat hari Rabu di awal bulan.

"Astaghfirullah, tuh orang gak pernah sarapan kali, ya, kalo ke sekolah? Bener kata iklan, lo rese kalo lagi laper!" Kemudian dia menyimpan surat itu ke dalam tas gendongnya, seperti biasa semuanya Aisy simpan di meja belajarnya setelah pulang sekolah nanti.

Setelahnya Aisy menutup lokernya dengan kesal. Awalnya Aisy selalu excited jika mendapatkan surat berwarna khas perempuan itu dalam lokernya. Ia antusias menebak, siapa yang ngirim? Namun yang Aisy heran, kenapa harus merah jambu warnanya? Apa dia benar laki-laki atau perempuan?

"Dapet lagi?" Tanya Gina, teman sebangku Aisy dengan semangat. Sedangkan yang ditanya hanya mengangguk malas. "Mana? Mau baca dong!" Gina berteriak heboh membuat Aisy menghela napas. Dengan gerakan malas gadis berambut sebahu dengan sedikit ikal dibagian bawahnya membuka tasnya lalu mengangsurkan amplop merah jambu itu.

Gina membukanya tak sabaran hingga beberapa saat kemudian tawanya meledak tak karuan. "Ya Allah! Gila, cucok, man!" serunya sambil bertepuk tangan semangat.

Aisy, gadis yang biasa dipanggil Ais itu mendesis, "Lo gak ngerasa geli atau mual gitu bacanya?" Gina menggeleng lalu melipat kembali selembar kertas yang juga berwarna merah jambu ke dalam amplop yang berwarna sama lalu diberikan kepada Aisy.

"Malah gue makin penasaran siapa pengirim surat merah jambu itu! Lo emang gak penasaran gitu, Ais?" Aisy hanya melipat kedua tangannya diatas meja lalu mengerutkan keningnya seolah berpikir serius.

"Jujur, gue penasaran, Gin," jeda sesaat, "Tapi makin lama kok dia kayaknya ngaco, ya, isi surat-suratnya?"

Gina tertawa geli, "Mungkin efek tergila-gila karena elo kali," tawa Gina kembali pecah. Sungguh Aisy sebal jika Gina tertawa puas karena dirinya.

"Lo juga ngaco dah!"

Itu ucapan terakhir sebelum bel berbunyi mendandakan pelajaran pertama dimulai. Sebenarnya, tak pernah bisa Aisy fokus dalam pelajaran saat hari Rabu tiba. Entah kenapa semua pertanyaan berputar-putar memenuhi otaknya seperti tak mengizinkan Aisy untuk fokus dengan semua ucapan guru yang mengajar. Menyebalkan.

---

Seperti Rabu-Rabu biasanya pada jam istirahat, disini Aisy berada. Perpustakaan. Padahal Aisy bukan salah satu diantara jejeran anak murid yang rajin membaca, hanya saja memang perpustakaan adalah satu-satunya tempat dimana dia bisa berpikir dengan tenang. Selalu saja, di hari Rabu hanya siapa pengirim surat merah jambu itu yang Aisy pikirkan. Heran, mengapa selalu itu yang Aisy pikirkan? Padahal banyak yang lebih penting seperti; Bagaimana nilainya terus naik tanpa ada yang anjlok? Apa yang harus dia makan ketika pulang sekolah nanti? Mengapa sepatu bisa berada di dalam perpustakaan? eh? Sepatu?

"Apa lo?" Aisy menatap tak suka seorang yang sedang berada dihadapannya dengan bersedekap dada.

"Lo yang apa, di perpus mana boleh pake sepatu. Copot!" Aisy menatap berani laki-laki yang sedang mengernyitkan dahi, lantas gantian Aisy yang mengernyit saat mendengar tawa laki-laki dihadapannya.

"Lo kira lo siapa? Yang punya sekolah? Ngarep!" Balas laki-laki itu tak kalah sewot. Aisy mendelik.

"Gue sekolah disini bayar!" Aisy membentak laki-laki di depannya membuat beberapa orang yang merasa terganggu menoleh ke arahnya. Namun semua tatapan itu Aisy abaikan hanya untuk membalas laki-laki menyebalkan yang tengah tersenyum miring ke arahnya.

"Duh, Mbak, disini saya juga bayar!" Aisy tersadar. Bodoh memang, semua yang sekolah disini pasti membayar uang bulanan.

"Yee... bodo amat, Mas!" Aisy kembali membentak membuat laki-laki di depannya terheran.

"Yee.. biasa aja, Mbak!" Laki-laki itu menirukan ucapan Aisy membuat siswi berambut sebahu itu menggebrak meja lalu berdiri.

"Lo--"

"Aisy, Samudera, silakan keluar jika ingin bertengkar," Aisy dan laki-laki bernama Samudera itu menoleh mendengar ucapan penjaga perpustakaan yang hapal benar dengan kucing dan anjing yang selalu bertengkar dalam perpustakaan. Keduanya lalu menoleh menatap satu sama lain kemudian membuang muka dan berjalan beriringan keluar.

"Perusak hari lo!" Ucap Aisy kesal sebelum meninggalkan Samudera yang berdiri di depan pintu perpustakaan dengan bibir mencebik lucu mengikuti suara Aisy yang menurut laki-laki itu cempreng.

Tak heran jika melihat Aisy dan Samudera bertengkar, sejak awal mereka bertemu saat Masa Orientasi Siswa setahun yang lalu, mereka memang sudah ditakdirkan untuk bertengkar. Semuanya hanya berawal dari sebuah pita. Saat MOS anak perempuan diperintahkan untuk mengikat rambut mereka sesuai gugus. Dan hari itu, Aisy terlambat bangun sehingga dia menguncir asal-asalan rambutnya. Saat sedang berlari karena di hukum telah terlambat, pitanya lepas. Lalu tak sengaja terinjak oleh seseorang. Saat Aisy ingin mengatakan jika pitanya terinjak, laki-laki itu malah dengan sengaja semakin menginjak-injak pita itu hingga hancur membuat Aisy melotot tak percaya. Dan karena Samudera, hukuman Aisy hari itu tidak berhenti hingga asmanya kambuh, dan barulah hukumannya berhenti karena para senior kasihan. Sejak saat itu, semuanya mengenal kucing dan anjing SMA Garuda.

---

Notes.
Cerpen baru *tahlilan* emang susah banget bangkitin mood buat nulis, akhirnya bikin cerpen aja yang dikit-dikit semoga aja cepet selesai. Aamiinn..

Love,

Likayla

Surat Merah Jambu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang