S.M.J :: Tinta Ungu

672 48 5
                                    

Tak peduli berapa orang yang menghalangi
Tak peduli sebanyak apapun rintangan
Tak peduli seberat apapun cobaan
Yang aku pedulikan, kasihku tulus untukmu, sayang

Penggemarmu,
S.M.J

---

Aisy menghela napasnya sambil bergumam istighfar dalam hatinya. Lalu melipat kembali kertas yang berwarna sama setiap hari Rabu, dengan tinta ungu, saat hari Rabu minggu ketiga datang. Heran sekali Aisy dengan pengirim surat ini. Kenapa dia tak berani berkata langsung? Kenapa harus dengan surat? Kenapa, kenapa dan kenapa lainnya selalu bermuculan dalam otaknya. Apa yang harus Aisy lakukan untuk mengetahui siapa yang mengirim surat-surat ini?

"Ais, ayok ke kelas!" Aisy berjengit kaget saat bahunya ditepuk seseorang. Gina hanya terkekeh saat mendapat tatapan laser Aisy. "Maaf."

Aisy mengangguk lalu berjalan ke arah kelasnya sambil berdecak, "Siapa ya, Gin, yang ngirimin surat-surat ini? Gue penasaran banget, sumpah!"

Gina melirik surat yang berada dalam genggaman Aisy dan mengangkat bahu, "Ya penggemar lo lah." Begitu katanya.

"Gue tau lah, Giiinnn!" Balas Aisy kesal. "Orang ditulisin kok diakhir suratnya, 'penggemarmu, S.M.J' gituuu." Lanjut Aisy sewot.

Gina terkekeh lalu berdehan sejenak, "Mungkiiinn..." Gina berhenti berbicara membuat Aisy semakin penasaran. "Ah, gak tau, deh."

Aisy memukul lengan Gina membuat gadis itu meringis. Lalu Aisy mendaratkan bokongnya di kursinya. "Gak membantu sama sekali lo!" Gina hanya tergelak.

---

"Kak Bimo!" Aisy berlari kecil menghampiri Bimo yang sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka lalu setelahnya kembali melanjutkan aktivitas mereka. Tak peduli dengan Aisy dan Bimo yang sedang bercakap-cakap.

"Kenapa, Ais?" Tanya Bimo saat Aisy sudah berada di hadapannya. Alis Bimo terangkat membuat Aisy berdeham sejenak. Menetralkan jantungnya yang errr... berdegup 'sedikit' kencang karena sehabis berlari. Ya itu alasannya.

"Aku mau nanya dong," Aisy bergumam, "Tapiii gak disini, taman belakang, yuk!" Setelahnya Aisy menyeret Bimo ke taman belakang sekolah mereka. Keduanya duduk di bangku taman yang disediakan di pinggir-pinggir taman. Mereka dipayungi oleh daun-daun rimbun dari pohon rambutan. Aisy menaiki kursi taman lalu mengambil beberapa rambutan lalu memakannya membuat Bimo mendesah lelah.

"Maaf, Kak, aku 'kan belom istirahat," setelahnya Aisy terkekeh, "Ih, manis banget lho, Kak. Kayak akuuu hehe."

"Lah gue juga belom istirahat, 'kan tadi baru mau ke kantin udah di seret ama lo," Aisy menoleh lalu matanya membulat lucu sambil bergumam mulutnya berbentuk huruf O. "By the way, lo mau nanya apaan?"

Aisy menjentikan jarinya, "Oh iya!" Gadis itu melempar kulit rambutan itu ke arah tempat sampah yang lumayan jauh. Kepalan tangannya hadir dengan kata 'yes!' saat kulit  rambutannya masuk ke dalam tempat sampah. "Apa, sih, alesan cowok suka sama cewek diem-diem?" Aisy menanyakannya pada Bimo. Karena menurut Aisy hanya Bimo satu-satunya cowok yang dekat dengan dirinya selain papanya, tentunya.

Bimo termenung, "Nah, terus buat lo para cewek. Apa alesan kalian suka sama cowok diem-diem?"

Aisy termenung, "Ya 'kan kodratnya cewek emang menunggu, Kak."

"Terus cowok yang harus nyamperin gitu?"

Aisy mengangguk, "Iya dong!"

Bimo mengangguk, "Kalo gak ada yang nyamperin, pada mau nungguin berapa lama?"

Aisy terdiam. Sejenak ia merenung. Tak menemukan kata yang tepat untuk membalas perkataan Bimo.

Bimo berdecak sambil menggelengkan kepala, "Kami para cowok tau kok, emang kita yang harus bergerak. Memulai sesuatu." Aisy mengangguk. "Tapi, waktu kadang gak mendukung. Belom lagi mental tiap orang itu gak semuanya sama, 'kan?" Aisy kembali mengangguk. "Percaya sama gue, cowok kok yang bakal nyamperin kalian, minta kalian jadi seseorang yang berarti. Tapi, semuanya butuh proses, tau!"

Aisy mengernyit, "Proses apaan? Dikira pencernaan kalii." Gurau Aisy.

"Cowok tuh ya, harus mastiin perasaan dia dulu. Beneran gak sukanya, beneran gak sayangnya, dan beneran gak cintanya. Biar kita gak nyakitin perasaan kalian." Hening. Bimo kembali melanjutkan, "Kayak gue sama Astrid. Gue selama ini mastiin kalo gue tuh bener udah klop gitu, hatinya nyangkut ke dia aja," Aisy tersenyum getir mendengarnya, mulutnya bungkam saja mendengar semuanya. Bimo terkekeh sebentar.

Namun Aisy teringat, "Wait, tapi, banyak kok cowok yang ngakitin perasaan cewek!" Ucap Aisy tak terima.

Bimo menggaruk tengkuknya membuat Aisy tersenyum miring, namun kemudian Bimo berkata, "Itu, sih, cowok yang suka main-main aja. Buat cowok yang serius dan gentle, kita gak level main begitu."

Aisy tergelak mendengar nada sombong dari Bimo, "Najis!"

"Ih, seriuuusss." Aisy mengangguk sambil sesekali terkikik. "Kalo ada cowok yang gak cepet-cepet nembak lo, gue yakin, dia serius sama lo. Cintanya asli, man!"

Cintanya asli.

"Yakin nih?" Tanya Aisy memastikan.

"Seribu persen yakin buat adik iparrr!" Lalu setelahnya keduanya tergelak.

---

Notes.

Gaje yaaa? Gaje kaann? Wkwkw hope u like it guys! Maaf kalo banyak typo yaa:)

Love,

Likayla

Surat Merah Jambu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang